1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pro-kontra Hak Pilih Tentara dalam Pemilu 2009

Saiful Bakhtiar18 September 2006

Tentara Nasional Indonesia (TNI) kini sedang mempersiapan peraturan internal soal menggunakan kembali hak pilih dalam pemilu. Padahal perdebatan untuk memasukan kembali hak pilih TNI dalam pemilu mendatang masih menjadi kontroversi.

https://p.dw.com/p/CJat
Foto: AP

Pro dan kontra soal penggunaan hak pilih pemilu bagi anggota TNI belum lagi usai. Namun markas Besar TNI telah menggodog norma dan konsepnya sejak Maret silam. Mereka juga melakukan penelitian di 26 provinsi mengenai kesiapan masyarakat bila TNI menggunakan hak pilih kembali dalam pemilu. Padahal pada tingkat perundang-undangan masih terjadi kesimpangsiuran tentang hak pilih TNI.

UU no 2 tahun 1999 yang diubah menjadi UU no 4 tahun 2000 jelas-jelas melarang TNI ikut pemilu. Namun UU no 12 tahun 2003, tertulis bahwa TNI dan Polri tidak menggunakan hak memilih pada Pemilu 2004. Yang diartikan oleh kalangan TNI bahwa mereka dapat menggunakan hak pilihnya kembali setelah 2004.

Pengamat politik lembaga penelitian CSIS Indra J Pilliang mengungkapkan, pemilu 2009 mendatang merupakan saat yang tepat bagi TNI untuk menggunakan kembali hak pilihnya.

"Kalau sekarang menurut persepsi saya sendiri, itu sudah bagus, sudah tepat TNI untuk menggunakan hak pilihnya gitu. Hanya masyarakat Indonesia dan sebagian dari elit politik masih memandang ini akan berpengaruh terhadap katakanlah profesioanlisme TNI. Ttapi menurut saya justru kebalikkannya. Kalau kita mau melakukan kontrol objektif terhadap militer, itu salah satu cara adalah mereka harus digiring masuk ke dalam proses demokratisasi sebagaimana yang dilakuklan oleh warga negara yang lain, termasuk pegawai negeri sipil."

Namun pengamat militer Universitas Gajah Mada UGM, Arie Sujito, tak sependapat. Arie mengatakan, perlu adanya perbaikan dalam tubuh TNI terlebih dahulu, sebelum kembali terjun ke kancah politik nasional.

Trauma masa lalu ketika TNI menjadi salah satu aktor utama dalam panggung politik Indonesia selama lebih dari tiga dekade, memunculkan kekhawatiran campur tangan militer kembali dalam kehidupan politik dan masyarakat.