1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

230410 Nordkorea Währung Nahrung

23 April 2010

Di Korea Utara, sekitar 1,7 juta warga bergantung pada bantuan pangan. Devaluasi mata uang yang dilakukan akhir tahun 2009 lalu memperburuk pasokan pangan bagi penduduk.

https://p.dw.com/p/N4sq
Lembar mata uang Korea Utara baru yang dikeluarkan ketika reformasi mata uangFoto: AP

Di Pyongyang, ibukota Korea Utara, ponsel bukan hal baru lagi. Diperkirakan, sudah 100.000 warga memiliki ponsel. Di jalanan kota Pyongyang, sekarang juga mulai terlihat mobil Mercedes, BMW dan bahkan Porsche. Tapi, di luar ibukota pemandangannya sungguh berbeda. Di sini tampak jelas bahwa barang-barang mewah itu hanyalah simbol status lapisan masyarakat teratas. Di kawasan pedesaan, para petani bekerja membanting tulang. Karena musim dingin yang panjang, para petani baru sekarang dapat mulai mengolah lahannya. Mereka tidak memiliki peralatan modern, semua harus dilakukan dengan tangan.

Johan van der Kamp, pimpinan organisasi bantuan Jerman Welthungerhilfe pesimis melihat situasi Korea Utara. "Kami memperkirakan bahwa hasil panen tahun ini akan lebih sedikit dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Tambahan lagi, sejak adanya reformasi mata uang, pasokan bahan pangan semakin buruk."

Akhir tahun 2009 lalu, pemerintah di Pyongyang melakukan devaluasi mata uang. Kini, pemerintah mengakui bahwa saat itu terjadi sejumlah kesalahan. Sekjen organisasi kemitraan Jerman dan Korea Jin Myong O tetap beranggapan, ini bukan kesalahan pemimpin Korea Utara. "Kami memang melakukan perubahan, jujur saja: sampai tahun lalu, inflasi mata uang kami sangat kuat . Kami harus mempertahankan mata uang nasional kami. Karena itu kami melakukannya. Tapi ternyata para pakar melakukan beberapa kesalahan. Sempat ada kekacauan, tapi ini justru membuktikan bahwa kalangan di sekitar Jendral Kim Jong Il sangat setia."

Yang dijadikan kambing hitam malah pejabat yang bertugas mengawasi proses devaluasi. Ia dihukum mati Maret lalu. Sementara itu, dampak dari kebijakan moneter pemerintah masih terasa di ibukota Korea Utara. Pasar Tongil di jantung Pyongyang terlihat sepi. Dekat perbatasan kota terlihat beberapa pedagang kaki lima yang menjajakan barangnya dengan harga tinggi. Ekonomi Korea Utara tersendat-sendat. Karena itu, pemerintah berniat mengundang sejumlah investor asing ke negara komunis itu.

Sebagai Sekjen Organisasi Persahabatan Jerman Korea, Jin Myong O sangat tertarik pada Jerman. Hubungan antara kedua negara sudah terjalin selama satu dasawarsa. "Dalam sepuluh tahun ini kami sudah mencapai banyak hal dengan Jerman. Bagi kami, hubungan dengan Jerman menjadi teladan bagi hubungan kami dengan negara Eropa lainnya."

Pertanyaan yang merujuk pada situasi politik dalam negeri Korea Utara jarang mendapat jawaban. Masalah seperti uji coba nuklir atau kapal patroli Korea Selatan yang tenggelam di perbatasan Korea Utara sama sekali tidak boleh disinggung. Yang boleh ditanyakan malah soal Kim Jong Un, putra bungsu Kim Jong Il. Kim Jong Il belakangan mengalami sejumlah masalah kesehatan, sehingga beredar kabar, putranya yang berusia 28 tahun ini akan mengambil alih tampuk pemerintahan.

Peter Kujath/Ziphora Robina
Editor: Yuniman Farid