1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Rakyat Miskin di Tanah yang Kaya

10 Januari 2011

Aksi unjuk rasa menentang kemiskinan yang diwarnai tindak kekerasan di Tunisia dan Aljazair, semakin menajam. Hingga akhir pekan kemarin, batu, granat gas air mata dan bom molotov masih beterbangan di udara.

https://p.dw.com/p/zvx3
Protes di AljazairFoto: dapd

Di Tunisia, demonstrasi sudah dimulai sejak pekan-pekan lalu memrotes tingginya angka pengangguran. Sementara di Aljazair, protes dilakukan warga untuk menentang kenaikan harga bahan pokok sebesar 50 persen. Senin kemarin, ketegangan masih terjadi di Tunisia, sementara di Aljazair pemerintah mulai membenahi sisa-sisa kerusuhan.

Tunesien Demonstration Pressefreiheit Arbeitslosigkeit
Demo di TunisiaFoto: dapd

Uni Eropa Memrotes Penanganan Demonstran di Tunisia

Uni Eropa mengecam keras kekerasan yang dilakuakn pemerintah Tunisia untuk meredam aksi protes di negara tersebut. Hingga Senin kemarin, polisi masih menembakan peluru karet dan gas air mata untuk membubarkan kerumunan demonstran. Di Rgeb, saksi mata melaporkan upacara penguburan dilakukan bagi korban tewas. Akibat menajamnya aksi protes di Tunisia, belasan orang terenggut nyawanya pada akhir pekan lalu. Aksi protes dipicu oleh keputusasan rakyat akibat tak adanya lapangan kerja.

Aktivitas di Aljazair Mulai Normal

Sementara di Aljazair, pemerintah mulai membenahi kembali bekas-bekas kerusuhan yang terjadi pekan lalu. Dalam kerusuhan yang dipicu oleh kenaikan harga kebutuhan pokok itu, tercatat lima orang tewas, ratusan terluka dan seribuan orang dipenjara. Tujuh puluh institusi rusak akibat huru-hara tersebut.

Algerien Ausschreitungen bei Protesten in Algiers
Kerusuhan di AljierFoto: AP

Hingga akhir pekan kemarin, batu, granat gas air mata dan bom molotov masih beterbangan di udara. Orang-orang di Aljier dan kota-kota lainnya melepaskan kegeramannya. Harga kebutuhan pokok, termasuk diantaranya tepung, gula, minyak goreng, baru-baru ini naik sekitar 50 persen. Kenaikan harga ini berbuntut musibah, karena daya beli masyarakat begitu rendah. Banyak keluarga yang bertahan hidup hanya dengan sekitar 1,2 juta rupiah per bulannya: “Bagi kami, satu-satunya solusi adalah dengan kabur ke Eropa. Pemerintah telah meremehkan dan merendahkan kami. Kami harus selalu membayar lebih untuk sewa rumah, listrik. air dan kini untuk gula. Kami semua miskin.”

Rakyat Muak Terhadap Pemerintah

Pemerintah Aljazair telah menjanjikan tindakan yang tegas. Bea dan pajak impor untuk kebutuhan pokok akan diturunkan, pasar umum harus memperoleh pasokan gandum agar harga tepung dapat ditekan. Tetap saja tindakan yang diambil tersebut tak mencukupi. Gejolak yang terjadi di Aljazair bukan hanya sekedar karena mahalnya harga gula: “Kami sudah muak dengan pemerintah. Sudah sepuluh tahun kami menderita dan hingga kini tak kunjung membaik.“

Padahal Aljazair merupakan negeri yang sangat kaya akan minyak dan gas bumi. Kas negara pun terisi dengan baik. Menurut Francis Ghiles dari Pusat Studi Internasional di Barcelona, protes baru-baru ini lebih karena kekesalan atas pemerintah yang korup di Aljazair: „Negara ini meraup devisa 150 milyar euro – tidak mengalami kekurangan uang, lebih pada sistem ekonomi patronase. Ini adalah sebuah kasino. Tak ada keteraturan, tak ada rencana, tak ada perspektif. Pemerintah membisu. Penguasa tak mau mendengar suara rakyat. Pemerintah tidak melihat masalah yang ada di akar rumput, atau bisa jadi tidak ingin melihat masalah itu.”

Algerien Polizei Ausschreitungen
Kerusuhan di timur AljazairFoto: AP

Keputusasaan kini menyelimuti masyarakat, dan itu sebenarnya sudah lama terjadi. 75 persen warga Aljazair berusia di bawah 30 tahun, namun tak ada lapangan kerja yang tersedia. Angka pengangguran mencapai 25 persen. Memiliki rumah tidaklah mudah, sementara kesempatan pendidikan juga tidak memadai. Siapapun ingin lari ke Eropa. Pemerintah Aljazair tak menemukan jawabannya. Sebelas tahun lamanya, Presiden Abdelazis Bouteflika menjabat sebagai orang nomor satu di negeri itu dan masih ingin terus bertahan. Ia didukung oleh klik kekuasaan mulai dari militer, politisi maupun pemimpin-pemimpin ekonomi. Pemilihan umum berikutnya akan berlangsung tahun 2014, namun sebelum mencapai waktu tersebut, tampaknya kesabaran anak-anak muda sudah habis.

Alexander Göbel / Ayu Purwaningsih

Editor : Agus Setiawan