1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

PN Meulaboh Dikecam Usai Menangkan Kallista Alam

7 Mei 2018

Pengadilan Negeri Meulaboh menganulir putusan MA dan melindungi pelaku pembakaran hutan gambut di kawasan Leuser, PT Kallista Alam. Sontak kecaman menghujani lembaga tersebut.

https://p.dw.com/p/2xJ68
Torfwälder in Indonesien
Foto: picture-alliance/dpa

Gelombang kecaman masih mengalir menyusul putusan Pengadilan Negeri Meulaboh menganulir putusan Mahkamah Agung dalam kasus pembakaran lahan gambut oleh perusahaan sawit, PT Kallista Alam.

Komisi Yudisial melalui jurubicaranya, Farid Wajdi, menilai putusan tersebut tidak memiliki "logika hukum dan keterlaluan," ujarnya seperti dilansir Detik.

"Komisi Yudisial tidak akan tinggal diam. Seluruh sumber daya dan kewenangan yg ada pada lembaga kami akan coba dikontribusikan untuk menegakkan sekecil-kecilnya keadilan di dalam kejanggalan yang terlalu besar ini," imbuh Farid.

PT Kallista Alam divonis 2014 bersalah setelah ketahuan membakar lebih dari 1.000 Hektare lahan gambut Rawa Tripa, pesisir barat Aceh. Hakim menetapkan  perusahaan harus membayar uang ganti rugi materil sebesar Rp. 114 miliar ke negara dan membiayai operasi pemulihan gambut sebesar 251 milyar Rupiah.

Namun begitu PN Meulaboh menilai vonis Mahkamah Agung tidak bisa dieksekusi lantaran proses gugatan yang masih berlangsung. "Menyatakan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1 PK/PDT/2015 tanggal 18 April 2017 tidak mempunyai titel eksekutorial terhadap Penggugat/PT Kallista Alam," putus Hakim Ketua Said Hasan.

Hutan gambut Rawa Tripa seluas 61.803 hektare ini termasuk ke dalam Kawasan Ekosistem Leuser yang dilindungi. Selain menyebabkan kematian satwa lokal, aksi pembakaran oleh PT Kallista Alam juga ikut melepaskan 13.500 ton gas rumah kaca yang tersimpan di dalam lahan gambut. Sejumlah organisasi lingkungan meyakini, upaya restorasi lahan yang rusak akan memakan waktu setidaknya 10 tahun.

Sejak keputusan Mahkamah Agung, PT Kallista Alam berhasil membujuk PN Meulaboh menunda eksekusi putusan selama tiga kali dengan alasan pengajuan Peninjauan Kembali (PK).

Putusan PN Meulaboh semakin menyudutkan upaya pemerintah Indonesia memulihkan reputasi sawit selama proses perundingan dagang dengan Uni Eropa. Parlemen Eropa sebelumnya memutuskan untuk melarang sawit sebagai bahan campuran biodiesel mulai tahun 2021 lantaran dianggap tidak ramah lingkungan.

Beberapa pekan lalu Menteri Koordinator Kemaritiman, Luhut Pandjaitan, berkeliling Eropa buat mengajak negara anggota UE menolak keputusan parlemen Eropa. Di Jerman Luhut mengklaim pemerintah telah mengambil langkah strategis melindungi hutan, antara lain dengan moratorium izin perkebunan sawit.

rzn/yf (detik, mongabay, tribunnews, merdeka)