1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikUkraina

Sekjen PBB ke Ukraina, Bahas Isu Nuklir hingga Pangan

19 Agustus 2022

Sekjen PBB Antonio Guterres bertemu Zelenskyy di Lviv untuk membahas ketegangan di sekitar pembangkit listrik tenaga nuklir Zaporizhzhia. Sementara Erdogan hadir membantu PBB membuka jalan bagi ekspor pangan Ukraina.

https://p.dw.com/p/4Fkyu
Erdogan, Zelenskyy, dan Guterres
Sekjen PBB dan Presiden Turki bertemu dengan Presiden Ukraina di Lviv, barat Ukraina untuk membahas isu pangan dan demiliterisasi di kawasan pembangkit nuklirFoto: Evgeniy Maloletka/AP/picture alliance

Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy pada Kamis (18/08) mengatakan dia meminta Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres untuk memastikan keamanan di pembangkit listrik tenaga nuklir Zaporizhzhia yang diduduki Rusia.

"PBB harus memastikan keamanan objek strategis ini, demiliterisasi, dan pembebasan total dari pasukan Rusia," kata Zelenskyy dalam sebuah pernyataan setelah bertemu Guterres di kota Lviv, Ukraina barat.

Guterres mengatakan dia "sangat prihatin" dengan situasi di dalam dan di sekitar pabrik.

"Fasilitas itu tidak boleh digunakan sebagai bagian dari operasi militer. Sebaliknya, kesepakatan sangat dibutuhkan untuk membangun kembali infrastruktur Zaporizhzhia yang murni oleh sipil dan untuk memastikan keamanan daerah itu," katanya.

Guterres mengunjungi Lviv, di mana ia mengadakan pembicaraan tiga arah dengan Zelenskyy dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.

"Kami khawatir. Kami tidak menginginkan (bencana) Chernobyl terulang," papar Erdogan.

Kekhawatiran pada bencana nuklir

Pertemuan itu terjadi sehari setelah kepala NATO "mendesak" bahwa pengawas nuklir PBB diizinkan untuk memeriksa pembangkit listrik tenaga nuklir Zaporizhzhia.

Moskow dan Kyiv telah menuduh satu sama lain menembaki pembangkit tenaga nukliritu, dan pertempuran itu telah menimbulkan kekhawatiran akan bencana nuklir.

Zelenskyy dan Guterres menyetujui pengaturan misi IAEA ke pembangkit tersebut, situs web presiden Ukraina melaporkan.

Namun, Moskow sejauh ini menolak proposal PBB tentang Zaporizhzhia. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Ivan Nechaev pada Kamis (18/08) mengatakan seruan PBB untuk demiliterisasi daerah di sekitar pembangkit nuklir yang diduduki Rusia "tidak dapat diterima."

Pada saat yang sama, Kementerian Pertahanan Rusia telah membantah mengerahkan persenjataan berat di pabrik tersebut.

Kontrol Rusia atas Zaporizhzhia, pembangkit listrik tenaga nuklir terbesar di Eropa, telah memicu kekhawatiran tentang kemungkinan kecelakaan nuklir jika pertempuran terjadi di sana.

Isu pangan ikut jadi agenda di Ukraina

Pembicaraan Kamis (18/08) juga membahas ekspor biji-bijian dan mencari opsi untuk solusi diplomatik potensial untuk perang di Ukraina.

Guterres mendesak Rusia dan Ukraina untuk melanjutkan "semangat untuk berkompromi" dalam menerapkan kesepakatan yang ditengahi PBB. Kompromi ini diharapkan dapat membuat Ukraina melanjutkan ekspor biji-bijian dari pelabuhan Laut Hitam.

"Sejak invasi Rusia ke Ukraina, saya sudah jelas, tidak ada solusi untuk krisis pangan global tanpa memastikan akses global secara penuh ke produk pangan asal Ukraina dan pangan serta pupuk Rusia," katanya kepada wartawan.

Zelenskyy mengatakan dan Guterres setuju untuk terus berupaya mengimplementasikan kesepakatan itu.

Zelenskyy juga berbicara tentang masalah serupa kepada Presiden Turki. Ia mengatakan dalam pernyataan lain bahwa dia dan Erdogan membahas "kemungkinan meningkatkan inisiatif gandum."

Bulan lalu, Turki membantu PBB membantu menengahi perjanjian yang membuka jalan bagi Ukraina untuk mengekspor 22 juta metrik ton jagung dan biji-bijian lainnya yang tertahan di pelabuhan Laut Hitam sejak Rusia memulai invasi pada 24 Februari.

Sejauh ini, kesepakatan biji-bijian tampaknya bertahan, dengan Kementerian Pertahanan Turki mengatakan 622.000 ton biji-bijian telah dikirim dari pelabuhan Laut Hitam Ukraina.

Peran Erdogan sebagai mediator

Sebelum tiga pemimpin bertemu, Zelenskyy mengadakan pembicaraan bilateral dengan Erdogan, yang melakukan perjalanan pertamanya ke Ukraina sejak perang dimulai.

Ankara yang memiliki hubungan dengan Moskow dan Kyiv, memiliki peran kunci dalam upaya diplomatik selama perang. Turki menegaskan perang di Ukraina harus diselesaikan melalui saluran diplomatik.

"Kami siap bertindak sebagai fasilitator atau mediator menuju tujuan menghidupkan kembali negosiasi atas parameter yang terbentuk di Istanbul,” kata Erdogan.

Koresponden DW di Istanbul, Julia Hahn, mengatakan perang telah menempatkan Turki dalam posisi yang sulit, mencatat betapa tergantungnya Ankara pada Rusia di bidang energi, perdagangan, dan pariwisata.

"Apa yang telah coba dilakukan oleh pemimpin Turki adalah mengubah tantangan ini menjadi sebuah peluang, di mana dia sekarang muncul sebagai orang yang harus diajak bicara oleh semua orang dalam hal perang ini, konflik ini," tambah Hahn.

Namun, Erdogan mengatakan kepada awak media bahwa anggota NATO Turki tetap teguh di pihak Ukraina. "Sambil melanjutkan upaya kami untuk menemukan solusi, kami tetap berada di pihak teman-teman Ukraina kami," kata Erdogan.

"Kunjungan Presiden Turki ke Ukraina adalah pesan dukungan yang kuat dari negara yang begitu kuat," kata Zelensky.

rs/ha (AFP, Reuters, AP)