1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Presiden Sri Lanka Sukses Perluas Wewenang

9 September 2010

Para menteri kabinet Sri Lanka membantah presiden Sri Lanka menikmati kekuasaan di bawah konstitusi baru pasca perang yang lolos dalam proses amandemen di parlemen. Pengamat mencemaskan konstitusi itu mengusik demokrasi.

https://p.dw.com/p/P7h5
Mahinda RajapaksaFoto: AP

Keputusan yang diambil parlemen Sri Lanka memuluskan langkah Presiden Sri Lanka Mahinda Rajapakse untuk tetap berkuasa, meski sebelumnya telah memangku jabatan dua periode. Voting yang dilakukan parlemen menyepakati perubahan konstitusi yang memberikan kewenangan lebih luas bagi orang nomor satu di Sri Lanka itu.

Undang-undang dasar ini menjamin kepala negara untuk memiliki hak menunjuk pejabat-pejabat di posisi-posisi kunci di lembaga-lembaga yang sebelumnya independen, seperti mahkamah agung, kepolisian dan komisi pemilu.

Mahinda Rajapakse Präsident Sri Lanka
Presiden Sri LankaFoto: AP

Direktur eksekutif lembaga penelitian Centre for Policy Alternatives, Paikiasothy Saravamuttu mengatakan konstitusi itu digunakan untuk mengkonsolidasikan kekuasaan, tanpa membangun kembali struktur pemerintahan. Ditambahkannya, ini merupakan kemunduran bagi proses demokrasi. Parlemen kini hanya menjadi institusi yang melegalkan keputusan.

Amandemen undang-undang lolos dalam pemungutan suara di parlemen. Dari 225 anggota parlemen, 161 orang setuju dan 17 orang menolak, sementara kubu oposisi di parleman partai nasional bersatu UNP memboikot voting tersebut, dengan alasan tak mau terkontaminasi dengan keputusan itu.

Dalam sebuah sesi tanya jawab di parlemen sebelumnya, para menteri kabinet ngotot membela amandemen itu, dikatakan mereka amandeman ini dibutuhkan untuk menjamin stabilitas negara setelah konflik etnis berdarah yang berkepanjangan berakhir Mei tahun lalu. Saat itu Presiden Rajapakse memerintahkan serangan militer besar-besaran untuk melumpukan gerakan separatisme Macan Tamil, yang kemudian mengakhiri pemberontakan yang menggerogoti Sri Lanka puluhan tahun, sekaligus menuai tudingan terjadinya kejahatan perang.

Menteri Energi Sri Lanka Champika Ranawaka mengatakan perubahan undang-undang dasar ini akan membawa prospek ekonomi yang baik bagi Sri Lanka dan menguatkan presiden dalam mempercepat pembangunan ekonomi pasca perang. Sementara menteri perumahan Wimal Weerawansa menambahkan bahwa pemerintah bukan berniat untuk menjadi diktator. Sebab bila ingin menjadi diktator, menurutnya tak memerlukan perubahan undang-undang dasar.

Sri Lanka Tamilen mit Flagge
Bendera Macan TamilFoto: AP

Pimpinan organisasi Transparansi Internasional di Sri Lanka, JC Weliamuna tak sependapat dengan alasan yang dikemukakan oleh para menteri. Ujarnya, dalam tiga tahun terakhir, kebijakan agresif tanpa kompromi yang dilancarkan Rajapakse telah melemahkan kekuatan sipil, oposisi dan media secara sistematis. Ditambahkannya kekuasaan tak terbatas ini membahayakan.

Reputasi Rajapakse meningkat setelah militer sukses dalam menanggulangi konflik etnis di negara itu, yang membuat Rajapakse dicintai oleh para pengikutnya yang kebanyakan merupakan etnis mayoritas Singhala. Ia berjanji untuk membangun persatuan antara etnis Singhala dan Tamil yang selama ini bersengketa. Seorang mantan juru bicara kepresidenan Harim Peiris mengatakan Rajapakse memiliki kekuasaan politik untuk melaksanakan janjinya. Namun kini pertanyaannya, adakah kemauan politik untuk itu?

Ayu Purwaningsih

Editor : Agus Setiawan