1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

PM Cina Mulai Lawatan di Eropa

24 Juni 2011

Dibayangi krisis utang kawasan Euro, PM Cina Wen Jiabao melawat Eropa. Hungaria, Inggris dan Jerman adalah agenda lawatannya. Di Jerman bersama Kanselir Merkel, Wen akan buka konsultasi pemerintahan pertama Jerman-Cina.

https://p.dw.com/p/11ik9
Die Fahnen Deutschlands, der Europäischen Union und Chinas wehen während der Eröffnungsfeier für die neue Frachtflugverbindung zwischen Deutschland und China am Montag (24.09.2007) in Parchim im Wind. Vom Flughafen Parchim soll eine regelmäßige Frachtverbindung nach China aufgebaut werden. Die Frachtfirma LinkGlobal hatte den defizitären Flugplatz südöstlich von Schwerin im Mai vom Landkreis gekauft und wird künftig regelmäßig auf der Route zwischen der zentralchinesischen Stadt Zhengzhou (Provinz Henan) und Parchim fliegen. Das Unternehmen hat eigenen Angaben zufolge rund 100 Millionen Euro für den Flughafen bezahlt. LinkGlobal ist das erste chinesische Unternehmen, das die Betriebserlaubnis für einen europäischen Flughafen erworben hat. Foto: Jens Büttner dpa/lmv/lno (zu dpa 0285 vom 24.09.2007) +++(c) dpa - Bildfunk+++
Kunjungan PM Cina ke Eropa dibayangi krisis hutang di kawasan pengguna EuroFoto: picture-alliance / dpa

Hari Jumat (24/06) Perdana Menteri Cina Wen Jiabao mengunjungi Hungaria, untuk selanjutnya melawat ke Inggris, kemudian hari Senin dan Selasa mendatang ke Jerman sebagai penutup rangkaian lawatannya di Eropa. Tujuan kunjungan Wen Jiabao kali ini menurut wakil menteri luar negeri Cina Fu Ying, Cina atas dasar sikap saling menghormati dan menarik manfaat bersama ingin memperdalam pengertian dengan Eropa serta membina kerjasama yang telah ada. Kunjungan Perdana Menteri Cina Wen Jiabao di Eropa berada di tengah krisis hutang di Yunani atau Portugal. Cina menanam milyaran cadangan devisanya dalam bentuk Euro.

Menjelang kunjungannya di Eropa di Beijing Wen Jiabao sudah menyampaikan bahwa Cina memiliki kepentingan besar dalam mengatasi krisis hutang di Eropa. Selasa (21/06) lalu juru bicara kementerian luar negeri Cina mengumumkan untuk ke depan Cina bersedia membantu negara-negara Eropa. Sudah dilakukan berbagai upaya, untuk mendorong kerjasama ekonomi. Antara lain dengan membeli obligasi dalam mata uang Euro.

Cina memiliki cadangan devisa terbesar di dunia, yakni lebih dari tiga trilyun dollar Amerika Serikat, seperempatnya dalam bentuk Euro. Di satu sisi Cina harus tetap menyimpan cadangan devisa dalam bentuk Euro, tapi harus pula memperhatikan agar itu tidak sampai berisiko terlalu besar. Bagi pakar politik Gu Xuewu dari Universitas Bonn, kunjungan Wen lebih memiliki pengaruh sugestif.

"Eropa saat ini berada pada momentum menentukan dalam krisis hutang. Kini Wen Jiabao dengan delegasi tingkat tinggi berkunjung ke Eropa, ini dapat memperkuat pasar keuangan. Cina tidak ingin melihat jika krisis di negara-negara pengguna Euro makin meruncing. Berlin juga mengharap, kunjungan Perdana Menteri Cina itu dapat menjadi isyarat, yang tidak hanya membantu Bank Dunia dan IMF melainkan juga ambisi kekuatan seperti Cina.”

Selain masalah keuangan, tema yang akan dibicarakan adalah hubungan dagang antara Uni Eropa dan Cina. Uni Eropa adalah mitra dagang terpenting Cina. Dalam rencana pertemuan dengan Perdana Menteri Wen Jiabao, Kanselir Jerman Angela Merkel akan membahas tema hak asasi manusia. Selama ini pemimpin Cina selalu sabar mendengarkan tema kritis tersebut.

Juga meskipun seniman Cina Ai Weiwei telah dibebaskan, pemerintah Jerman tetap akan membahas nasib kritisi rezim Cina tersebut. Demikian ditekankan menteri luar negeri Jerman Guido Westerwelle. Ai Weiwei ditangkap tanggal 3 April lalu di bandara Beijing, sesaat menjelang keberangkatannya ke Hongkong dan Eropa atas tuduhan penggelapan pajak. Sejak itu pria berusia 54 tahun tersebut ditahan di tempat yang tidak diketahui. Secara mengejutkan hari Rabu (22/06) lalu ia dibebaskan kembali. Meski demikian seniman yang menderita diabetes itu tidak boleh meninggalkan rumahnya dan tidak boleh memberi keterangan mengenai perlakuannya oleh pemerintah Cina.

Dyan Kosterman/DW/AFP/dpa

Editor: Hendra Pasuhuk