1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikAmerika Utara

Robocall Misterius Minta Warga AS Tidak Keluar Rumah

4 November 2020

FBI dan Jaksa Agung New York menyelidiki sejumlah robocall misterius yang mendesak warga untuk tidak keluar rumah di hari pemilu, saat warga AS harus memilih antara Presiden Trump dan penantangnya Joe Biden.

https://p.dw.com/p/3kpp4
TPS pemilu AS di Sioux City, Iowa
TPS di Sioux City, IowaFoto: Jerry Mennenga/ZUMAPRESS.com/picture-alliance

Para ahli yang berbicara kepada Reuters mengatakan mereka bingung dengan salah satu kampanye robocall, yang mengimbau orang untuk tetap di rumah tetapi tidak secara eksplisit menyebutkan pemungutan suara. Robocall adalah panggilan telepon yang diprogram menggunakan komputer, sehingga terdengar seperti suara robot.

"Ada sedikit kebingungan tentang ini," kata Giulia Porter, wakil presiden RoboKiller, perusahaan yang memerangi telemarketer dan robocall dan telah melacak kampanye tersebut.

Audio dari panggilan tersebut, yang dibagikan RoboKiller dengan Reuters, menampilkan suara sintetis wanita yang mengatakan: "Halo. Ini hanya panggilan percobaan. Saatnya untuk tinggal di rumah. Tetap aman dan tetap di rumah." Porter mengatakan panggilan itu telah dilakukan jutaan kali dalam 11 bulan terakhir atau lebih, tetapi pada hari Selasa (03/11) telah melonjak ke peringkat 5 atau 6 dalam daftar panggilan spam terbanyak.

"Panggilan robot ini dikirim dengan volume yang sangat tinggi," tambahnya.

FBI menyatakan telah mendapat informasi tentang kampanye robocall tersebut, namun tidak memberikan komentar lebih lanjut.

Komisi Komunikasi Federal (FCC) AS juga mengetahui laporan tentang robocall, ujar seorang pejabat FCC pada hari Selasa (03/11).

Memicu kecemasan

Porter mengatakan perusahaannya masih dalam proses mengumpulkan angka-angka tentang intensitas kampanye pada hari Selasa, tetapi diperkirakan "ribuan atau puluhan ribu" orang telah menerimanya.

Salah satunya adalah Hashim Warren, pemilih Demokrat berusia 40 tahun yang tinggal di Greensboro, North Carolina, dan bekerja di bagian pemasaran perusahaan pengembangan web.

Warren, yang berkulit hitam, mengatakan panggilan itu memicu kecemasan  tentang potensi kekerasan seputar pemilu dari pendukung sayap kananPresiden Donald Trump.

Janaka Stucky, 42, seorang pemilih Demokrat yang tinggal di Medford, Massachusetts, juga menerima panggilan robot. "Pikiran pertama saya, itu adalah uji coba kota untuk masalah lockdown karena COVID," katanya kepada Reuters. "Semakin saya memikirkannya, saya seperti, oh ini benar-benar terasa sangat aneh dan kemudian mulai merasa seperti, mungkin, upaya penindasan pemilih," tambahnya.

Robocall dengan pesan serupa atau identik yang mendesak orang untuk tinggal di rumah dilaporkan di serangkaian negara bagian termasuk Florida dan Iowa. Pejabat di Kansas juga melaporkan mendapatkan laporan tentang robocall.

Di Michigan, para pejabat mengatakan mereka mendapat laporan dari sejumlah robocall terpisah yang mendesak penduduk di kota Flint yang bermayoritas warga kulit hitam, untuk "memilih besok" karena konon antrean panjang.

"Jelas ini SALAH dan upaya untuk menekan pemungutan suara," kata Jaksa Agung Michigan Dana Nessel dalam pesan yang diposting ke Twitter. "Jangan tertipu."

Robocall telah lama menjadi masalah di Amerika Serikat, yang telah berjuang selama bertahun-tahun untuk menghentikan pesan yang tidak diinginkan atau scam.

 

Khawatir campur tangan asing

AT&T Inc dan T-Mobile, dua dari penyedia telekomunikasi terkemuka Amerika, tidak membalas pesan Reuters yang meminta komentar. Verizon Communications Inc merujuk ke USTelecom, sebuah asosiasi industri. USTelecom tidak segera membalas permintaan komentar.

Secara terpisah, para pejabat AS mengatakan mereka tidak melihat tanda-tanda gangguan digital yang telah lama ditakuti oleh mereka yang dituduh menjaga keamanan pemungutan suara.

"Masalah belum tuntas," kata Christopher Krebs, pejabat senior Departemen Keamanan Dalam Negeri dan juru bicara pemerintah untuk keamanan pemilu. Dia mengatakan pada konferensi pers Selasa (03/11), bahwa "hari ini baru mencapai paruh waktu. Mungkin ada kegiatan atau upaya lain untuk mengganggu atau merusak kepercayaan dalam pemilihan."

Kekhawatiran bahwa pihak asing mungkin berusaha untuk campur tangan dalam pemilu tahun 2020 telah dirasakan sejak pemilihan sebelumnya pada tahun 2016, ketika peretas Rusia diduga mempengaruhi hasil pemungutan suara.

vlz/yf (Reuters)