1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pledoi Penutup Persidangan Duch Dibacakan

23 November 2009

Setelah berbulan-bulan mengikuti proses persidangan, tim pengacara masyarakat menyampaikan argumen penutupnya, dalam kasus kejahatan perang Kamboja, dengan terdakwa Kaing Guek Eav.

https://p.dw.com/p/KdSE
Kaing Guek Eav alias DuchFoto: AP

Duch, nama panggilan Kaing Gue Eav, pada tahun 1970 memimpin penjara S21 satau Tuol Sleng di Phnom Penh yang sarat dengan aksi penyiksaan dan pembunuhan. Sedikitnya 15 ribu orang tewas di penjara tersebut. Hanya segelintir yang lolos dari maut.

Pria berusia 67 tahun itu dituding melakukan kejahatan kemanusiaan dan bila terbukti bersalah, Duch menghadapi ancaman hukuman penjara seumur hidup. Duch merupakan salah satu dari lima tokoh penting Khmer Merah yang dihadapkan pada Mahkamah Internasional. Sekitar 2 juta orang diyakini tewas di bawah rezim Khmer Merah yang memimpin Kamboja dari tahun 1975 hingga 1979. Kebanyakan mereka tewas akibat eksekusi, kerja paksa maupun malnutrisi.

Selama 72 kali sesi persidangan yang dimulai sejak awal tahun, Duch memohon pengampunan kepada kerabat korban: "Saya menyadari tanggungjawab hukum yang saya pikul atas kejahatan di penjara terutama dalam hal penyiksaan maupun eksekusi. Untuk itu pada kesempatan ini, saya memohon maaf , juga kepada sanak saudara korban yang kehilangan keluarga mereka di penjara itu.“

Dalam pleidoi penutup yang berlangsung Senin (23/11), pengacara pihak penggugat, Phillipe Canonne,, berulangkali mempertanyakan ketulusan permohonan maaf yang disampaikan Duch. Cannone sebagai pengacara pihak ketiga, mengatakan Duch tak dapat membayangkan bagaimana efek penderitaan yang terus berlanjut akibat perbuatannya. Keluarga korban mencoba untuk memahami bagaimana seseorang, mungkin sama saja dengan tokoh Khmer Merah lainnya, mampu membangun sistem yang barbar.

Canonne melanjutkan, kini masyarakat ingin melihatkeadilan dari proses hukum ini. Ujarnya di hadapan Duch, WLihatlah mereka, yang istri, suami, dan anak-anaknya anda remukkan. Anda bisa meremukkan serangga, hewan. Namun tak dapat meremukkan insani. Karena mereka akan bangkit lagi.“

Terminologi "remuk“ berulangkali diungkapkan rezim Khmer Merah ketika membunuhi musuh-musuh negara, dan dimuat berulangkali dalam dokumen yang ditulis oleh Duch saat menandatangani pengesahan eksekusi ribuan penghuni penjara. Menurut pengacara 93 kerabat korban, kepala penjara itu hanya membodohi pengadilan lewat air mata buaya penyesalannya, atas kekejaman di ladang pembunuhan.

Dalam kesaksiannya, Duch berdalih bahwa apa yang dilakukannya berdasarkan perintah atasan. Untuk itu pengacara penggugat, Karim Khan, mengatakan, "Bahkan hingga kini terdakwa masih berusaha menyangkal peranannya dalam rezim itu, atau berusaha menguranginya. Kenyataannya banyak orang menderita di bawah rezim tersebut, terutama masyarakat sipil.“

Setelah 30 tahun berakhirnya rezim Khmer Merah, banyak keluarga korban yang menanti keadilan. Ruang pengadilan begitu sesak, orang-orang penasaran atas hukuman apa yang akan diterima Duch. Seorang korban mengungkapkan,, "Saya ingin melihat hukuman apa yang diperolehnya. Karena saya begitu menderita di bawah rezim ini.“

Kerja tribunal internasional selama tiga tahun dalam memroses kasus ini dirasakan begitu lambat. Bukan hanya karena hambatan bahasa, namun antara Kamboja dengan pengadilan internasional banyak terjadi perbedaan dalam penafsiran hukum. Pihak pemerintah Kamboja sendiri tidak selalu mendukung. Seperti diketahui, Perdana Menteri Kamboja Hun Sen, dahulu kala pernah menjadi anggota Khmer Merah. Ia tidak setuju dengan pembentukan tribunal dan hingga kini menolak perpanjangan invenstigasi terhadap para pemimpin Khmer Merah. "Bagi saya, lebih baik pengadilan ini gagal, ketimbang menimbulkan perang saudara. Sebab tak ada lagi yang bisa digoyangkan. Tribunal ini sebaiknya berkonsentrasi saja pada pemimpin Khmer Merah yang sudah diproses hukumnya.“

Di luar Duch, masih ada empat tokoh lainnya yang akan diajukan ke Mahkamah Internasional. Mantan pemimpin negara Khieu Sampan, mantan menteri luar negeri Ieng Sari dan istrinya Ieng Thirith, yang dulu merupakan menteri sosial, pemimpin ideologi rezim Khmer Merah Nuon Chea, yang disebut sebagai saudara nomor dua, kini menunggu proses huklum mereka. Sementara pemimpin Khamer Merah Pol Pol tutup usia pada tahun 1998.

AP/HP/afp/ap