1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Saat Penduduk Rayakan Demokrasi, Turki Penjarakan Jurnalis

25 Juli 2016

Penduduk Turki membanjiri bundaran Taksim buat menentang kudeta dan merayakan demokrasi. Aksi itu dihadiri oleh kubu konservatif dan oposisi sekuler. Tapi saat yang bersamaan Presiden Erdogan penjarakan 42 jurnalis.

https://p.dw.com/p/1JVOT
Türkei Erdogan Unterstützer in Istanbul auf dem Taksim Platz
Festival Demokrasi di bundaran Taksim, IstanbulFoto: Reuters/B. Ratner

Puluhan ribu penduduk Turki turun ke jalan untuk mengecam percobaan kudeta militer terhadap Presiden Recep Tayyip Erdogan. Aksi berjudul "festival demokrasi" yang digelar di Bundaran Taksim, Istanbul, itu tidak cuma dihadiri kelompok konservatif Islam, tetapi juga kaum sekuler yang beroposisi.

Kendati ketegangan yang memuncak antara dua kubu pasca kudeta, aksi demonstrasi di Taksim merupakan luapan patriotisme. "Kami disini untuk mempertahankan republik dan demokrasi," bunyi tulisan pada sebuah pamflet. Sementara yang lain berbunyi "kedaulatan hanya milik rakyat. Tidak untuk kudeta. Ya untuk demokrasi."

Namun bertolakbelakang dengan atmosfer di Istanbul, kelompok Hak Azasi Manusia Amnesty International mengklaim telah mengumpulkan "bukti kuat" tentang tindak penyiksaan dan penganiayaan terhadap tersangka kaum makar.

Menyusul percobaan kudeta yang gagal, pemerintah Turki hingga saat ini telah memecat, menangkap dan menyelidiki lebih dari 60.000 serdadu, polisi, hakim, pejabat pemerintah, guru dan pegawai negeri sipil.

Selain itu Erdogan juga memerintahkan penangkapan terhadap 42 wartawan, termasuk bekas jurnalis harian pemerintah Sabah, Nazli Ilicak, yang dipecat 2013 silam karena mengungkap tindak korupsi seorang pejabat tinggi negara.

Amnesty menuding pemerintah Turki melakukan "penganiayaan, penyiksaan, bahkan pemerkosaan," terhadap terduga pelaku makar di berbagai penjara di seluruh negeri. Organisasi yang bermarkas di London itu menerima pengaduan bahwa narapidana tidak mendapat "makanan, air atau layanan kesehatan dan dikekang dalam posisi yang menyakitkan hingga selama 48 jam."

Amnesty mengaku laporan tersebut berdasar pada wawancara terhadap pengacara, dokter dan seorang sipir penjara. "Bisa dipahami, Turki sedang mengkhawatirkan keamanan publik saat ini. Tapi tidak ada situasi yang bisa membenarkan penyiksaan dan penganiayaan terhadap narapidana," tutur Direktur Eropa Amnesty, John Dalhuisen.

rzn/ap (afp,dpa)