1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Santri yang Unggul dalam Revolusi Teknologi Industri 4.0

10 November 2021

Meneliti data geospasial dan kartografi menjadi ‘makanan sehari-hari‘ Anang Widhi, santri Muhammadiyah asal Indonesia di Jerman. Dia ingin mendorong santri lain untuk menghadapi tantangan iklim dengan kemajuan teknologi.

https://p.dw.com/p/3s4Wo
Anang Widhi Nirwansyah
Anang Widhi Nirwansyah yang meneliti teknologi geospasial untuk bantu petani garamFoto: Anang Widhi

Eksplorasi banjir pasang (rob) di Pantai Utara Jawa dan dampaknya pada lahan produksi garam tradisional, menjadi perhatian Anang Widhi Nirwansyah, yang tengah menjalani riset doktoral di Institut Geografi, Fakultas Matematika dan Ilmu Alam, Universitas Köln, Jerman. Sejak lama, ia tertarik pada pemanfaatan teknologi geospasial dan mengombinasikannya dengan informasi masyarakat untuk mengidentifikasi implikasi ekonomi pada lanskap tambak garam. Terlebih sejak dicanangkannya program swasembada garam pada tahun 2015 oleh pemerintah, penelitian mengenai garam menurutnya masih dirasa kurang.

"Garam tidak hanya sekadar komoditas atau mineral, tapi garam juga punya sejarah panjang dalam kehidupan umat manusia. Di mana kota-kota besar di Eropa itu tumbuh berkembang akibat garam. Contohnya Liverpool di Inggris, ada Solnitsata di Bulgaria ataupun Salzburg di Austria. Kota-kota itu tumbuh dan berkembang menjadi kota yang sangat besar akibat masyarakat yang memproduksi garam," ungkap Widhi menjelaskan alasan garam menjadi isu penting dalam risetnya.

Widhi membandingkan dengan di Indonesia: "Di Indonesia, kita punya masalah berbeda. Ketika petani garam ini banyak bermunculan di wilayah pesisir, khususnya di pantai utara Jawa. Dalam hal ini, masalahnya adalah kualitas, lalu ada tata niaga dan juga permasalahan bencana."

Studi yang dilakukannya difokuskan pada fenomena banjir rob atau banjir pasang yang terjadi di wilayah utara Jawa, yang mengakibatkan petani garam mengalami kerugian. Ia mengembangkan metode untuk mengidentifikasi dampak banjir rob di berbagai jenis wilayah pertanian di garis pantai, di mana siklus pasang di Laut Jawa umumnya dipengaruhi oleh faktor lokal, dengan menggunakan model hidrodinamik. "Model tersebut mensimulasikan aspek tipikal banjir rob di wilayah pesisir Cirebon, di mana gaya gravitasi bulan mendominasi sifat pasang surut selama periode produksi garam,"

Menurut Widhi, hasil rekonstruksi kejadian pada tahun 2016 dan 2018 juga selaras dengan catatan media lokal akan kejadian rob yang menimpa petani garam di sepanjang pantura, khususnya wilayah Cirebon.

Bisa menghitung kerugian dan merencanakan antisipasi bencana

Di ladang garam di Cirebon, Widhi mengembangkan pemahaman dasar pemodelan geospasial dan mengidentifikasi genangan pasang surut dari variabel hidrodinamik (yaitu, kedalaman dan durasi banjir). Model ini juga bisa memeriksa kerugian yang mungkin terjadi dan seharusnya bisa diantisipasi, termasuk mendorong formulasi untuk kompensasi asuransi bagi para petani garam tradisional.

Widhi kemudian menghitung atau membuat formulasi, bagaimana dampak banjir pasang ini secara ekonomi terhadap petani garam, dengan melakukan pemodelan dan memanfaatkan data-data geopasial. Ia melakukan simulasi kejadian masa lalu untuk melakukan perhitungan, lalu membuat prediksi kondisi-kondisi tertentu berdasarkan data ketinggian atau pun durasi genangan, sehingga kerugian di masa yang akan datang bisa dihitung. Riset ini berguna sebagai antisipasi bencana dan penghitungan kerugian agar bisa dihitung pihak asuransi, misalnya.

Metode ini memungkinkan sistem identifikasi titik kritis banjir pada lahan garam. Studi yang dilakukan Widhi juga menggarisbawahi kepentingan petani marjinal di sepanjang pantai, di mana bahaya pasang surut jika tak diantisipasi dapat berlanjut di masa depan dan dampaknya bisa lebih signifikan.

Apa lagi manfaat sistem pemetaan yang dilakukan Widhi? Pemetaan dampak banjir rob dapat bermanfaat untuk meningkatkan kesadaran para petani garam akan banjir. Selain itu, ketidakpastian dan tingkat volatilitas banjir jenis ini mendorong pemerintah daerah untuk memberikan perhatian lebih, terutama untuk perencanaan penanggulangan dan strategi mitigasi yang efisien, selain juga meningkatkan kualitas dan perbaikan tata niaga. Menggunakan teknologi resolusi yang lebih tinggi, seperti LiDAR, drone dan data survei suara gema untuk batimetri (alat mengukur kedalaman laut) terperinci dapat meningkatkan akurasi penilaian banjir rob. Meskipun model khusus ini akan dimulai untuk studi kasus lokal, diyakini bahwa teknik ini dapat dikembangkan pada skala regional. Terlebih di wilayah tropis khususnya Asia Tenggara, garam menjadi salah satu sumber mata pencaharian masyarakat pesisir.

Melalui proyek ini, saat ini Widhi juga telah memulai rencana kerjasama dengan pemerintah daerah untuk melakukan kajian multirisiko khusus nya pada wilayah pesisir termasuk fenomena kenaikan muka air laut yang menjadi tantangan besar kedepannya.

Anang Widhi Nirwansyah
Anang Widhi Nirwansyah, di tengah kesibukannya melakukan riset dan menjalani tugas sebagai ustazFoto: Anang Widhi

Mendorong santri lainnya juga maju dalam teknologi

Sebagai seorang santri, meski sibuk dengan riset teknologi yang ia kembangkan, baginya tetap penting untuk menguasai ilmu agama. Widhi berusaha  mengintegrasikan ilmu agama dengan perkembangan teknologi yang ada. Dalam hal ini, tentu tidak hanya sekadar membaca tapi juga melakukan riset dan kajian untuk bisa memperkuat kebenaran dalil-dalil dalam kitab suci ataupun menemukan pemahaman yang lebih spesifik  atau lebih mendalam dari interpretasi yang sebelumnya sudah ada, tandasnya. "Misal di surat An-Naba, ayat enam sampai tujuh tentang gunung api. Itu bisa dikembangkan menjadi riset tentang vulkanologi dan banyak lagi ayat-ayat dalam kitab suci yang bisa kita kembangkan atau kita perdalam dengan melakukan riset dengan memanfaatkan teknologi yang ada saat ini."

Yang perlu dilakukan sebagai umat yang beragama adalah bisa melakukan pemahaman secara komprehensif dan bisa melakukan riset secara mendalam, tambah Widhi. "Kadang ada satu perspektif keilmuan yang berbeda. Hal itu yang perlu kita perjelas, perspektif kajian tentang fenomena, katakanlah semacam itu. Yang harus kita perdalam, tidak hanya dalam satu aspek tapi juga aspek yang lain. Sehingga ketika melakukan kajian, yang sifatnya adalah multi-disiplin, di situ agama akan bisa menjelaskan. Tidak hanya, katakanlah dalam satu sisi kita tidak bisa menjawab, tapi dari aspek yang lain barang kali kita bisa menemukan penjelasan yang lebih baik," demikian Widhi memaparkan hubungan antara agama dengan riset ilmu pengetahuan. Pria yang kini bermukim di Bergheim, Jerman ini berharap semakin banyak santri yang tertarik dengan berbagai ilmu pengetahuan agar semakin banyak yang berkesempatan memberi manfaat bagi masyarakat. 

Anang Widhi Nirwansyah
Ustaz Anang Widhi Nirwansyah bermukim di JermanFoto: Anang Widhi

Para santri di era abad 21 menghadapi tantangan teknologi, ujar cendikiawan muslim Media Zainul Bahri, guru besar Universitas Islam Nasional (UIN). Ia juga berharap agar santri-santri yang terus mengembangkan ilmu pengetahuan bisa terus didorong untuk semakin maju.

Zainul menambahkan, untuk konteks Indonesia, ilmu agama itu sudah relatif surplus, banyak yang mendalami ilmu agama. Jadi sangat baik jika dipadu dengan ilmu pengetahuan. "Dari orang-orang yang mendalami ilmu agama itu, ada yang bagus: mengembangkan keadaban publik, ilmu pengetahuan dan kemanusiaan. Tapi banyak juga yang malah konservatif, melulu memakai  teologi atau doktrin agama dalam melihat perkembangan ilmu pengetahuan dan humaniora. Jadi agama malah kelihatan sempit, ahumanis, dan dalam beberapa hal malah menolak keabsahan ilmu pengetahuan dan sains,” ungkapnya mendukung penelitian yang dilakukan Widhi dan para santri ilmuwan muslim lainnya.

Santri saintis akan membawa manfaat di dalam internal umat Islam sendiri dan kepada dunia internasional/dunia luar nonmuslim, pungkasnya.