1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

RAPBN 2010: Dikritik, Asumsi Pertumbuhan Ekonomi Hanya 5%

3 Agustus 2009

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Senin siang menyampaikan pidato pengantar Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara RAPBN tahun 2010 dan nota keuangan di hadapan rapat paripurna DPR.

https://p.dw.com/p/J2i9
Susilo Bambang YudhoyonoFoto: AP

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan penyusunan RAPBN tahun 2010 sangat dipengaruhi oleh krisis ekonomi global. Meski demikian dalam pidatonya di depan Sidang Paripurna Luar Biasa DPR, Yudhoyono memprioritaskan pertumbuhan ekonomi tinggi. Presiden memperkirakan, pada tahun 2010 krisis global telah memasuki fase pemulihan. Ini artinya akan menjadi momentum positif bagi upaya pemerintah mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional. Atas asumsi itu maka pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekonomi di tahun depan akan mencapai lima persen, atau lebih tinggi 0,5 persen dari target pertumbuhan ekonomi tahun 2009.

“Pertumbuhan ekonomi diperkirakan sekitar 5 persen. Tingkat inflasi 5 persen. Nilai tukar rupiah terhadap dolar rata-rata 10.000/dollar AS. Suku bunga sertifikat bank indonesia (SBI) tiga bulan rata-rata 6,5 persen. Harga minyak mentah Indonesia di pasar internasional 60 dollar AS per barrel serta lifting minyak mentah Indonesia diharapkan mencapai 965.000 barrel per hari.”

Krisis global yang telah berdampak pada perekononomian nasional sejak kuartal akhir 2008 lalu, disiasati dengan mempertajam prioritas belanja nasional. Antara lain dengan melanjutkan seluruh program kesejahteraan rakyat seperti Program Nasional Pembiayaan Masyarakat Mandiri, bantuan operasional sekolah, dan program jaminan kesehatan masyarakat. Juga kenaikan gaji pegawai negeri sipil PNS dan TNI Polri.

Pro pertumbuhan pro mengentaskan kemiskinan dan pro penciptaan lapangan kerja, menjadi tiga kebijakan utama yang diambil pemerintah.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri MS Hidayat memandang, sejumlah asumsi makro ekonomi yang dipaparkan pemerintah cukup realistis, namun dianggapnya kurang ekspansif: “Saya sepakat, semua ekonomi makronya, tapi saya menganggap RAPN ini kurang ekspansif dimata pengusaha. Di pertumbuhannya maupun di anggaran anggaran departemen. Yang naik cuma (anggaran) pertahanan kan, PU saja turun, Perhubungan turun. Mematok 5 persen pertumbuhan saya kira realistis, tetapi belum cukup untuk menciptakan lapangan kerja baru dan menumbuhkan sektor riil. Sebab kalau sector riil tumbuh menjadi priorotas, birokrasi dibenahi, saya yakin, pertumbuhan 6 persen dapat dicapai. Semua indikasi makronya saya sepakat kecuali pertumbuhan.”

Kepala Ekonom Bank BNI, Tony Prasetiantono sependapat. Menurutnya, meski RAPBN itu disusun ditengah krisis global, namun pemerintah semestinya memasang asumsi pertumbuhan ekonomi lebih tinggi. Secara keseluruhan, Tony Prasentiantono memandang:

“Pidato ini cenderung konservatif ya. Misalnya Pertumbuhan ekonomi tahun depan 5 persen, itu sebetulnya belum menunjukkan ekstra usaha yang besar, yang maksud saya. Kalau bekerja keras sebetulnya pertumbuhan lebih dari 5 persen itu sangat mungkin terjadi. Misalnya 5,5 persen. Kemudian hal yang lain adalah deficit RAPBN yang diproyeksikan 1,6 persen itu juga termasuk yang konservatif. Memang disatu pihak akan lebih mudah mengamankan APBN yang tahun 2010, tapi di sisi lain, stimulus kurang bisa optimal, kurang besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.”

Zaki Amrullah

Editor : Ayu Purwaningsih