1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Reaksi pers dunia terhadap kasus ledakan bom di Jakarta

10 September 2004

Sudah dapat diduga, ledakan bom di depan Kedubes Australia di Jakarta , dengan 9 korban tewas dan ratusan korban luka-luka , tidak hanya mengejutkan Indonesia dan Australia. Harian-harian terkemuka Jerman dan Eropa juga menyatakan rasa keprihatinan dan kekhawatirannya, karena dalam aksi teror kejam itu , seperti biasa, para korbannya adalah justru mereka yang tidak punya peran dalam kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan terorisme.

https://p.dw.com/p/CPQw

.

Sementara ini Menlu Australia Alexander Downer, dalam keterangan pers seusai bertemu dengan Menlu Hassan Wirajuda di Jakarta, Jumat pagi, menyatakan , Australia dan Indonesia akan bersama-sama memerangi terorisme dan yakin akan memenangkan perang itu. Downer menambahkan, bahwa Australia dan Indonesia telah menjadikan teroris sebagai musuh bersama. Tanggung jawab pemerintah Indonesia dan Australia adalah untuk menangkap para pelaku dan membawanya ke pengadilan, demikian kata Downer

Harian Jerman Süddeutsche Zeitung dalam komentarnya melacak latar belakang para pelaku serangan teror:

Mengkhawatirkan adalah pengaruh Arab yang semakin tumbuh di kawasan Asia Tenggara. Hampir semua pelaku dari golongan radikal-Islam di kawasan itu pernah memperoleh pendidikan di Timur Tengah. Yang rentan terhadap aliansi yang membawa malapetaka itu , seringkali adalah orang-orang yang pernah belajar di negara-negara Arab. Mereka kebanyakan berasal dari kalangan menengah yang berpendidikan, bukan dari lapisan bawah atau kalangan miskin di desa-desa. Pemerintah Jakarta yang lemah harus memobilisasikan seluruh kekuatannya untuk menghadapi ancaman tsb.

Harian Frankfurter Allgemeine Zeitung mengulas:

Korban ledakan bom hari Kamis lalu, terutama adalah warga lokal, para pengendara motor, warga yang kebetulan lewat , dan petugas satpam. Para pengamat bertanya, apakah para teroris tidak berhasil mencapai sasaran sebenarnya, ataukah memang mereka bersedia mengambil risiko untuk membunuh orang-orang yang tidak bersalah. Ancaman terorisme Islam oleh PM Australia akan dijadikan isu utama dalam kampanye pemilu. Seperti Bush , John Howard ingin dipilih kembali sebagai tokoh kuat, sebagai pembela gigih kepentingan keamanan negaranya. Tidak jelas, dampak serangan bom terhadap pemilihan presiden di Indonesia 20 September mendatang. Tiga serangan teror yang paling dahsyat dalam sejarah Indonesia terjadi di masa pemerintahan Megawati. Namun , di bawah pemerintahan Megawati , aparat keamanan juga meraih sukses terbesar dalam pelacakan dan penangkapan para pelakunya. Sementara banyak orang percaya Susilo Bambang Yudhoyono, sebagai mantan jendral, tentu akan mampu menindak keras terrorisme. Namun tampaknya simpati terhadap Islam-radikal semakin berkurang di Indonesia. Itu terlihat dalam Pemilu Parlemen April lalu. Kedua kandidat presiden , merupakan dua tokoh sekuler , yang menolak fanatisme agama, yang menganggap agama sebagai masalah pribadi. Karenanya isu teror , tidak memainkan peran penting dalam kampanye pemilihan presiden.

Harian Swiss Neue Zürcher Zeitung menilai, serangan bom Kamis lalu tidak menguntungkan bagi Presiden Megawati. Sebab Megawati juga di dalam negeri dikritik kurang tegas membrantas terorisme, karena tidak mau kehilangan suara kelompok Islam. Dilihat dari perspektif ini , rakyat mungkin menginginkan tangan dan sosok yang kuat. Dan inilah peluang bagi SBY.

Komentar selanjutnya harian Neue Zürcher Zeitung:

Karena ledakan bom terjadi hanya beberapa meter dari kedutaanbesar Australia, ada anggapan serangan teror itu ditujukan kepada Australia. Meski belum ada petunjuk , motif dan bukti yang jelas mengenai siapa pelaku ledakan bom itu, Australia telah mennafsirkannya sebagai serangan terahadap dirinya. Media massa juga menekankan, Australia untuk pertama kalinya diserang scara langsung, meski pun tidak di wilayahnya sendiri. Serangan bom Bali dua tahun lalu juga merupakan pukulan berat bagi Australia, karena banyak warganya tewas dalam ledakan bom itu. Namun ketika itu serangan bom Bali lebih dirasakan sebagai serangan terhadap gaya hidup barat. Namun bila terbukti, serangan yang diduga pelakunya adalah Jemaah Islamiyah , memang ditujukan kepada Australia , terutama untuk mempengaruhi jalannya Pemilu di negara itu pada 9 Oktober mendatang, seperti halnya serangan teror di Madrid, maka itu motif yang sangat mengkhawaitrkan. Sebab itu membuktikan, hubungan antara Jemaah Islamiyah dengan Al Qaeda , jauh lebih erat, daripada yang disangka selama ini.

Harian Belgia De Standaard menganggap ledakan bom di Jakarta bukan suatu kebetulan:

Bahwa Jakarta justru pada saat ini dikejutkan lagi oleh ledakan bom, bukanlah suatu kebetulan. Dua hari menjelang 11 September, 10 hari sebelum pemilihan presiden di Indonesia dan sebulan sebelum Pemilu di Australia. Australia merupakan salah satu negara yang secara aktif terlibat dalam Perang Irak dan mengirim pasukan ke negara itu. PM John Howard bahu-membahu dengan Presiden George Bush memerangi terorisme internasional. Organisasi teror Jemaah Islamiyah tampaknya juga hendak memberi peringatan kepada Presiden Megawati. Setelah serangan teror 11 September, Megawati semula menolak tindakan keras terhadap organisasi teror itu, namun setelah serangan bom Bali sikapnya berubah.