1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
EkonomiIndonesia

Rupiah Makin Anjlok, Akankah Krismon 98 Terulang?

23 April 2024

Naik turunnya rupiah terhadap mata uang asing bukanlah hal yang aneh meskipun saat ini nilainya sedang anjlok.

https://p.dw.com/p/4f6PH
Mata uang kertas bernilai seratus ribu rupiah
Foto: Janusz Pieńkowski/PantherMedia/IMAGO

Setelah sempat terguncang dan menyentuh angka Rp15.000 per 1 USD, kini nasib rupiah semakin merosot ke angka 16.305,12 untuk 1 USD per Selasa, 23 April 2024 pukul 10.15, berdasarkan laman Bank Indonesia.

Bukan hanya dollar Amerika, tapi nilai tukar mata uang lain terhadap rupiah pun ikut melorot. Euro misalnya, 1 euro dihargai Rp17.381,26. Sedangkan untuk nilai tukar rupiah untuk Poundsterling adalah Rp20.174,32

Akankah rupiah makin melemah?

Ketakutan ini bukannya tak beralasan. Wijayanto Samirin, Dosen Paramadina University Econom INDEF mengungkapkan bahwa Indonesia sebenarnya memiliki perekonomian yang sehat, namun tidak fit.

"Ada atau tidak adanya krisis di Timur Tengah ini, rupiah akan tetap melemah karena Indonesia tidak terlalu berpengaruh pada secara eventual tapi punya masalah yang fundamental,” ucapnya saat webinar Dampak Kebijakan Ekonomi Politik di Tengah Perang Iran Israel dari Universitas Paramadina beberapa waktu lalu.

"Ketika pemerintah tidak mengeluarkan kebijakan, respons, antisipasi yang memadai terhadap pasar dan pasar tidak confident dalam aspek fiskal dan di dalam aspek moneter maka rupiah akan melemah.”

Dia menyebut bahwa untuk meningkatkan nilai rupiah, pemerintah harus melakukan langkah cepat untuk berbenah. Wijayanto menyebut, Menteri Keuangan dan Bank Indonesia yaitu membangun kepercayaan investor dan publik. Selain itu, membangun kepercayaan juga harus dibarengi dengan aksi, bukan narasi.

"Ketika pemerintah sudah yellow line, mereka harus segera bikin kebijakan untuk antisipasi kenaikan debt service ratio (DSR) yang berkelanjutan.”

"Jangan kekeuh dengan kebijakan populis yang tidak berdampak pada peningkatan produktivitas ekonomi.”

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Jika Wijayanto menyebut ada banyak masalah yang melatarbelakangi anjloknya rupiah, maka Ekonom dan Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P. Sasmita menyebut ada beberapa alasan rupiah makin anjlok.

"Biang utama pelemahan rupiah adalah penguatan dollar secara global.  Hal ini biasa terjadi di saat kondisi ekonomi global semakin tak pasti, investor merelokasi assetnya mereka ke dalam mata uang dolar atau finansial asset berdenominasi dolar karena dollar adalah salah satu safe heaven yang sangat populer. Risikonya secara teknis, pertama capital outflow, yang tentunya menekan rupiah karena mengurangi volume dollar di dalam negeri,” kata Ronny kepada DW Indonesia.

"Dan kedua, peningkatan ketidakpastian global juga memotivasi para eksportir untuk memarkir sebagian besar devisa hasil ekspor yang mereka dapat di luar negeri karena alasan fleksibilitas.” 

Kedua sebab ini, kata dia, akan mengurangi volume dolar dalam negeri dan menekan cadangan devisa Indonesia, di mana konsekuensi negatifnya adalah depresiasi nilai rupiah.

Ancaman Krisis Moneter Terulang

Anjloknya rupiah ini membuat banyak orang khawatir bahwa sejarah kelam perekonomian Indonesia krisis moneter di 1998 bakal terulang lantaran nilai tukar rupiah pada dollar yang semakin mendekati nilai tukar pada tahun 1998..

Saat krisis moneter 1998 lalu, nilai tukar rupiah mencapai angka Rp16.800. Sedangkan saat ini sudah berada di angka Rp16.305.

Lalu apakah ini menjadi sebuah pertanda bahwa krisis moneter seperti di tahun 1998 akan terulang kembali? Ronny menyebut bahwa situasi saat ini sangat berbeda dengan tahun 1997-1998 lalu.

"Secara moneter, saat ini BI jauh lebih independen di satu sisi dan cadangan devisa kita terbilang masih jauh lebih memiliki daya tahan dibanding masa krismon dulu. Secara fiskal juga sama. Pemerintah jauh lebih fleksibel untuk beradaptasi dengan perkembangan ekonomi yang ada, terutama dengan tekanan eksternal yang muncul.”

"Peluang penguatan kembali mata uang rupiah tentu selalu ada, namun menurut hemat saya, level "support" untuk rupiah sudah tidak lagi sama dengan bulan-bulan lalu. Artinya, peluang rupiah menguat berkemungkinan besar hanya sampai level 15.800-16.000an per dolar atau sangat sulit untuk kembali ke level 15.500an seperti akhir tahun lalu.”

Hanya saja, Ronny mengatakan, saat ini nilai tukar rupiah saat ini sudah masuk ke yellow line di angka Rp16.000, meski belum masuk ke red line. Dikatakannya, yellow line ini seharusnya sudah menjadi perhatian pemerintah untuk menyiapkan diri untuk berhadapan dengan situasi yang lebih buruk di masa depan.

"Level 16.500-16.800, dalam hemat saya, bisa menjadi red line pemerintah. Di posisi itu, pemerintah sudah harus fight secara agresif dalam meredakan keadaan.”

Ekonom INDEF Eko Listyanto dalam diskusi online Universitas Paramadina mengungkapkan bahwa saat ini, level ‘psikologi' rupiah harus dijaga di bawah Rp16.500. Pasalnya, jika sampai menembus angka tersebut, Eko menyebut anjloknya nilai rupiah bakal semakin ngebut.

"Kalo tembus dari situ, naik ke 16.800 lebih cepet. Kalau 1-2 bulan ke depan, maka ada ruang utnuk bernapas menurunkan kembali. Kalau itu bisa ditahan di bawah itu.”

"Nilai tukar kita sangat lemah saat ini, dengan cepat tembus Rp16.000, kalau eskalasi konflik ini tidak bisa dimoderasi maka risiko pelemahan akan terjadi. Ini adalah risiko yang ada di depan mata dan harus diantisipasi, karena potensi pelemahan lebih lanjut kelihatan sekali. Sementara itu, aspek penguatan dolar signifikan. indeks dolar 2024 ini naik 4,7%, menggambarkan dolar ineks sebagai mata uang paling dicari secara global.”

Dorong Ekonomi Sirkular dengan Energi dari Biomassa Pertanian

Apa yang harus dilakukan pemerintah?

Melanjutkan perbincangan dengan DW Indonesia, Ronny mengatakan sampai saat ini, pemerintah masih mengamati perkembangan.

"Pemerintah berusaha "menghemat jurus" untuk saat yang tepat, karena situasi ekonomi global masih berpotensi menjadi lebih buruk dibanding hari ini. Jadi pemerintah berusaha untuk tidak reaktif, terutama BI dan Menkeu, agar terdapat banyak opsi strategi yang belum terpakai di saat situasi semakin buruk nanti,” ujarnya.

Sementara di sisi lain, kata dia, dalam konteks tertentu, pemerintah juga menikmati depresiasi rupiah dalam batas tertentu, untuk memberi napas kepada investor, terutama investor asing,  yang telah berinvestasi di Indonesia dan yang berencana berinvestasi di Indonesia.

"Karena pelemahan rupiah membuat investasi di Indonesia menjadi semakin murah, karena setiap pelemahan rupiah akan menambah kekuatan dollar yang dimiliki investor asing menjadi semakin berdaya beli di Indonesia.”

Apa yang harus dilakukan pemerintah untuk mencegah makin anjloknya rupiah dan perburukan ekonomi Indonesia?

Ronny mengatakan bahwa pemerintah harus menyeimbangkan kembali volume dollar dalam negeri, bisa dengan cara menaikan suku bunga atau menekan peredaran mata uang rupiah.  Selain itu, meningkatkan intensitas intervensi di pasar sekunder dengan berbagai instrumen moneter, secara fiskal bisa juga fokus menerbitkan surat utang berdenominasi dolar di tahun ini.

"Dan dalam jangka panjang, fokus mendorong ekspor agar semakin banyak dolar yang datang, lalu reformasi struktural lebih lanjut agar peluang investasi asing di Indonesia semakin besar dengan semakin mudahnya berinvestasi di Indonesia, dan diversifikasi cadangan devisa negara di satu sisi dan mendorong perdagangan internasional Indonesia menggunakan dollar di sisi lain agar ketergantungan terhadap dollar bisa dikurangi.” (yf)

 

C. Andhika S. Detail, humanis, dan tidak ambigu menjadi pedoman saya dalam membuat artikel yang berkualitas.