1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Protes Belarusia Berlanjut, Lukashenko Tolak Pemilu Ulang

17 Agustus 2020

Pidato Presiden Belarusia Alexander Lukashenko diwarnai dengan adanya unjuk rasa yang dihadiri 100 ribu demonstran anti-pemerintah. Lukashenko menuduh NATO tengah membangun basis militer di perbatasan barat Belarusia.

https://p.dw.com/p/3h3iy
Unjuk rasa di Minsk
Foto: Getty Images/AFP/S. Gapon

Presiden Belarusia Alexander Lukashenko pada Minggu (16/08) menuduh NATO mengerahkan tank dan pesawat tempurnya ke perbatasan barat Belarusia. Namun, tuduhan tersebut dibantah oleh NATO.

Berbicara di depan pendukungnya di Minsk, presiden berusia 65 tahun itu menolak seruan oposisi untuk pemilihan ulang dan meminta rakyat Belarusia untuk mempertahankan negara mereka.

"Saya memanggil Anda ke sini bukan untuk membela saya, tetapi untuk pertama kalinya dalam seperempat abad, untuk membela negara Anda dan kemerdekaannya," ujar Lukashenko kepada sekitar 5.000 massa yang hadir, bersamaan dengan puluhan ribu pengunjuk rasa yang kembali turun ke jalan menuntut ia mundur.

Calon presiden dari kubu oposisi, Sviatlana Tsikhanouskaya, yang lari ke negara tetangga Lituania, pada Selasa (11/08), menginginkan penghitungan ulang suara dan sedang membentuk dewan nasional untuk memfasilitasi perpindahan kekuasaan.

Presiden Belarusia Alexander Lukashenko
Presiden Belarusia Alexander Lukashenko saat berpidato di depan pendukungnya di Minsk, Minggu (16/08).Foto: picture-alliance/dpa/V. Sharifulin

NATO membantah

NATO mengatakan pihaknya sedang memantau situasi di Belarusia. Tetapi membantah tuduhan bahwa pihaknya sedang melakukan pembangunan militer di wilayah Eropa timur itu.

"Kehadiran multinasional NATO di wilayah timur bukanlah ancaman bagi negara manapun. Itu sangat defensif, proporsional, dan dirancang untuk mencegah konflik dan menjaga perdamaian," kata seorang juru bicara NATO dalam sebuah pernyataan.

Belarusia tengah diguncang protes selama sepekan terakhir ketika Lukashenko diklaim memenangi pilpres yang menurut kubu oposisi sarat kecurangan. Dua orang dilaporkan tewas dalam aksi unjuk rasa dan ribuan lainnya ditangkap.

‘Campur tangan asing‘

Lukashenko yang telah memimpin negara pecahan Uni Soviet selama 26 tahun ini, membantah tuduhan kecurangan. Dia mengatakan unjuk rasa dikarenakan adanya campur tangan asing.

"Jika kita menurut kepada mereka, kita akan kacau balau," katanya kepada para pendukungnya. "Kita akan hancur sebagai negara, sebagai rakyat, sebagai bangsa."

"Ibu pertiwi dalam bahaya!" ujar seorang pendukung Lukashenko menanggapi pernyataan tersebut. Sementara pendukung lainnya terus meneriakkan "Kami bersatu," dan mengibarkan bendera nasional.

"Saya mendukung Lukashenko," ujar Alla Georgievna (68), kepada Reuters. "Saya tidak mengerti mengapa semua orang menentang dia. Kami mendapatkan unag pensiun dan gaji tepat waktu berkat dia."

Unjuk rasa Belarusia
Unjuk rasa kubu oposisi menuntut mundurnya Presiden Alexander Lukashenko di pusat kota Minsk, Minggu (16/08).Foto: Getty Images/S. Gapon

Unjuk rasa kubu oposisi

Sementara itu, ratusan ribu pendukung oposisi mengadakan "Pawai Kebebasan" nasional untuk terus mendesak Lukashenko agar mundur.

Di Minsk, kantor berita The Associated Press memperkirakan lebih dari 100.000 orang berunjuk rasa. Mereka berbaris sambil memegang bunga dan balon. Banyak yang mengenakan pakaian putih, warna yang melambangkan gerakan oposisi.

Demonstran memegang spanduk dengan slogan yang bertuliskan "Kami menentang kekerasan" dan "Lukashenko harus bertanggung jawab atas penyiksaan dan kematian."

Tak hanya di Minsk, namun kota-kota besar lainnya di negara berpenduduk 9 juta orang ini, juga tak luput dari aksi unjuk rasa besar-besaran. Minggu (16/08), menjadi protes kesembilan anti-pemerintah yang digelar secara berturut-turut.

Sanksi Uni Eropa

Uni Eropa (UE) mengatakan bahwa pemilihan presiden Belarusia berlangsung secara tidak bebas dan tidak adil. UE sedang bersiap untuk menjatuhkan sanksi pasca pemilihan.

Wakil Presiden Komisi Uni Eropa Josep Borrell mengapresiasi unjuk rasa yang terjadi melalui cuitannya: "Ratusan ribu warga Belarusia hari ini berdemonstrasi dengan damai, menuntut pembebasan tahanan politik, penuntutan terhadap mereka yang bertanggung jawab atas kebrutalan polisi, dan pemilihan umum yang sesungguhnya."

"Uni Eropa mendukung rakyat Belarusia," tambahnya.

Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan Uni Eropa harus mendukung unjuk rasa anti-pemerintah di Belarusia. "Uni Eropa harus terus dimobilisasi untuk mendukung ratusan ribu warga Belarusia yang memprotes secara damai untuk menghormati hak, kebebasan dan kedaulatan mereka," cuit Macron.

Sementara itu, Menteri Keuangan Jerman Olaf Scholz menggambarkan Lukashenko sebagai "diktator" yang kehilangan dukungan dari rakyatnya.

"Dia adalah diktator yang buruk dan oleh karena itu dia membutuhkan pernyataan yang jelas dan bahasa yang jelas," kata Scholz, yang juga wakil kanselir Jerman, kepada surat kabar Bild.

"Saya sangat yakin bahwa presiden ini tidak lagi memiliki legitimasi, jika tidak dia tidak akan memerintah dengan penyalahgunaan kekuatan yang brutal," kata Scholz, yang merupakan kandidat dari Partai Demokrat Sosial untuk menggantikan Kanselir Angela Merkel.

Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas juga mengatakan kepada surat kabar Bild am Sonntag bahwa Uni Eropa sedang merancang sanksi untuk menargetkan individu tertentu.

"Ini bukan tentang sanksi ekonomi, yang terutama akan memengaruhi penduduk Belarusia, tetapi kami sebagai anggota UE ingin menghukum individu tertentu yang terbukti terlibat dalam kecurangan pilpres dan kekerasan terhadap demonstran," jelas Maas.

Rusia tawarkan bantuan keamanan

Sebelumnya pada Minggu (16/08), Rusia mengatakan telah menawarkan bantuan militer kepada Belarusia. Moskow juga mengatakan tekanan eksternal sedang melanda negara itu, tetapi tidak mengatakan dari mana.

Lukashenko dalam siaran televisi nasional menyampaikan bahwa dia akan memindahkan brigade serangan udara ke perbatasan barat Belarusia. Menurut kantor berita RIA, pasukan militer Belarusia juga berencana mengadakan latihan selama seminggu untuk memperkuat perbatasan negara dengan Polandia dan Lituania mulai hari ini (17/08).

Saat ditanya apa yang dapat dilakukan untuk mencegah keterlibatan Rusia, Menteri Keuangan Jerman Olaf Scholz mengatakan: "Campur tangan militer di negara lain sama sekali tidak dapat diterima dan melanggar semua aturan yang telah kita buat sendiri di bawah hukum internasional."

rap/pkp (Reuters, AFP)