1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Sampah Beracun di Pantai Gading

14 September 2006

Jumlah sampah elektronik dan bangkai kapal semakin banyak. Negara industri dituntut untuk mengklasifikasikan sampah sebagai barang yang tidak dapat digunakan lagi.

https://p.dw.com/p/CPWQ
Produsen diwajibkan untuk menerima kembali barang mereka yang sudah tidak dapat dipergunakan lagi
Produsen diwajibkan untuk menerima kembali barang mereka yang sudah tidak dapat dipergunakan lagiFoto: picture-alliance / dpa/dpaweb

Andreas Bernstorff mendokumentasikan lebih dari 80 skandal sampah beracun di Afrika saat ia bekerja untuk Greenpeace, organisasi lingkungan internasional. Hasil penelitian Bernstoff menunjukkan, bahwa sebagian besar sampah tersebut berasal dari tahun 80-an. Negara-negara industri yang membuang zat-zat kimia ke negara-negara berkembang adalah cerita masa lalu. Demikian pemikiran Bernstoff. Karena itu, ia sangat terkejut ketika mengetahui skandal sampah beracun di Pantai Gading.

"Entah mengapa, ini terlewatkan oleh pengawasan pihak yang berwenang di Eropa. Dan di Abidjan, situasinya adalah ada seseorang yang menjaga di sana dan mengatur agar sampah dibuang di berbagai lokasi yang berbeda di kota tersebut.“

Zat-zat beracun tersebut dibawa oleh kapal barang milik perusahaan Yunani dengan bendera Panama. Kapal bernama 'Probo Koala’ tersebut disewa oleh perusahaan Belanda 'Trafigura Beheer BV’. Para pakar masih belum mengatahui komposisi substansi beracun tersebut. Bernstoff memiliki teori tersendiri.

"Berdasarkan kandungan zat-zat yang sejauh ini telah diketahui, menurut pandangan saya, ini menyangkut sisa pembersihan tangki minyak. Kapal tangki minyak atau tangki suatu kilang minyak harus dibersihkan secara teratur. Karena pada bagian dasarnya akan terbentuk lapisan ter yang harus dilarutkan. Ini dilakukan dengan penggunakan bahan pelarut yang mengandung klor dan kemudian dengan asam belerang.“

Reaksi terhadap cairan tersebut dapat berupa gejala seperti sesak nafas, hidung berdarah, diare dan sakit kepala. Di Pantai Gading, skandal tersebut mengakibatkan gempa politis, pemerintahan pun mengundurkan diri. Perusahaan Trafigura kini tengah diproses melalui jalur hukum di Belanda.

Pernyataan Trafigura, bahwa perusahaan mereka telah mendapatkan ijin untuk membuang sampah, dianggap Bernstrorff bukan sebagai inti permasalah yang sebenarnya. Trafigura telah melanggar tiga perjanjian internasional, yang dikeluarkan setelah skandal sampah di tahun 80-an.

"Ada Konvensi Basel yang melarang ekspor sampah berbahaya ke negara-negara yang bukan anggota OECD, organisasi dalam kerjasama di bidang ekonomi dan perkembangan. Bagi warga Afrika sendiri ada perjanjian Lome, di mana Uni Eropa memerintahkan untuk tidak membuang sampah ke Afrika. Selain itu, pada tahun 1991 masih ada Konvensi Bamako, di mana semua negara-negara di Afrika memutuskan untuk tidak memperbolehkan ekspor sampah di benua Afrika.“

Michael Dreyer dari GTZ, kerjasama bantuan teknik Jerman, juga menganggap skandal sampah beracun sebagai hal yang disayangkan. Berdasarkan pengalaman Dreyer, konvensi Basel berfungsi dengan baik. Bagi para pakar seperti Dreyer dan Bernstorff kasus yang menyangkut zat kimia beracun bukanlah masalah utamanya., melainkan semakin banyaknya sampah elektronik dan bangkai kapal. Menurut Dreyer, komputer-komputer tua tidak dinyatakan sebagai sampah, melainkan sebagai kiriman yang diekspor untuk reparasi atau daur ulang.

"Karena para produsen diwajibkan untuk menerima kembali barang mereka, seharusnya mereka menyadari apa yang mereka lakukan. Daur ulang pastilah lebih mahal dari pembuangan sampah biasa. Di pelabuhan Hamburg, kontainer dipenuhi dengan komputer yang masih terbungkus. Setelah muatan dibongkar, pastilah barang tidak akan tanpa goresan. Disini, negara-negara industri dituntut untuk tidak menyatakan sampah sebagai barang yang dapat digunakan.“

Sampah elektronik sebagian besar akan dibuang di Asia dan Afrika Barat. Di Nigeria misalnya, 85 persen barang elektronik yang berasal dari Eropa Barat dan Amerika Utara, dibuang dan dibakar disana. Menurut Bernstorff, sampah beracun yang banyak menghasilkan uang adalah bangkai kapal.

"Ini adalah perdagangan global. Beberapa kapal di dunia tidak akan dipreteli di Eropa, Amerika Utara atau Jepang. Karena mengandung asbes dan cat kapal beracun. Proses ini dilakukan di Asia, di tengah-tengah pantai.“

Bisnis yang menguntungkan bagi mereka yang ingin membuang kapal tua mereka. Kapal-kapal tersebut akan diperdagangkan sesuai dengan harga baja. Kapal berukuran standar dengan 10 ribu ton baja dapat mencapai harga empat juta Dolar Amerika.