1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Perundungan Dorong Parpol Berbenah Diri?

Ayu Purwaningsih (twitter, kompas)4 April 2016

Sepak terjang partai politik dan anggotanya semakin mendapat sorotan masyarakat. Sengketa parpol, maraknya kasus yang terkait dengan wakil rakyat mendapat kecaman bertubi-tubi di media sosial.

https://p.dw.com/p/1IP3b
Symbolbild Twitter und Facebook
Foto: Reuters

Meski sudah dipecat oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Fahri Hamzah tak mau begitu saja lengser dari jabatannya sebagai wakil ketua DPR. Ia bahkan mengambil jalur hukum, menggugat pemecatan atas dirinya: “Ini langkah hukum, saya ingin ini berjalan. Semua status quo. Ketika proses hukum berjalan, sengketa partai berjalan dan tidak bisa dieksekusi."

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memecat Fahri dari seluruh jabatannya sebab dianggap sudah melanggar kode etik berat berdasarkan aturan partai. Di antaranya, karena ia dianggap pasang badan dalam skandal kasus ‘Papa Minta Saham‘ Freeport. Tak urung cuitan mengomentari persengketan ini menghujani media sosial, dengan merujuk fenomena melajunya politisi-politisi independen tanpa parpol di kancah politik.

Sebelumnya Partai Gerindra kebakaran jenggot, tatkala Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjaring wakil ketua DPRD DKI I M. Sanusi dalam operasi tangkap tangan dugaan penyuapan Raperda tentang Zonasi wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi Jakarta 2015-2035. Tanpa segan-segan netizen ramai-ramai membully anggota Partai Gerindra itu.

Penangkapan yang dilakukan KPK itu menunjukkan bahwa penyelenggara negara masih belum jera terlibat dalam kasus korupsi. Upaya membersihkan korupsi sampai ke akar-akarnya justru masih terhambat oleh praktik korupsi para pembuat kebijakan.

Belum habis serbuan satire terhadap Sanusi, media sosial diramaikan pula permintaan fasilitas yang diajukan anggota Gerindra lainnya, Rachel Maryam kepada kedutaan besar Indonesia di Perancis. Rachel meminta agar KBRI di Perancis menyediakan transportasi selama dia dan keluarganya berada di Eropa, 20-24 Maret 2016.

Tanda peringatan bagi parpol?

Mulai bermunculannya para politisi yang manggung sebagai calon perseorangan apakah akan mendorong parpol makin berbenah diri?

Dilansir harian Kompas, pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ikrar Nusa Bhakti, mengatakan, perundungan (bullying) dalam politik tidak selamanya berkonotasi negatif. Bahkan, dapat menjadi peringatan bagi politisi atau partai politik agar tidak mengulangi kesalahan yang pernah dilakukan pada masa lalu.

Di era digital yang semakin berkembang, gerak-gerik politisi dan kroninya akan selalu menjadi sasaran empuk masyarakat yang telah bosan dengan praktik-praktik kotor yang berkaitan dengan wakil rakyat yang mereka pilih.

Semakin terbukanya akses internet juga mendorong masyarakat semakin kritis dan peduli dengan apa yang dilakukan oleh penyelenggara negara. Sekaligus meningkatkan kesadaran dan monitoring, apakah pajak yang mereka bayarkan selama ini benar-benar digunakan dengan semestinya atau tidak?