1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pukulan Telak Lain Bagi Jokowi

2 Oktober 2014

Kelompok oposisi memenangkan jabatan kunci di parlemen setelah partai pendukung presiden terpilih Joko Widodo memilih walk out, meningkatkan kecemasan bahwa program reformasinya akan terganjal di parlemen.

https://p.dw.com/p/1DOgf
Foto: Reuters

Sidang pertama para anggota parlemen baru, didominasi oleh partai pendukung bekas jenderal Prabowo Subianto dalam pemilihan presiden Juli lalu, dimana ia kalah dari Jokowi, pemimpin terpilih pertama yang tidak punya akar dengan otokrasi masa lalu.

Para pendukung Prabowo sebelumnya telah memamerkan otot mereka di hari-hari terakhir parlemen periode sebelumnya dengan memilih untuk menghapuskan pemilihan langsung kepala daerah, sebuah pukulan telak bagi Jokowi yang menggambarkannya sebagai sebuah kemunduran bagi demokrasi Indonesia yang masih muda.

Mereka berusaha menjaga momentum pada pembukaan masa sidang pertama dari 560 anggota parlemen baru dengan memastikan pendukung mereka terpilih sebagai ketua dan empat wakil ketua, posisi kunci untuk mengamankan perdebatan terkait undang-undang baru.

Persidangan panas, penuh interupsi, perdebatan berlangsung sepanjang malam, dengan PDI Perjuangan yang sebagai pendukung utama Jokowi, menuntut pemilihan pimpinan parlemen ditunda karena malam sudah terlalu larut.

Namun kubu oposisi dari Koalisi Merah Putih berkeras agar posisi itu segara ditentukan, mendorong para pendukung Jokowi menyerbu podium pembicara, dan akhirnya memilih walk out, tak lama kemudian.

Ini membuat partai pendukung Prabowo, yang menguasai 63 persen kursi, tanpa perlawanan untuk meloloskan kandidat mereka.

Setya Novanto, seorang figur senior partai Golkar – bekas kendaraan politik diktator Suharto, yang jatuh pada 1998 – terpilih sebagai ketua umum Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang baru dan tiga politisi oposisi lainnya termasuk Fadli Zon dari Gerindra dan Fahri Hamzah dari PKS dipilih sebagai wakil ketua.

Apa yang terjadi pada sesi pembukaan sidang parlemen ini adalah sebuah pertanda buruk bagi Jokowi yang akan dilantik pada 20 Oktober mendatang, karena ia membutuhkan dukungan parlemen untuk mendorong program-program reformasi yang bertujuan menghidupkan kembali perekonomian yang lesu dan membantu rakyat miskin, demikian pendapat para analis.

“Hubungan antara presiden dan parlemen akan ditandai dengan konflik pada tahun-tahun mendatang,“ kata Syamsuddin Haris, seorang analis politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), mengacu pada periode kepemimpin presiden terpilih Jokowi.

ab/rn (afp,ap,rtr)