1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Referendum Kroasia Tolak Pernikahan Sesama Jenis

2 Desember 2013

Mayoritas pemilih Kroasia dalam referendum menolak pernikahan sesama jenis. Referendum itu didukung oleh Gereja Katolik, namun pelaksanaannya dikritik kelompok hak asasi.

https://p.dw.com/p/1ARiZ
Foto: STR/AFP/Getty Images

Sekitar 66 persen peserta referendum menyatakan mereka ingin agar konstitusi Kroasia menetapkan pernikahan sebagai "persatuan antara seorang wanita dan seorang pria". Referendum tersebut digelar hari Minggu (01/12). Menurut Komisi Pemilu yang menyelenggarakan referendum itu, tingkat partisipasi sekitar 37 persen.

Konstitusi Kroasia memang tidak memuat definisi pernikahan. Undang-undang saat ini mengijinkan pasangan sesama jenis mendaftarkan diri sebagai "pasangan hidup". Karena khawatir pemerintah Kroasia bisa melegalisasi pernikahan sesama jenis, kalangan Gereja Katolik dan kubu konservatif kemudian menuntut pelaksanaan referendum itu.

Pemerintah Kroasia, kelompok hak asasi dan beberapa tokoh publik sebenarnya menolak referendum semacam itu, karena khawatir akan meningkatkan diskriminasi terhadap kaum homoseksual. Tapi Gereja Katolik mendukung aksi "Atas Nama Keluarga" dan mengumpulkan sekitar 700.000 tanda tangan yang menuntut agar definisi pernikahan dimasukkan dalam konstitusi.

Setelah memenangkan referendum, ketua aksi "Atas Nama Keluarga", Zeljka Markic, mengatakan: "Kali ini kita berhasil melindungi pernikahan. Lain kali kita akan melakukan hal yang sama untuk isu yang sama pentingnya."

Bisa Tingkatkan Diskriminasi

Para penentang referendum memperingatkan, hasil ini bisa meningkatkan diskriminasi dan menyulut represi terhadap kaum minoritas dalam isu-isu lain. Perdana Menteri Kroasia Zoran Milanovic sebelumnya menyebut referendum itu sebagai "tidak ada gunanya dan menyedihkan".

Kalangan pengamat mengatakan, situasi ekonomi yang memburuk, dengan makin banyak orang menganggur dan merasa frustasi, membuat segala bentuk radikalisme meningkat.

"Hari ini mereka menargetkan kelompok homoseksual, besok kelompok lain, misalnya para pengendara sepeda, atau para pemilik anjing. Ini bisa menjadi pintu masuk bagi fasisme," kata Ilija Desnica, pria berusia 60 tahun yang menolak referendum itu.

Tapi Gereja Katolik mengimbau agar warga menyetujui referendum tersebut. 90 persen warga Kroasia beragama Katolik Romawi.

"Pernikahan adalah satu-satunya persatuan yang menghasilkan keturunan", tulis Kardinal Josip Bozabic dalam sebuah surat yang disebarkan ke seluruh negeri. "Itulah bedanya pernikahan dengan bentuk persatuan lain."

Sudah Lebih Baik

Sekalipun hasil referendum Kroasia menolak pernikahan sesama jenis, situasi kelompok homoseksual sebenarnya sudah jauh lebih baik. Tahun 2002, parade kelompok homoseksual masih jadi sasaran serangan kelompok ekstrim. Para pesertanya dikejar dan dipukuli. Sekarang, parade semacam itu sering dilakukan dan mendapat penjagaan aparat keamanan. Isu homoseksualitas juga sudah didiskusikan lebih terbuka di media.

Sejak 2003, pasangan sesama jenis yang sudah hidup bersama sedikitnya selama tiga tahun bisa mendaftarkan diri dan mendapat beberapa hak sebagai "pasangan hidup".

Kroasia bulan Juli lalu resmi menjadi anggota Uni Eropa. Referendum hari Minggu adalah yang pertama kali digelar di Kroasia sejak negara itu menyatakan kemerdekaan tahun 1991.

hp/ml (afp, rtr)