1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Reaksi Afrika atas Hasil KTT Iklim

20 Desember 2009

Negara-negara kepulauan dan sejumlah negara Afrika berjuang di Kopenhagen, agar ada tujuan kongkrit pengurangan jumlah emisi CO2. Kini mereka sadar, kompromi dari Kopenhagen hanya langkah pertama ke arah yang benar.

https://p.dw.com/p/L9HJ
Logo KTT Iklim di Kopenhagen

Pemanasan global harus dibatasi di bawah 2°C. Terutama AS, Cina dan India yang menjadi negara dengan jumlah emisi gas rumah kaca paling besar, awalnya akan berusaha merumuskan tujuan untuk mengurangi emisi. Di samping itu negara-negara kaya akan menyetujui bantuan keuangan bagi negara-negara miskin untuk mengatasi dampak perubahan iklim. Itulah inti utama KTT di Kopenhagen. Bagi sebagian delegasi yang hadir itu adalah dasar kesepakatan iklim baru yang dirumuskan dengan hati-hati. Sedangkan bagi kritikus, itu hanyalah rumusan tujuan yang tidak sesuai keadaan dan secara hukum tidak mengikat.

Yang melontarkan protes antara lain Afrika. Padahal, banyak delegasi dari Afrika berkali-kali menyatakan optimis, KTT Kopenhagen akan berhasil. Misalnya Menteri Lingkungan Hidup Aljazair Chérif Rahmani. Ia mengatakan, benua Afrika, yang menanggung sebagian besar dari keputusan KTT, ingin menjadi bagian dari jalan keluar dan tidak mau menuding negara lain. Afrika ingin ikut berperan.

Flash-Galerie Dürre in Ostafrika Fluten in Westafrika
Gambar simbol. Kekeringan di Afrika Timur dan banjir di Afrika BaratFoto: AP/Montage DW

Sengketa antara Kaya dan Miskin

Tetapi sengketa antara kaya dan miskin tentang pembagian beban dalam upaya perlindungan iklim, telah meracuni suasana konferensi hanya beberapa hari setelah dimulai. Di Kopenhagen penyelamatan iklim berkembang menjadi masalah jumlah uang yang harus ditulis dalam buku cek dan sengketa kepentingan. Demikian keluhan Presiden Senegal Abdoulaye Wade. "Kita pertama-tama harus sepakat untuk menyelamatkan planet ini! Dan bukan mendiskusikan bantuan finansial berikutnya," demikian dikatakan Wade dengan marah.

Delegasi Afrika bahkan menghentikan untuk sementara perundingan dengan negara-negara industri maju. Duta Besar Sudan di PBB, Lumumba Di-Aping, yang juga menjadi juru bicara kelompok negara berkembang dan ambang industri G-77 mengkritik rencana bantuan yang telah disepakati Uni Eropa. Tujuh milyar Euro terlalu sedikit, demikian dikatakan Di-Aping seraya menambahkan, Uni Eropa dan AS memberikan uang jauh lebih banyak bagi militernya daripada bagi perlindungan iklim.

Dilanjutkan Tahun Depan

Sudan Dänemark Lumumba Stanislaus Di-Aping Sprecher der GZZ
Lumumba Di-Aping di Kopenhagen (09/12)Foto: AP

Presiden Kamerun Paul Biya memberikan reaksi yang optimis tetapi hati-hati atas rencana baru negara-negara industri untuk memberikan tambahan bantuan dana sejumlah milyaran bagi perlindungan iklim. Bagi Paul Biya, sinyal ini seharusnya sudah diberikan sejak lama. Ia mengatakan, "Definisi peranan negara-negara indusri untuk mengurangi emisi gas rumah kaca kini harus jelas dan dapat diukur. Transfer teknologi juga harus digalakkan, supaya negara-negara berkembang juga dapat ikut dalam perlindungan iklim."

Setelah melontarkan kecaman-kecaman keras pekan lalu, sikap juru runding utama Afrika, Di-Aping, secara mengejutkan berubah menjadi lebih berdamai. Ia mengatakan, kompromi minimal yang telah disepakati setidaknya mendorong proses perlindungan iklim hingga tahun depan. Jadi penyelamatan dunia tidak gagal, melainkan ditunda. Selambatnya hingga KTT Iklim Desember 2010 di Mexiko.

Alexander Göbel / Marjory Linardy

Editor: Anggatira Rinaldi