1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Ekonomi

1,2 Juta Pekerja Kena PHK dan Dirumahkan Tanpa Gaji

9 April 2020

Kemnaker mencatat sebanyak 1,2 juta pekerja dipecat atau dirumahkan tanpa upah di masa pandemi corona. Pengusaha mengaku kesulitan membayar THR karyawan karena nihil pemasukan.  

https://p.dw.com/p/3ahVQ
Pekerja konstruksi
Foto ilustrasiFoto: Reuters/Beawiharta

Dampak ekonomi akibat pandemi COVID-19 membuat sektor usaha kian ‘terpukul’. Jelang lebaran, sejumlah perusahaan justru memberlakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan cuti di luar tanggungan perusahaan. Banyak juga perusahaan yang ttidak mampu membayar Tunjangan Hari Raya (THR) bagi karyawannya. 

Ketua Umum Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah mengatakan, kas perusahaan saat ini hanya mampu bertahan hingga setidaknya Juni mendatang. Banyak bisnis yang sudah tidak beroperasi sama sekali, seperti bioskop, salon dan tempat bermain anak. 

‘’Jadi memang kondisi kas perusahaan dalam hal ini tanpa pemasukan, misalnya (toko-toko) yang tadi tutup, kas hanya ada sekitar dua sampai tiga bulan,’’ ujar Budi kepada DW Indonesia. 

Dilema antara kewajiban membayar THR dan nihil pemasukan 

Di satu sisi pengusaha wajib membayarkan THR kepada karyawannya, namun di sisi lain pengusaha ritel juga berusaha mempertahankan toko-tokonya agar tidak berhenti beroperasi secara total.  

‘’Ada opsi berupa pinjam utang dulu, dicicil, ada yang dibayar (THR) beberapa kali atau separuh dulu nanti separuhnya dalam bentuk utang. Banyak yang dilakukan dan dinegosiasikan,’’ katanya. 

Pengusaha juga mempunyai kewajiban membayar pemasok yang telah mengirimkan barang-barang, sementara kas perusahaan tidak mendapat pemasukan. Padahal menurut Budihardjo, bisnis ritel hanya bisa berjalan dari perputaran kas. Budi mengharapkan, perbankan bisa memberikan stimulus enam hingga 12 bulan, agar ketika ekonomi kembali pulih, usaha ritel tidak memulai dari nol. 

‘’Baru setelah itu kita coba OJK untuk dibantu dengan  bank,  karena bank juga ada utang investasi atau apa, supaya diberikan stimulus untuk anggota kami yang secara prospek bisnis itu tidak jelek, tetapi karena corona ini harus postpone atau temporary stop,’’ katanya. 

‘Banyak stimulus tapi angka PHK tinggi’ 

Ekonom INDEF Bhima Yudhistira menyebut ada beberapa solusi yang bisa dilakukan pengusaha untuk mencegah PHK dan merumahkan karyawan tanpa digaji, yakni dengan efisiensi seperti menurunkan kapasitas produksi. Selain itu, perusahaan bisa meminta solusi kepada perbankan, misalnya menangguhkan cicilan kredit atau bunga. Bhima menambahkan, bank akan memikirkan solusi tersebut karena khawatir bila dipaksa membayar cicilan maka akan terjadi kredit bermasalah. 

‘’Jadi biasanya win-win solution-nya ya sudah ini dalam kondisi sulit restrukturisasi, misalnya ditangguhkan selama satu tahun, sehingga uang yang biasanya untuk bayar cicilan itu dialihkan untuk membayar gaji ataupun THR para pekerja,‘’ jelas Bhima kepada DW Indonesia.  

Infografik PSBB
Pembatasan PSBB

Dari sisi peran negara, Bhima mengatakan pemerintah bisa memberikan kompensasi yang lebih banyak. Ia mencontohkan negara-negara lain yang sampai memberikan gratis pembayaran listrik dan air. Bahkan Malaysia memberikan internet gratis dengan biaya mencapai Rp 2,2 triliun. Sehingga biaya pengeluaran itu bisa dialokasikan oleh pengusaha untuk membayar gaji karyawan. 

‘’Tapi juga harus ada perjanjian, sebenarnya menurut saya agak kurang fair kalau dalam stimulus 405 triliun rupiah itu pelaku usaha banyak sekali mendapatkan insentif sebenarnya,’’ ujarnya, sembari merujuk pada kebijakan memberi penurunan Pph badan secara bertahap selama tiga tahun menjadi 17% bagi wajib pajak dalam negeri.  

Bhima menjelaskan perbedaan pemberian stimulus di Indonesia dan Singapura terletak pada perjanjian bahwa perusahaan yang diberikan bantuan oleh pemerintah Singapura tidak boleh melakukan PHK.  

‘‘Jadi ada yang dibantu, tapi jangan melakukan PHK. Nah, perjanjian itu tidak ada di Indonesia, sehingga stimulus banyak diberikan tetapi PHK nya 1.2 juta orang,’’ katanya. 

Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan per 7 April 2020, telah ada 1.010.579 pekerja sektor formal dan 189.452 pekerja sektor informal yang dirumahkan tanpa dibayar atau di-PHK. 

Solusi bagi mereka yang telah kehilangan pekerjaan 

Menurut Bhima ada banyak kesalahan fatal dalam penggunaan insentif seperti untuk membayar kompensasi manajemen, pemilik usaha, dan direksi, bukannya untuk menggaji karyawan. Ia menambahkan situasi pandemi memang abnormal namun tidak bisa dijadikan alasan PHK karyawan. 

‘‘Sebelum adanya COVID-19 kita memang diprediksi akan mengalami resesi ekonomi global pada tahun 2020. COVID-19 ini hanya mempercepat, jadi tidak bisa dijadikan ‘the only excuse‘  untuk merumahkan karyawan, tidak membayar gaji, atau melakukan PHK,‘‘ sebutnya. 

Salah satu solusinya, menurut Bhima, pemerintah perlu menimbang ulang kebijakan kartu pra kerja dan menjadikannya sebagai ‘unemployment benefit‘. Sehingga ada trasnfer tunai secara langsung kepada orang-orang yang di-PHK, karena mereka membutuhkan uang bukan pelatihan. Mengingat tidak semua pekerja khususnya di sektor formal yang di-PHK itu dengan mudah bisa melakukan pelatihan secara online.  

‘‘Artinya ada cash transfer langsung kepada orang yang di PHK, karena mereka butuh uang bukan butuh pelatihan dan kartu pra kerja. Kan tidak menjamin juga setelah dilatih lulus pra kerja kemudian dia bisa mendapat pekerjaan,‘‘ terangnya. 

Bhima memprediksi masa ‘pemulihan‘ dari dampak ekonomi akibat pandemi corona bisa berlangsung lama karena merujuk pada Perpu No. 1 Tahun 2020, pemerintah memberikan stimulus rata-rata tiga tahun.  

‘‘Bahkan WTO pun sangat tepat menurut saya, bahwa kita akan kembali ke tahun 1930, bukan tahun 1998, tapi 1930, di mana terjadi ‘Great Depression‘. Jadi kita akan mengalami sesuatu yang bahkan tahun 1998 itu tidak ada apa-apanya,‘‘ tutupnya. (pkp/hp)