1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Politik "Jemput Bola" Cegah Pengungsi Ilegal

Dagmar Breitenbach/dpa,afp (as, vlz)2 Maret 2015

Jerman usulkan politik "jemput bola" dengan mendirikan penampungan pemohon suaka di Afrika Utara. Tujuannya untuk mencegah gelombang pengungsi ilegal dan bertambahnya jumlah korban yang mati karam di Laut Tengah.

https://p.dw.com/p/1EifM
Italien Flüchtlingsdrama Lampedusa Flüchtlingsboot
Foto: picture-alliance/ROPI

Dengan melihat data statistik lebih dari 3.000 orang yang mati karam di Laut Tengah saat imigran gelap dari kawasan konflik di Afrika dan Timur Tengah berusaha masuk ke Eropa, Jerman mengusulkan pendirian sebuah pusat penampungan pengungsi dan pemohon suaka di Afrika Utara untuk mencegah terulangnya tregedi semacam itu. Sejumlah negara di Afrika Utara diketahui menjadi lokasi keberangkatan para imigran gelap ke Eropa, biasanya dengan menumpang perahu rongsokan yang penuh sesak, melintasi Laut Tengah.

Menteri dalam negeri Thomas de Maiziere dalam wawancara dengan harian Die Welt menyebutkan, solusi semacam ini dalam jangka panjang akan sangat menguntungkan. "Di pusat penampungan pengungsi dan pemohon suaka itu, semua dokumen dan persyaratan untuk memasuki Eropa bisa diproses," ujar de Maiziere.

Dengan begitu, para pemohon suaka atau imigran yang ingin masuk ke Eropa, bisa secara legal mendapat persetujuan dan dokumennya di lokasi. "Dengan itu gelombang imigran ilegal bisa dihentikan", kata menteri dalam negeri Jerman itu. Ia mengusulkan mulai dibangunnya sebuah pilot proyek di sebuah negara Afrika Utara.

Bukan gagasan baru

Gagasan mendirikan pusat penampungan imigran di kawasan asalnya sebetulnya bukan gagasan baru, kata organisasi pelindung pengungsi Jerman Pro Asyl. "Idenya timbul tenggelam dalam kurun 10 tahun terakhir", kritik organisasi ini.

"Agenda politik dari menteri dalam negeri Jerman dan Uni Eropa pada dasarnya hendak menegaskan, tidak ada pintu masuk legal ke Eropa", ujar Karl Kopp pakar dari Pro Asyl. Ia menegaskan, para pengungsi terpaksa harus mencari rute yang berbahaya dan mahal.

Terlepas dari kritik itu, komisi tinggi pengungsi PBB - UNHCR melontarkan sinyal tanda bahaya melihat terus naiknya jumlah pengungsi ilegal ke Eropa. UNHCR mencatat rekor tertinggi pengungi ke Eropa pada 2014 dengan sekitar 218.000 orang. Tahun 2015 ini diramalkan tendensinya terus naik.

Sebagai antisipasi situasi, sejumlah negara di Afrika Utara dan kawasan Tanduk Afrika bersama Uni Eropa dan Uni Afrika akhir tahun lalu meratifikasi kesepakatan yang disebut Khartoum Process. Targetnya adalah, negara-negara bersangkutan membangun pusat penampungan calon imigran dan melakukan identifikasi jaringan kriminal terkait pengungsi ilegal. "Hanya pengungsi perang yang akan diizinkan masuk Eropa, sementara pengungsi ekonomi akan ditolak", demikian penegasan kesepakatan.

Jerman saat ini menjadi negara yang menanggung beban paling berat terkait imigran ilegal dari Afrika dan kawasan konflik di Timur Tengah. Sekitar 30 persen dari keseluruhan pengungsi menjadi kuota tampungan oleh Jerman. Sekarang negara ini sudah kewalahan mencari bangunan tempat penampungan pengungsi dan pemohon suaka. Tidak mengherankan, jika gagasan politik "jemput bola" dengan menyaring di lokasi keberangkatan, disambut baik semua pihak.