1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Revolusi Terapi Tuberkulosis

Gudrun Heise24 Maret 2013

Kasus penyakit Tuberkulosis belakangan naik lagi seiring naiknya prevalensi infeksi HIV. Sebuah obat paten baru diharapkan merevolusi terapi TBC setelah jalan di tempat selama 50 tahun.

https://p.dw.com/p/182Z6
Foto: AP

TBC yang dijuluki penyakit warga miskin, hingga kini tidak berhasil diberantas. Kasusnya bahkan kembali meningkat, misalnya di kawasan Eropa Timur. Salah satu pemicunya adalah naiknya prevalensi HIV dan penggunaan antibiotika tidak rasional.

TBC Tuberkulose Erreger
Mycobacterium tuberculosis pemicu pebnyakit TBC .Foto: picture-alliance/dpa

Menurunnya kekebalan tubuh akibat serangan virus HIV, memudahkan serangan Mycobacterium tuberculosis. Laporan organisasi kesehatan dunia menyebutkan, setiap tahun lebih 9 juta tercatat sebagai penderita baru infeksi TBC. Angka kematian atau mortalitasnya, rata-rata dua juta penderita per tahun. 

Terapi TBC lazimnya dilakukan dengan pemberian antibiotika, tapi amat membosankan dan dalam kasus tertentu perlu waktu hingga dua tahun. Inilah yang memicu banyaknya penderita "dop out" dan menyebabkan bakteri TBC menjadi kebal obat-obatan antibiotika.

Juga obat-obatan pembasmi TBC yang lazim diberikan, berasal dari tahun 1963 dan diduga kurang ampuh mengobati TBC jenis baru yang multi resisten. Setelah 50 tahun mandeg, kini dipasarkan obat baru untuk memerangi TBC, yang nama generiknya Bedaquiline dengan nama dagang Sirturo.

Perpendek Waktu Terapi TBC

Bedaquiline diakui memiliki mekanisme keampuhan baru. "Sejauh ini, obat baru TBC ini dipandang merupakan perluasan dari obat yang sudah ada. Terutama untuk memerangi penyakit paru-paru  yang memgembangkan multi resistensi", ujar Profesor Tom Schaberg, anggota komisi pusat Jerman untuk eradikasi TBC.

Schaberg mengatakan lebih lanjut, "Jika jangka waktu pengobatan bisa dikurangi hingga tiga atau empat bulan saja, obat baru Bedaquiline bisa disebut sukses." Target ambisius para peneliti kedokteran sejauh ini, adalah memperpendek jangka waktu pengobatan hingga enam bulan.

TBC Tuberkulose Frau Patientin Indien
Pasien TBC multi resisten di kawasan endemik India.Foto: picture-alliance/dpa

Yang juga harus diperhatikan, pemberian Bedaquiline hendaknya dikombinasikan dengan obat-obatan yang sudah eksis. Tuberkulosis lazimnya dibasmi dengan pemberian kombinasi obat-obatan. Jika tidak, penyakit ini dengan cepat akan mengembangkan kekebalan terhadap antibiotika.

Jika Sirturo dapat memperpendek pengobatan TBC multi ressiten, itu ibaratnya revolusi dalam terapi penyakit paru-paru ini. Namun sejauh ini, izin peredaran obat baru TBC itu hanya terbatas di AS.

Namun dalam waktu dekat, Aliansi TBC diharapkan dapat menjalin kesepakatan, untuk mendorong penggunaan terapi baru itu di negara-negara miskin endemik TBC, dengan biaya terjangkau. Aliansi ini merupakan gabungan sejumlah NGO termasuk NGO yang dibentuk Bill dan Melinda Gates, WHO dan perusahaan farmasi AS, untuk mengembangkan obat-obatan baru yang dananya dihimpun dalam yayasan yang disebut  Global Fund.