1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Presiden dan PM Yaman Terluka dalam Serangan

3 Juni 2011

Presiden Ali Abdullah Saleh dan Perdana Menteri Ali Mohammed Mujawar terluka saat rentetan tembakan dari kelompok-kelompok suku menembus dinding masjid istana kepresidenan. Tiga anggota pasukan elit tewas dalam serangan.

https://p.dw.com/p/11Tos
Demonstrasi menuntut pengunduran diri Presiden Saleh di Sanaa, Kamis (02/06)Foto: dapd

Presiden Saleh dan Perdana Menteri Mujawar langsung dilarikan ke rumah sakit kementerian pertahanan Yaman di Sanaa. Saleh luka ringan di bagian belakang kepala, sementara Mujawar menderita luka bakar pada wajah.

Sebelumnya pasukan yang loyal kepada Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh, Jumat (03/06), menembaki pemrotes yang menuntut sang diktator mundur. Konflik yang bergolak sejak Januari membawa negeri itu ke ambang perang saudara.

Sedikitnya tujuh orang terluka setelah tentara Yaman menembaki pemrotes di Sanaa, hari Jumat (03/06). Di sejumlah kawasan lain di ibukota, kelompok-kelompok suku mendukung pemrotes dalam perang di jalanan dengan tentara pemerintah. Pasukan khusus, yang dibentuk Presiden Saleh guna memerangi al Qaida, juga dikerahkan untuk menghadapi pemrotes yang berusaha menguasai gedung-gedung pemerintah.

Lebih dari 350 orang tewas sejak pemberontakan dimulai Januari, namun sedikitnya 135 dari mereka tewas dalam 10 hari terakhir dalam eskalasi yang dimulai ketika pecah perang antara aliansi suku yang dipimpin Sadeq al-Ahmar dan pasukan pemerintah di ibukota Sanaa.

Jumat (03/06), puluhan ribu warga Yaman menghadiri pemakaman massal 50 orang yang tewas dalam kekerasan terbaru di Sanaa. Anak-anak muda membopong jenasah dalam prosesi,, sementara para pemrotes berkumpul di jalan utama, menjelang sembahyang Jumat. kalangan aktivis mengatakan, para korban tewas dalam pertempuran antara pasukan Saleh dan anggota suku, atau ditembak dalam serangan tentara terhadap pemrotes selama beberapa hari terakhir.

Semakin kuat kekuatiran bahwa Yaman, yang bertetangga dengan ekportir minyak terbesar dunia, Arab Saudi, dapat jatuh ke dalam kekerasan dan menjadi negara gagal yang mengundang resiko bagi pasokan miyak global. Juga resiko bagi kemanan dunia, mengingat di Yaman terdapat cabang al Qaida, yang dikenal dengan sebutan AQAP.

Presiden Saleh tiga kali membatalkan penandatanganan perjanjian untuk mundur, yang digagas negara-negara Teluk. Semua pembatalan dilakukan pada menit-menit terakhir. Ia bertahan di kursinya walau ada tekanan dari dunia internasional agar ia mundur, dan pembelotan dari para menteri dan pemimpin militer yang menyeberang ke oposisi.

Jika pun Saleh setuju untuk mundur, tak ada yang bisa menjamin bahwa transisi akan berjalan mulus, mengingat banyak sekali resikonya, kata Christian Koch, kepala studi internasional pada Pusat Riset Teluk di Dubai.

Yaman tenggelam dalam konlfik yang berlipat-lipat. Perang jalanan antara kelompok suku dan pasukan Saleh di Sanaa, kerusuhaan rakyat di berbagai penjuru negeri, dan perang melawan cabang al Qaida, AQAP, serta militan Islam lainnya yang menguasai kota pantai Zinjibar.

Amerika Serikat dan Arab Saudi, yang sama-sama menjadi target serangan AQAP, kuatir jika al Qaida memanfaatkan instabilitas untuk membuat Yaman menjadi landasan guna melancarkan lebih banyak serangan. Tahun 2010, Yaman membentuk pasukan khusus guna memerangi AQAP. Kini, pasukan ikut diterjunkan menghadapi premrotes di Sanaa.

Ibukota Yaman itu terpecah, pasukan yang loyal pada Saleh menguasai wilayah selatan, menghadapi pemrotes, aliansi suku dan unit militer yang membelot, di utara.

Satu hal yang tidak berubah, Yaman tertatih-tatih dalam kemiskinan. Pekerjaan dan bahan pangan langka, korupsi merajalela dan sekitar 40% penduduk hidup dengan kurang dari dua Dolar per hari.

Renata Permadi/dpa/rtr

Editor: Hendra Pasuhuk