1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Safron sebagai Pengganti Opium

Masud Saifullah16 Oktober 2012

Pemerintah Afghanistan mendorong penanaman safron sebagai alternatif untuk penanaman papaver (candu). Di sejumlah provinsi sudah tampak keberhasilan, namun penanaman safron butuh kesabaran.

https://p.dw.com/p/16Quq
Safranernte in Herat, Afghanistan. Ein Bauer sammelt Safranblüten in seinem Rock. 08.11.2010 Quelle: Hoshang Hashimi
Panen safron di AfghanistanFoto: DW

Dulu Haji Akbar masih menanam papaver (candu). Itu dulu menghasilkan, tapi ia sering mendapat masalah dengan pemerintah Afghanistan. Berkali-kali dijelaskan Haji Akbar, ia harus meninggalkan tempat tinggalnya dan pindah dari satu provinsi ke provinsi lainnya. Tapi sejak 15 tahun lalu ia beralih menanam safron, Haji Akbar ibaratnya seorang pahlawan Afghanistan. Kini nama tambahan Haji Akbar adalah „Bapak Safron“ dan untuk aktivitasnya itu ia bahkan memperoleh medali penghargaan yang diberikan langsung oleh Presiden Hamid Karzai.

In Masar-i Scharif beginnt die Aussaat von Safran. Die Bilder hat uns unser Korrespondent Hamid Safi am 14.11.2011 aus Masar-i Scharif geschickt. Alle Rechte gehören der DW.
Menanam safronFoto: DW

Mantan petani candu itu mengenal safron tahun 1998, ketika ia menjadi pengungsi di provinsi Herat di Afghanistan Barat. Menanam safron dipelajarinya ketika bekerja sebagi buruh musiman di negara tetangga Iran. Sejak itu kehidupannya berubah secara mendasar. Kini Akbar adalah seorang pemilik tanah dan memiliki perusahaan pemasaran sendiri. Dalam pembicaraan dengan DW dengan bangga ia menjelaskan, bahwa tanpa beralih menanam safron, hal itu tidak akan mungkin terjadi. Rempah-rempah langka tersebut membuatnya menjadi sedemikian kaya, sehingga ia mampu naik haji ke Mekkah, membiayai berbagai pesta pernikahan anak-anaknya dan membeli sejumlah tanah yang luasnya hektaran.

Statt Opium werden in der afghanischen Provinz Herat jetzt mehr Safranpflanzen angebaut. Das teuerste Gewürz der Welt kann im Ausland teuer verkauft werden. Die Italienische Armee unterstützt den Safrananbau, den mehr als 400 Frauen in Herat ein Einkommen ermöglicht. Zugeliefert durch Anke Rasper am 10.11.2010. Copyright: Italienische Armee.
Di Provinsi Herat kini lebih banyak panen safron ketimbang opiumFoto: Italienische Armee

Lebih Mahal dari Opium

Pemerintah Afghanistan melihat safron sebagai alternatif yang jauh lebih menjanjikan dibanding menanam candu. Karena harga safron jauh lebih tinggi daripada opium. Selain itu iklim Afghanistan memenuhi syarat untuk membudidayakan safron. Saat ini pemerintah mendukung proyek percontohan guna membantu petani di kawasan selatan dan barat negara itu dalam beralih dari petani candu menjadi petani safron.

Zabihullah Dayem, penasihat hubungan masyarakat kementerian Afghanistan untuk memerangi narkoba menjelaskan, bahwa melalui proyek ini produksi opium di sejumlah provinsi sudah dapat ditekan. Tapi meski demikian, Afghanistan masih menghasilkan 90 persen produksi opium dunia. Masalahnya tidak hanya di bidang bisnis obat bius, melainkan juga bahwa uang hasil opium dipakai untuk membiayai militan Islam.

Diperlukan Kesabaran

Tampaknya penjelasan itu menjanjikan, tapi apakah safron benar-benar dapat menjadi alternatif bagi penanaman opium? Jalil Ahmad adalah pembeli safron di Provinsi Herat. Ia menjelaskan bahwa petani yang ingin beralih menanam safron terutama perlu kesabaran. „Jika seorang petani menanami lahan seluas 2.000 meter persegi dengan safron, maka pada tahun pertama ia baru dapat memanen sebanyak 300 gram“, dijelaskan pedagang tersebut. „Pada tahun kedua, panen sudah mencapai 500 gram, dan setelah empat tahun bisa mencapai 4 kilogram.“

Safran wird Afghanistan auf den ehemaligen Schlafmohnfeldern angebaut. Das Projekt wird Deutschland finanziert. Alle Bilder wurden von mir aufgenommen worden. Autorin Oxana Evdokimova. Bitte Copyright vermerken. Eingestellt Januar 2011 Afghanistan alternative Landwirtschaft Wirtschaft Ökologie Umwelt Produkte Rosen Walnuss Öl Safran Projekt Deutschland
Safron menjadi pertanian alternatif di AfghanistanFoto: DW/O. Evdokimova

Tapi tidak semua provinsi di Afghanistan cocok untuk menanam safron. Sardar Khan, seorang petani di provinsi Lagham di timur Afghanistan, setelah satu tahun kembali menanam candu. Safron yang ditanamnya memiliki kualitas sedemikian buruk, sehingga ia hanya dapat menjualnya dengan harga amat rendah. Dan itu membuat kesal para petani. “Pemerintah menjanjikan untuk membantu kami secara finansial dalam beralih menanam safron,”

Demikian ia mengungkap kekesalannya. „Tapi kemudian mereka menarik kembali omongan mereka. Mereka benar-benar hanya menipu kami!“ Kini di ladang Khan kembali tumbuh tanaman candu. Dikatakan Khan, pembeli opium lebih dapat dipercaya. „Mereka mengatakan kami sejak awal, bahwa mereka akan membeli semua. Jika kami mengalami kesulitan uang, maka mereka memberi panjar kepada kami dan mengatakan: Bayarlah kembali setelah kalian mendapat panen!“

Petani-petani yang menanam opium pada lahan seluas 2.000 meter persegi, bisa mendapat hasil panen senilai antara 2.500 sampai 4.000 dollar AS. Sementara untuk safron di lahan yang sama dapat memberi hasil sampai 6.000 dollar AS. Itu kedengarannya harga yang bagus. Tapi bagi petani seperti Sardar Khan, pemerintah Afghanistan butuh kesabaran panjang untuk kembali meyakinkan agar memilih alternatif tanaman safron. Khan sendiri sudah mengalami kerugian besar, justru karena ia amat mempercayai pejabat pemerintah setempat.

Masud Saifullah/Dyan Kosterman

Redaksi: Andy Budiman