1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialIndonesia

Polemik Klaim Merek Citayam Fashion Week

Rahka Susanto
25 Juli 2022

Sejumlah orang berupaya mendaftarkan merek "Citayam Fashion Week" sebagai Hak Kekayaan Intelektual pribadi. Hal ini memicu kecaman publik yang menyebut tindakan itu sebagai upaya komersialisasi.

https://p.dw.com/p/4Eb2i
Tren Citayam Fashion Week
Remaja dari pinggiran Ibu Kota memadati kawasan Dukuh Atas sebagai ruang publik untuk saling berkenalan dan menunjukan eksistensiFoto: Rahka Susanto/DW

Fenomena Citayam Fashion Week mulai menarik sebagian kalangan untuk mengkomerisalisasi istilah tersebut sebagai merek dagang. Hal ini menjadi sorotan usai Artis Baim Wong mengajukan pendaftaran merek "Citayam Fashion Week" ke Pangkalan Data Kekayaan Intelektual (PDKI) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Pengajuan pendaftaran tersebut dilakukan melalui PT Tiger Wong Entertainment bisnis hiburan milik Baim pada 20 Juli 2022.

Hal ini memicu polemik terkait hak kekayaan intelektual dapat diklaim oleh seseroang. Sejumlah warganet bahkan membubuhkan istilah "Created by the Poor, Stolen by the Rich”.

Menanggapi hal itu, dalam akun Instagramnya Baim Wong menyebut, ""Citayam Fashion Week ini bukan milik saya. Ini milik mereka semua, ini milik Indonesia. Saya hanyalah orang yang punya visi menjadikan Citayam Fashion Week sebagai ajang untuk membuat trend ini menjadi wadah yang legal, dan nggak musiman. Dan yang paling penting bisa memajukan fashion Indonesia di mata dunia."

Selain Baim, Citayam Fashion Week juga didaftarkan oleh satu nama lainnya yakni Indigo Aditya Nugroho.

‘Biarkan tetap Slebew bukan Haute Couture'

Sejumlah pihak turut angkat bicara mengenai langkah komerisalisasi yang dilakukan oleh Baim Wong. Salah satunya Gubernur Jawa Barat, Ridwan "Emil" Kamil, yang menyebut "tidak semua urusan di dunia ini harus selalu dilihat dari sisi komersial”.

Emil menambahkan dalam postingan Instagramnya Citayam Fashion Week sebagai "gerakan organik akar rumput yang tumbuh kembangnya harus natural dan organik pula” di mana Fesyen jalanan dapat terus berkembang di jalanan. Ia menyebut, "Biarkan tetap Slebew bukan Haute Couture”

Sebelumnya Sineas Muda Ernest Prakasa turut berkomentar melalui cuitan Twitter pribadinya. Ia menyebut "HAKI (Hak Kekayaan Intelektual) itu dibuat untuk melindungi kreator, agar pekerja kreatif bisa sejahtera dari ide & karya mereka sendiri. Bukannya dulu-duluan maen sikat mumpung belom ada yang daftarin.”

Fenomena fesyen jalanan sebagai identitas subkultur semakin menjamur seiring dengan besarnya perhatian masyarakat pada Citayam Fashion Week di dunia maya. Demam fesyen jalanan ini juga merebak di sejumlah kota di Indonesia, mulai dari jalan Tunjungan di Surabaya dan di Kawasan Kayutangan, Malang.

Pengamat Sosial, Devie Rachmawati menyebut tren fesyen jalanan ini sebagai temuan baru bahwa "di masa lalu, subkultur ini tidak mendapat ruang untuk menjadi kiblat.” Namun kepada DW Indonesia, Devie menyebut saat ini melalui fenomena Citayam Fashion Week, "subklutur ini punya peluang untuk masuk ke panggung yang lebih tinggi lewat digital.”

Tak miliki legal standing

Upaya komerisalisasi yang dilakukan sejumlah pihak pada fenomena Citayam Fashion Week dinilai Sebagian kalangan tidak memiliki legal standing. Pengamat Hukum Jamin Ginting mengungkapkan kepada DW Indonesia bahwa cara yang dilakukan Baim Wong dkk, "tidak punya legal standing untuk mendaftarkan karena bukan pemilik.”

Jamin menjelaskan Citayam Fashion Week telah menjadi merek "milik publik” sehingga pengajuan merek dalam hak kekayaan intelektual ini berpotensi membuat "orang lain yang menggunakan harus membayar rioyalti atau lisensi.”

Hingga saat ini pendaftaran Hak Kekayaaan Intelektual menganut sistem ‘first to file'. Hal ini membuat siapapun pemohon yang mendaftarkan HAKI-nya untuk pertama kali akan dilayani terlebih dahulu. Partner IP & Entertaiment di kantor hukum Assegaf Hamzah & Partners, Ari Juliano, menyebut pemerintah dapat "memutuskan untuk menerima atau menolak permohonan” apabila adanya keberatan yang diajukan pihak lain dalam "pemeriksaan formalitas, pengumuman permohonan merek, dan pemeriksaan substantif.”

"Sehingga publik atau siapapun yang keberatan dengan permohonan pendaftaran merek 'Citayem Fashion Week' dapat menyampaikan keberatan secara tertulis dengan alasannya kepada DJKI dalam masa pengumuman tersebut,” jelas Ari kepada DW Indonesia. (rs/hp)