1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pesimisme Pertemuan Segi Tiga Timteng

19 Februari 2007

Memuncaki kunjungan Menlu AS Condoleezza Rice, hari Senin (19/2) dijadualkan pertemuan segi tiga bersama Ehud Olmert dan Mahmud Abbas.

https://p.dw.com/p/CIuk
Foto: AP

Sebelum pertemuan segitiga hari ini, Condoleezza melakukan pembicaraan terpisah. Mula-mula dengan perdana menteri Israel Ehud Olmert, lalu dengan presiden palestina Mahmud Abbas.

Kunjungan Rice dilangsungkan menyusul kesepakatan antar faksi Palestina di Mekah, mengenai pembentukan pemerintah Palestina bersatu. Kesepakatan Mekah itu mengkahiri bentrokan berpekan-pekan sesama Palestina, antara kubu militan Hamas dan kubu moderat Fatah yang memakan korban jiwa puluhan orang.

Namun pertemuan segi tiga Senin ini dijalankan tanpa harapan muluk-muluk. Dari awal, realistis saja, pertemuan itu jelas tak bisa diharap akan membuahkan kesepakatan nyata bagi langkah perdamaian di Israel-Palestina. Pesimisme tergambar jelas dari tidak dijadualkannya jumpa pers usai pertemuan itu nanti. Menlu Condoleezza Rice menggambarkannya dalam rangkaian kata-kata bersayap:

"Saya harap dalam pertemuan kami bertiga ini, kami bisa menelaah situasi mutakhir dengan baik, untuk meneguhkan tekad berdasarkan kesepakatan-kesepakatan sebelumnya. Namun sekaligus juga pertemuan ini diharap bisa menjadi peluang untuk menjajaki serta mencari suatu horison politik dan diplomatik "

Runyamnya persoalan diperparah oleh pernyataan perdana menteri Israel Ehud Olmert hari minggu. Ia mengatakan, dalam percakapan telepon dengannya, presiden Amerika Serikat George Bush memastikan akan tetap memboikot pemerintahan Palestina bersatu, jika tidak mengakui Israel secara eksplisit.

Masalahnya, kubu Hamas sebagai mayoritas di tubuh pemerintah itu, tetap menolak mengakui Israel secara terang-terangan.

Pernyataan itu segera dikecam Liga ArabSekretaris Jenderal Liga Arab menyatakan, upaya mempertahankan boikot terhadap Palestina bukan merupakan tindakan yang konstruktif terhadap proses perdamaian. Dikatakan sekretaris jenderal Liga Arab Amir Musa: "Menurut saya, ini akan merupakan suatu penyikapan negatif. Karena pemerintah Palestina Bersatu ini dibentuk secara demokratis, dan merupakan keinginan nasional dari seluruh rakyat Palestina.

Namun Condoleezza Rice berupaya menjaga rkomentarnya. Ia mengatakan, sekarang ini pemerintah Amerika tidak akan merumuskan sikap apapun. Sesudah pemerintah baru Palestina terbentuk, dan program-programnya jelas, barulah pemerintah Amerika akan bersikap.

Rice: Kami tentu saja mengatakan akan menunggu pembentukan pemerintahan baru Palestina itu sebelum mengambil keputusan apapun. dAn saya kira irtu merupakan sikap dunia pada umumnya. Namun saya bilang jika orang hanya menunggu saat yang tepat untuk terbang ke Timur Tengah, kemungkinan besar ia akan ketinggalan pesawat

Betapapun, telah terbentuk suatu opini, bahwa Amerika dan kuartet Timur Tengah lain, yakni Uni eropa, Perserikatan bangsa-bangsa dan Rusia hanya akan mencabut boikot terhadap pemerintah Palestina, berdasarkan tiga hal. Yakni pengakuan eksplisit terhadap hak keberadaan Israel, penghentian jalan kekerasan, dan penghorbmatan atas semua kesepakatan perdamaian yang sudah ditandatangani. Sejauh ini Hamas, tulang punggung pemerintah Palestina bersatu, hanya memenuhi tuntutan terakhir.

Di Ramallah, Ismail Haniya, perdana menteri Palestina dari Hamas yang ditugaskan membentuk kabinet baru menyatakan tak akan tunduk pada tuntutan itu. Dikatakan Ismail Haniya:

"Kami akan berdiri di belakang Abu Mazen untuk melawan tekanan luar. Baik dari pemerintah Amerika, atau pemerintah manapun yang menginginkan bangsa Palestina tetap dikenakan sanksi internasional. Kesepakatan membentuk pemerintahan Palestina bersatu merupakan ungkapan keinginan seluruh rakyat Palestina. Maka semua pihak harus menghormati keinginan itu. Kami berada dalam satu garis kebijakan persatuan nasional untuk melawan segala bentuk tekanan"

Sebuah laporan menyebut, dalam pertemuan dengan Condoleeza Rice, Mahmud Abbas meminta pengertian, bahwa itulah kesepakatan maksimum yang bisa ia perjuangkan dalam pertemuan di Mekah. Karena jika tidak, alternatifnya adalah perang saudara.