1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Rusia Mencari Sosok Pemimpin Oposisi Kuat

13 Desember 2011

Setelah puluhan ribu warga memprotes hasil pemilu di Moskow, pencarian pimpinan gerakan protes kini dimulai. Hingga kini belum ada sosok yang mampu memberi tantangan serius bagi Kremlin.

https://p.dw.com/p/13SAl
Generasi muda meramaikan gerakan unjuk rasa di Moskow
Generasi muda meramaikan gerakan unjuk rasa di MoskowFoto: picture alliance / dpa

Moskow sedang resah. Ribuan warga turun ke jalan baik mendukung maupun menentang hasil pemilihan parlemen yang digelar 4 Desember lalu. Baru-baru ini, para suporter Partai Rusia Bersatu berpawai mengibarkan bendera Rusia sebagai bentuk dukungan bagi Perdana Menteri Vladimir Putin. Mereka berusaha menunjukkan bahwa Putin sebagai salah satu kandidat dalam pemilihan presiden tahun depan masih didukung oleh banyak warga Rusia.

Putin dan Medvedev tidak terkesan

Namun kesan yang paling mencolok dari rangkaian demonstrasi di Rusia datang dari para pengunjuk rasa yang menentang Putin dan Partai Rusia Bersatu. "Kini sudah jelas bagi pemerintah Putin bahwa banyak juga warga yang tidak lagi mendukungnya," ujar Hans-Henning Schröder, kepala divisi riset Federasi Rusia di Institut Jerman untuk Hubungan dan Keamanan Internasional di Berlin.

Aktivis pro-Kremlin mengibarkan bendera bergambarkan PM Vladimir Putin
Aktivis pro-Kremlin mengibarkan bendera bergambarkan PM Vladimir PutinFoto: picture-alliance/dpa

Puluhan ribu warga terlibat dalam unjuk rasa 'Bagi Pemilu Adil' di alun-alun Bolotnaja di Moskow hari Sabtu (10/12), menjadikannya demonstrasi terbesar dalam 10 tahun lebih di Rusia. Para demonstran menuntut pemilu ulang. Menurut hasil resmi, Partai Rusia Bersatu memenangkan mayoritas absolut dengan raihan sekitar 50 persen suara. Para pengunjuk rasa tidak mempercayai hasil pemilu dan menuding adanya kecurangan besar-besaran.

Kremlin menampik tudingan tersebut. "Saya tidak setuju dengan tuduhan atau tuntutan para demonstran," ujar Presiden Dmitry Medvedev melalui akun Facebook-nya. Putin juga tampak tidak terkesan dengan rangkaian unjuk rasa yang terjadi. Ia menyalahkan dunia Barat, terutama Amerika Serikat, karena telah memberikan sinyal kepada demonstran melalui kritik mereka terhadap pemilu Rusia.

Kendali pergerakan

Lalu apa selanjutnya? Itulah pertanyaan terbesar yang kerap dilontarkan di Rusia akhir-akhir ini. "Unjuk rasa Sabtu kemarin tidak boleh hanya masuk sejarah sebagai sesuatu yang terjadi sekali itu saja sekedar untuk melepaskan amarah," sentimen semacam ini ditemukan di forum-forum dunia maya.

Mikhail Prokhorov ditengah wartawan
Mikhail Prokhorov ditengah wartawanFoto: DW

Hans-Henning Schröder menilai pemilu parlemen tidak akan diulang, dan menurutnya pemerintah Rusia akan bereaksi secara fleksibel terhadap rangkaian unjuk rasa. "Akan ada sebuah investigasi, akan ada sejumlah kasus kecurangan yang terkuak, dan mungkin akan ada pemilu khusus," prediksi Schröder.

Menurut Schröder, Kremlin juga akan berusaha untuk mengendalikan momentum unjuk rasa. Sebagai contoh, seruan oleh mantan Menteri Keuangan Alexei Kudrin untuk pembentukan partai politik kanan-tengah yang baru. "Ia tidak membuat keputusan itu sendiri. Itu adalah bagian dari strategi Kremlin untuk mengatasi keengganan warga," ujar Schröder.

Kudrin menjadi sekutu Putin selama bertahun-tahun, namun beberapa pekan lalu dibebastugaskan setelah mengkritik Medvedev. Kini Kudrin memegang peran yang awalnya dibuat Kremlin bagi miliarder Mikhail Prokhorov. Musim panas lalu, Prokhorov terpilih sebagai ketua partai kanan-tengah 'Right Cause.' Kaum pengamat yakin miliarder tersebut dimaksudkan untuk menyatukan suara ketidakpuasan di kelas menengah. Namun hal ini tidak pernah terjadi.

Prokhorov mundur beberapa bulan sebelum pemilihan parlemen dan menyebut partainya sebagai 'boneka' Kremlin. Kini, menurut Schröder, Kudrin dapat mengadopsi 'model Prokhorov.'

Prokhorov sendiri tidak menghilang begitu saja. Hari Senin (12/12), orang terkaya ketiga di Rusia tersebut mengumumkan niatnya untuk mencalonkan diri dalam pemilihan presiden tanggal 4 Maret tahun depan. Pengamat pun berspekulasi apakah ini sekedar langkah Kremlin untuk mengendalikan debat politik ke arah yang baru.

Mikhail Khodorkovsky akan mendekam di penjara hingga tahun 2016
Mikhail Khodorkovsky akan mendekam di penjara hingga tahun 2016Foto: dapd

Tak ada pemimpin, tak ada tim

Satu hal yang jelas, yakni gerakan protes baru dari kalangan menengah Rusia saat ini tidak punya pemimpin. "Saya tidak melihat siapa pun yang dapat muncul sebagai pimpinan yang jelas dari grup ini," tegas Schröder. Ini membuat rangkaian protes di Rusia berbeda dari Revolusi Oranye pada pemilu presiden tahun 2004 di Ukraina. Saat itu, ada kepemimpinan dari sebagian kaum elit Ukraina.

"Di Rusia, ada semacam elit tertutup. Tidak akan ada yang memberontak dan mengambil posisi melawan Kremlin," jelas Schröder. Bahkan para peserta unjuk rasa di Moskow melihat situasi yang serupa. Ada sosok pimpinan oposisi seperti mantan Wakil Perdana Menteri Boris Nemtsov, namun ia belum mampu untuk memobilisir mayoritas gerakan protes.

Satu-satunya orang yang dapat diambil serius oleh Kremlin dan mampu mendapat dukungan gerakan protes adalah raja minyak dan kritikus Kremlin, Mikhail Khodorkovsky, yang berada di penjara sejak tahun 2003 dan masih akan mendekam untuk waktu yang lama.

Menurut Schröder, gerakan protes di Rusia tidak hanya sekedar kekurangan sosok pemimpin yang kuat. "Mereka juga kekurangan sebuah tim yang dapat membawa inisiatif gerakan ke front politik." Berbagai unjuk rasa yang sudah direncanakan harus mampu menjawab sejumlah pertanyaan. Demonstrasi besar berikutnya dijadwalkan digelar tanggal 24 Desember mendatang.

Roman Goncharenko/dw/Carissa Paramita

Editor: Christa Saloh-Foerster