1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Peta Konsumsi Daging di Jerman

Sabine Kinkartz14 Januari 2013

Konsumsi daging orang Jerman rata-rata mencapai 90 kg per tahun. Ini dua kali lebih banyak dibandingkan konsumsi daging di negara berkembang dan ambang industri. Dampaknya cukup fatal.

https://p.dw.com/p/17IFY
Penjualan Daging di Jerman
Penjualan Daging di JermanFoto: dapd

Pada 85 persen keluarga Jerman, daging menjadi menu makanan sampai beberapa kali hampir setiap hari. Dimulai dari bermacam Wurst (sosis) yang dimakan dengan roti untuk sarapan, lalu hidangan daging ”Schnitzel” untuk makan siang dan jenis Wurst lain untuk makan malam. Yang paling banyak mengkonsumsi daging adalah pria muda antara 19 sampai 24 tahun dan wanita antara 25 sampai 34 tahun.

Di Eropa, tidak hanya Jerman yang punya konsumsi daging yang tinggi. Warga Uni Eropa rata-rata mengkonsumsi 93 kg daging per tahun. 20 persen produksi daging mendarat di tong sampah dan tempat pembuangan lain. Misalnya di tempat penjagalan, pada saat transportasi, di tempat penjualan dan di meja makan. Inilah data-data yang dikumpulkan dalam publikasi ”Fleischatlas” atau ”peta konsumsi daging” yang dikeluarkan oleh Heinrich Böll Stiftung, yayasan politik yang dekat dengan Partai Hijau. Yayasan itu bekerjasama dengan perhimpunan lingkungan dan perlindungan alam Jerman, BUND; dan harian Perancis ”Le Monde Diplomatique”.

Menurut data-data yang dikutip dari perhitungan Perhimpunan Vegetarian Jerman, setiap warga Jerman mengkonsumsi sekitar 1094 binatang selama hidupnya. Ini adalah sekitar 945 ekor ayam, 46 ekor kalkun, 46 babi, 37 bebek, 12 angsa dan masing-masing 4 ekor sapi dan domba. Untuk perhitungan statistik itu digunakan data-data konsumsi daging per kepala dan harapan hidup rata-rata orang Jerman, yaitu 79,6 tahun.

Yang Penting Murah

Publikasi ”Fleischatlas” dimaksudkan untuk mengajak orang berpikir, kata ketua Heinrich Böll Stiftung, Barbara Unmüßig. ”Kita makan dengan mengorbankan orang di negara ketiga.” Karena di negara-negara paling miskin dunia, konsumsi rata-rata tidak sampai 10 kg daging untuk setiap orang dalam satu tahun. Tapi penduduk miskin ikut merasakan dampak buruk dari produksi makanan ternak yang diekspor ke negara-negara industri. Hanya sedikit orang Jerman yang memikirkan dampak buruknya, jika mereka membeli daging sapi giling atau dada ayam yang dikemas dengan plastik dan bertumpuk di supermarket. Yang menentukan adalah harganya yang murah. Kadang harga daging sudah lebih murah dari harga sayuran.

Tapi Hubert Weiger dari BUND menerangkan, harga daging kelihatannya saja murah. Padahal masih harus dihitung besarnya uang subsidi yang dikeluarkan untuk setiap peternakan di Jerman. Subsidi itu berasal dari uang pajak. Menurut data dari BUND, tahun 2012 Jerman membayar subsidi sekitar 80 juta Euro untuk produksi daging.

Selain itu, konsumsi daging yang berlebihan punya dampak buruk. Misalnya saja penggunaan bahan antibiotika di peternakan besar. Ini membuat banyak orang resisten terhadap antibiotika. Di Eropa, setiap tahun 25.000 orang meninggal karena resistensi antibiotika. ”Jadi kita bisa menghitung, bahwa untuk setiap Euro yang kita bayar ketika membeli daging, kita harus membayar satu Euro lagi untuk dampak-dampak langsung dan tidak langsungnya”, kata Weigel.

Konsumsi Daging Mengancam Hutan Tropis

BUND melihat ada perkembangan yang mengkhawatirkan. Jerman sekarang berkembang menjadi negara pengekspor daging. Jerman saat ini memproduksi 17 persen lebih banyak daging daripada yang dibutuhkan. Weigel menerangkan, tidak ada negara lain di Uni Eropa yang menawarkan kondisi sangat baik bagi para produsen daging. Akibatnya, makin banyak produsen daging, misalnya dari Belanda, yang pindah ke Jerman. Selain itu, pemerintah Jerman juga menolak memberlakukan aturan penggunaan antibiotika yang lebih ketat. Tanpa antibiotika tidak mungkin dilakukan peternakan massal.

Setiap peternakan tentu juga membutuhkan makanan ternak. 60 persen produksi gandum dibuat menjadi pakan ternak. Tapi ini masih belum cukup. Hampir sepertiga pakan ternak harus diimpor. Menurut ”Fleischatlas”, inilah yang mengancam keberadaan hutan tropis.

Perkebunan kacang kedelai di Brasil
Perkebunan kacang kedelai di BrasilFoto: AFP/Getty Images

Dampak Pengembangan Perkebunan Kacang Kedelai

Tidak hanya Jerman yang mengimpor makanan ternak. Uni Eropa adalah importir kedua terbesar dunia setelah Cina. Jika dihitung luas perkebunan yang dibutuhkan untuk produksi makanan ternak, maka Uni Eropa bisa dibilang mengimpor sekitar 17,5 juta hektar lahan pertanian. Ini sama dengan luas seluruh lahan pertanian yang ada di Jerman.

Terutama di Brasil dan Argentina, lahan perkebunan kacang kedelai terus diperluas, kata Barbara Unmüßig, Ketua Heinrich Böll Stiftung. ”Jadi secara empiris terbukti bahwa produksi daging menyebabkan penebangan hutan di kawasan Amazon. Pertama-tama pohon ditebang, setelah itu dikembangkan perkebunan untuk makanan ternak. Yang terjadi adalah persaingan total.” Kalau dulunya sering terlihat sapi merumput, sekarang dimana-mana terlihat tanaman kedelai, demikian Unmüßig.

Di Amerika Selatan, kacang kedelai dikembangkan dengan rekayasa genetika. Tanaman ini jadi lebih resisten terhadap penyakit. Di Argentina, setiap tahun digunakan sekitar 200 juta ton bahan insektisida. Menurut Barbara Unmüßig, penyemprotan insektisida biasanya dilakukan dengan pesawat terbang. Ini punya dampak luas bagi manusia dan kualitas air minum di kawasan itu.

Menuntut Perubahan Politik Pertanian

Produksi pakan ternak dan peternakan di negara-negara industri punya dampak fatal bagi masyarakat, demikian Heinrich Böll Stiftung. Barbara Unmüßig menyebut antara lain perubahan sosial yang terjadi di negara berkembang. ”Mereka, yang menolak perkebunan kacang kedelai, akhirnya jadi korban pelanggaran hak asasi manusia. Siapa yang berjuang mempertahankan tanahnya di Brasil, Argentina, Paraguay, Kamboja atau Ethiopia, makin sering menerima ancaman politik. selain diancam, hak-hak politiknya dibatasi.”

Heinrich Böll Stiftung dan BUND menuntut perubahan politik pertanian. "Subsidi untuk produksi daging secara intensif harus dihapus, penyerobotan lahan di negara berkembang dihentikan. Pertanian skala kecil harus didukung dan hak asasi manusia atas bahan pangan harus ditanggapi dengan serius,“ tandas Barbara Unmüßig. BUND mengusulkan agar pemberian subsidi Uni Eropa untuk bidang pertanian senilai 60 miliar Euro dikaitkan dengan aturan lingkungan yang ketat. Pemerintah Jerman diminta mendukung langkah pembaruan pertanian di Uni Eropa.