1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Sampai Kapan Sang Banteng Bergantung pada Megawati?

Rizki Akbar Putra
9 Agustus 2019

PDIP kembali tetapkan Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan periode 2019-2024. Banyak tantangan yang telah menanti Mega, antara lain Pilkada serentak 2020, Pemilu 2024, serta modernisasi partai.

https://p.dw.com/p/3Nccn
Indonesien, Megawati Sukarnoputri spricht in einer Fernsehübertragung
Foto: picture-alliance/dpa/D. Alangkara

Kamis (08/08), bertempat di Sanur, Denpasar, Bali, Kongres V PDI Perjuangan kembali menetapkan Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan periode 2019-2024. Putri presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno ini, kembali dipilih secara aklamasi oleh pengurus DPD dan DPC se-Indonesia. Dengan ini, untuk kesekian kalinya Megawati akan memimpin partai berlambang banteng tersebut.

Mega pun mengaku tidak kaget akan hal ini karena pada rapat koordinasi nasional di Jakarta beberapa waktu lalu, 34 DPD Provinsi di Indonesia sudah mengusulkan dirinya untuk kembali menduduki posisi ketua umum.

"Maka tadi disampaikan di dalam pandangan umum yang dilakukan DPD dan DPC sebagai utusan dalam kongres bahwa semuanya menghendaki secara aklamasi saya diangkat lagi sebagai Ketua Umum PDIP periode 2019-2024. Itu saya kira kronologis persidangan pada malam hari ini," ujar Mega dalam konferensi persnya semalam.

Bergantung pada Megawati

Pengamat politik dari Universitas Padjadjaran, Idil Akbar, berpendapat bahwa terpilihnya kembali Megawati secara aklamasi menunjukkan bahwa para kader PDI Perjuangan masih sangat bergantung terhadap sosok Presiden ke-5 Republik Indonesia ini dalam memimpin PDIP.

“Problemnya bukan soal tidak ada orang lain, tetapi yang paling dipertimbangkan di dalam PDIP apakah para kadernya mau merubah atau menggantikan sosok Megawati sebagai ketua umum,” ujar Idil saat diwawancarai DW Indonesia.

Menurutnya posisi ketua umum saat ini hanya bisa berganti atas kehendak Mega sendiri. “Tapi selama Megawati masih ada, sampai kapan pun ia akan tetapi diaklamasikan. Selama dia masih mampu dan masih mau,” Idil menambahkan.

Ia pun berendapat, sosok Megawati sangat vital perannya untuk membawa partai yang berdiri sejak tahun 1999 ini mencetak hat-trick atau kemenangan tiga kali berturut-turut dalam pemilihan presiden dan pemilihan legislatif di tahun 2024 mendatang. Karena menurutnya, semenjak reformasi tidak ada partai selain PDIP yang mampu memenangi pemilu dua kali berturut-turut (2014 dan 2019). Itulah mengapa Megawati dirasa layak menduduki posisi tersebut. Pengalaman Mega juga diyakini dapat menjaga soliditas partai sampai ke tingkat bawah.

Peran millennial

Terkait politik Indonesia yang terkenal dinamis, serta semakin pentingnya peran millennial dewasa ini, menjadi salah satu tantangan Megawati untuk memimpin PDIP. Pada akhirnya penyesuaian terhadap kondisi ini menjadi hal yang wajib dilakukan PDIP. Terlebih lagi, semakin dekatnya penyelenggaraan Pilkada serentak tahun 2020, juga menjadi ujian tersendiri bagi Megawati untuk semakin membuktikan tuahnya.

“Terkait pilkada orang akan melihat partai PDIP yang kemudian dalam tanda kutip menggaransi keterlibatan seseorang dalam bursa calon kepala daerah, kemudian punya porsi yang mendominasi proses politik,” papar Idil.

Namun di samping itu Idil juga menyoroti kondisi fisik dan mobilitas wanita berusia 72 tahun tersebut. Menurutnya diperlukan posisi struktural dalam partai yang bisa menyokong aktivitas Megawati ke depan. Nama-nama yang masih dalam trah Soekarno, seperti Puan Maharani atau Prananda Prabowo diyakini bisa menjadi opsi hal tersebut. 

“Tetapi ketua harian atau wakil ketua akan memberikan back up dalam aktivitas ketua umum, meskipun ketua umum tetap memberikan porsi terbesar dalam pemberian keputusan. Tetapi kalau keputusannya tidak ada dan berjalan apa adanya ya saya kira keputusan final dari Megawati,” pungkas Idil.

Warisan politik

Dihubungi secara terpisah, pengamat politik dari Exposit Strategic, Arif Susanto, menyampaikan dengan terpilihnya kembali Megawati menjadi ketua umum merupakan tantangan tersendiri Megawati dalam mewariskan ideologi politik bagi PDIP.

”Selain mempertahankan Marhaenisme Sukarno sebagai spirit ideologis, PDIP membutuhkan suatu modernisasi lewat pelembagaan politik yang akan meningkatkan otonomi organisasi dibandingkan pemusatan kekuasaan pada figur pemimpin sebagai pemersatu,” terang Arif kepada DW Indonesia.

Menurutnya modernisasi harus dilakukan karena berkaca kepada partai-partai lama seperti Golkar dan PPP yang nampaknya kesulitan meniti perubahan politik di tengah dinamisnya kondisi politik di Indonesia.

“Demokratisasi dalam tubuh partai juga akan menumbuhkan inisiatif, sedangkan transparansi akan meningkatkan akuntabilitas. Menegaskan kepedulian dan pemihakan terhadap agenda publik serta memperbaiki rekrutmen dan regenerasi politik adalah kebutuhan lain. Sementara, sisi pemasaran politik membutuhkan penyegaran berhadapan dengan pemilih yang semakin kritis sekaligus muda,” jelasnya.

Sebelumnya, dalam Kongres V PDI Perjuangan ini turut hadir Presiden serta Wakil Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo dan Jusuf Kalla, Wakil Ketua Presiden Terpilih periode 2019-2024 Ma’ruf Amin, serta Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto.

rap/ts