1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pilih Nurmantyo, Jokowi Langgar Tradisi TNI

8 Juli 2015

Pemilihan Gatot Nurmantyo sebagai panglima TNI dinilai melanggar tradisi. Seharusnya angkatan udara yang mendapat giliran. Terlebih tugas utama panglima baru adalah modernisasi alutsista TNI, terutama di angkatan udara

https://p.dw.com/p/1FuwK
Vereidigung des Oberbefehlshabers der indonesischen Streitkräfte Gatot Nurmantyo
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry

Bukan Gatot Nurmantyo, tapi seharusnya Agus Supriatna. Itu jika tradisi rotasi jabatan panglima TNI diikuti. Hingga Juni silam nama Kepala Staf Angkatan Udara itu juga masih digunjingkan sebagai kandidat terkuat pengganti Jendral Moeldoko. Supriatna sebenarnya bukan pilihan yang sulit.

Pria berpangkat Marsekal itu tergolong muda dengan usianya yang 56 tahun. Karirnya juga cukup mentereng. Komisi I DPR pernah mengisyaratkan pemilihan Supriatna sebagai Panglima TNI. Bahkan Moeldoko pun berucap serupa akhir Juni lalu.

Terlebih karena Angkatan Udara adalah matra TNI yang kini seharusnya mendapat giliran mendapat jatah kursi panglima. "Mana ada prajurit tidak siap, tugas dimana saja saya siap," ujar Agus kepada Merahputih.com soal kansnya diangkat sebagai panglima.

Tapi Jokowi berkata lain. Maka Jendral Angkatan Darat, Gatot Nurmantyo yang kini memegang tongkat komando tertinggi militer Indonesia.

Jokowi Acuhkan Tradisi Rotasi TNI

TNI sejatinya sedang membangun tradisi perputaran matra di pucuk pimpinannya. Sebelum Moeldoko yang berasal dari Angkatan Darat, Laksamana Agus Suhartono yang memegang kendali. Sebelum Djoko Santoso, Djoko Suyanto dari Angkatan Udara yang terpilih menjadi panglima.

Namun kini pemerintahan Jokowi secara sadar melanggar tradisi seumur jagung tersebut. "Saya kira mengikuti tradisi rotasi akan lebih baik," kata Hendardi, Direktur Setara Institut. Menurutnya pemilihan Nurmantyo menandakan Angkatan Darat sedang mendapat perlakuan "istimewa" dari pemerintah.

Hendardi meyakini, pemilihan Gatot Nurmantyo adalah "permainan politik" Jokowi untuk memperkuat posisinya yang sempat melemah. "Ini menunjukkan dia tidak mengacuhkan alasan utama di balik sistem rotasi yang ikut melunturkan dominasi Angkatan Darat di TNI," kata pengamat lain, Natalie Sambhi dari Australian Strategic Policy Institute.

Tugas Nurmantyo Diemban Supriatna

Pilihan Jokowi menarik, karena tugas pertama panglima yang baru adalah memodernisasi sistem alutsista TNI, terutama pesawat terbang dan armada kapal perang. "Presiden bilang pengadaan alutsista harus baru semuanya," kata Gatot seperti dikutip Republika.

Terutama setelah jatuhnya pesawat Hercules A-1301 di Medan belum lama ini, Jokowi memerintahkan evaluasi terhadap semua alat utama sistem persenjataan TNI. Tragedi di Medan dianggap momentum untuk memodernisasi persenjataan yang telah usang.

Dari semua matra TNI, sistem alutsista milik Angkatan Udara yang paling terpuruk lantaran embargo suku cadang pesawat oleh Amerika Serikat.

Sebab itu sebagian besar tugas momodernisasi alutsista TNI akan dilimpahkan pada Agus Supriatna. "Kami telah melakukan studi untuk mengganti Hercules C-130 dengan pesawat baru buatan Perancis, Amerika Serikat atau Rusia," ujarnya kepada awak media.

"Rencana strategis kami untuk 2015-2019 adalah mengganti pesawat tempur F5 dan pengadaan pesawat dan helikopter angkut berat," kata Supriatna lagi.

Sementara tugas Gatot? Ia dilimpahkan tanggungjawab untuk ikut memajukan industri persenjataan di dalam negeri. "Sehingga kelak kita tidak bergantung dengan cara sekarang ini yang hanya bisa beli alat baru tanpa ada transfer teknologi," ujarnya.

rzn/as (dari berbagai sumber)