1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Separatis Papua Dukung Kemerdekaan Kaledonia Baru

14 September 2018

Kelompok separatis Papua menyerukan warga Kaledonia Baru agar tidak termakan propaganda dan sebaliknya mendukung pemisahan dari Perancis dalam referendum kemerdekaan pada November 2018 mendatang.

https://p.dw.com/p/34qcl
Kaledonia Baru
Kaledonia BaruFoto: picture alliance/Michael Runkel/Robert Harding

Pada tanggal 4 November Kaledonia Baru akan menggelar referendum untuk menentukan kemerdekaan dari Perancis. Etnis Kanak yang mendominasi kepulauan di timur Australia itu kini mendapat dukungan kemerdekaan dari Komite Nasional Papua Barat (KNPB).

Kepada Radio New Zealand, KNPB menyuarakan agar warga etnis Kanak tidak termakan oleh propaganda Paris untuk mempertahankan status quo Kaledonia Baru. "Saya ingin mengatakan kepada rakyat Kanak, tolong pilih ya untuk masa depan Anda. Karena kalau tidak artinya Anda menyetujui kepunahan tanah air dan bangsa kalian," kata Victor Yeimo, Presiden KNPB.

Baca Juga: Warga Polandia Didakwa Makar di Papua 

"Kami bangsa Papua Barat akan mendukung jika kalian memilih ya (merdeka), agar kalian bisa menjadi sebuah bangsa, bangsa yang bebas dan berdaulat," imbuhnya. Meski demikian Yeimo memuji langkah Perancis mengizinkan referendum kemerdekaan buat Kaledonia Baru, sesuatu yang bertolakbelakang dengan situasi di Indonesia.

"Di Indonesia kami tidak bisa melakukannya, karena kolonialisme Indonesia berbeda dengan kolonialisme Eropa, seakan mereka tidak memiliki demokrasi."

Yeimo merujuk pada Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) tahun 1962, ketika ABRI memanipulasi jalannya referendum dengan memilih 1,025 perwakilan yang berhak memilih untuk memastikan bergabungnya Papua Barat dengan NKRI. "Kami adalah korban gagalnya proses dekolonialisasi," kata dia.

Kaledonia Baru merupakan negara kepulauan seluas Nusa Tenggara Barat di Samudera Pasifik. Sejak 1853, kepulauan yang dihuni oleh etnis Kanak itu dijajah Perancis.

Antara 1976 dan 1988 konflik antara pemerintah Perancis dan gerakan pembebasan Kanak mencapai klimaks yang ditandai dengan tindak kekerasan dan kerusuhan. Pada tahun 1984 para pemberontak menduduki perkebunan milik warga kulit putih dan membentuk pemerintahan transisi. Namun inisasi damai yang ditawarkan pemerintahan sosial demokrat Perancis pada  tahun 1985 dicabut oleh pemerintahan konservatif yang terpilih pada pemilu 1986.

Baca Juga: Separatis Papua Siap Berdialog dengan Indonesia

Akibatnya eskalasi konflik di Kaledonia Baru memuncak pada penyanderaan 27 warga kulit putih oleh pasukan pemberontak. Militer Perancis merespon dengan menewaskan 19 simpatisan separatis.

Hubungan antara warga pribumi Kanak dan pemerintah Perancis baru membaik ketika kedua pihak menandatangani Nouméa Accord pada 1998 yang menggariskan transisi kekuasaan dari Paris ke pemerintahan lokal. Perjanjian itu juga menjadi pondasi bagi penyelenggaraan referendum kemerdekaan yang disahkan oleh pemerintahan Emmanuel Macron pada 2017 silam.

rzn/ap (dari berbagai sumber)