1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

"Poligami Adalah Kekerasan Terhadap Perempuan"

2 Oktober 2017

Komisioner Komnas Perempuan, Indriyani Suparno, menyayangkan upaya normalisasi poligami lewat aplikasi AyoPoligami. Menurutnya poligami merupakan salah satu penyebab kekerasan dalam rumah tangga.

https://p.dw.com/p/2l5ma
Screenshot der Website ayopoligami.com
Foto: ayopoligami.com

App AyoPoligami Picu Kontroversi

App AyoPoligami Picu Kontroversi

Isu  poligami  kembali menghangat menyusul peluncuran situs AyoPoligami yang menawarkan platform bagi laki-laki atau perempuan. Sejak pertama diluncurkan April silam, aplikasi ini sudah diunduh 37.000 kali dan memiliki anggota sebanyak 50.000 sebelum ditutup lantaran maraknya penyalahgunaan oleh akun anonim. 5 Oktober mendatang AyoPoligami akan kembali aktif dengan sistem keanggotaan yang lebih ekslusif.

DW berbicara dengan Komisioner Komnas Perempuan, Indriyati Suparno, tentang fenomena poligami di Indonesia dan narasi agama yang didominasi oleh kaum patriarki.

DW: Poligami kembali diperbincangkan dengan kehadiran aplikasi AyoPoligami yang katanya beranggotakan 4.000 perempuan. Apakah kita sedang menyaksikan normalisasi fenomena poligami?

Indriyati Suparno: Ini adalah propaganda konservatisme agama yang efektif dan cerdas, serta bisa berdampak kuat. Sebetulnya belum mengarah pada normalisasi. Tapi lebih pada menguatnya wacana  poligami  sebagai sesuatu yang dianggap wajar dan sesuai dengan Syariat. Sementara kekerasan dan kerugian yang dialami perempuan atau diskriminasi yang mereka alami akibat poligami itu belum bisa dimunculkan secara cerdas seperti wacana konservatisme ini.

Benarkah poligami identik dengan kekerasan dalam rumah tangga?

Kami di Komisi Nasional Perempuan menganalisa kasus-kasus dari berbagai sumber, salah satunya adalah Pengadilan Agama. Nah ketika kami menganalisa putusan dari Pengadilan Agama yang dikategorikan sebagai 'Poligami Tidak Sehat,' di dalamnya unsur-unsur kekerasan dalam rumah tangga terpenuhi. Misalnya ada kekerasan fisik, seksual, psikologis yang bermacam-macam, mulai dari ancaman atau pemaksaan untuk menyetujui pasangannya melakukan pernikahan lagi. Toh pengadilan Agama sudah mencantumkan poligami sebagai salah satu penyebab perceraian.

Bagaimana sebenarnya sentimen kaum perempuan terhadap konsep poligami?

Kalau di gerakan perempuan kami tegas menolak poligami. Tapi kalau di masyarakat secara umum, orang cendrung memilih keyakinan agama sebagai rujukan dalam menjalankan kehidupan dan kemudian yang mendominasi tafsir agama adalah kelompok patriarki, maka secara otomatis itu yang diyakini para pengikutnya.

Apakah gelombang konservatisme agama menggembosi perjuangan persamaan hak buat perempuan?

Itu terjadi sejak zaman dulu. Tapi kemudian tinggal wacana yang disajikan seperti apa. Kalau di kelompok perempuan lebih pada ketidakadilan yang disebabkan poligami. Tapi kalau di kelompok konservatif  wacana yang dimunculkan cendrung berkisar pada keuntungan dan harmonisasi keluarga, seperti bahwa poligami menghindarkan dari prostitusi. Nah sementara di kelompok perempuan, kita harus tegas bahwa Poligami adalah bentuk kekerasan terhadap perempuan.  Karena dalam banyak kasus kekerasan dalam rumah tangga, terutama kekerasan seksual, penyebabnya adalah Poligami, meskipun bentuknya adalah poligami yang sah.

Wawancara disunting oleh Rizki Nugraha

Indriyati Suparno merupakan salah satu pendiri Yayasan SPEK-HAM Surakarta. Kepeduliannya pada isu-isu kemanusiaan terutama hak perempuan membawanya menjadi salah satu komisioner Komisi Perempuan.