1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Terorisme

Seperlima Mahasiswa Indonesia Dukung Kekhalifahan Islam

2 November 2017

Jajak pendapat Alvara menunjukkan sekitar 20 persen mahasiswa dan pelajar Indonesia mendukung Kekhalifahan Islam untuk mengganti Pancasila. Pengamat meyakini fenomena tersebut adalah buah dakwah kelompok radikal.

https://p.dw.com/p/2mt4v
Indonesien | Proteste in Jakarta
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry


Hampir 20 persen mahasiswa dan murid sekolah menengah atas di Indonesia mendukung sistem kekhalifahan Islam sebagai dasar negara. Temuan tersebut terungkap dalam jajak pendapat terhadap 4.200 kaum muda muslim yang digelar lembaga penelitian Alvara. 

Hasil survei mencatat 18,6 persen mahasiswa dan 16,8 persen pelajar memilih ideologi Islam lebih tepat untuk Indonesia. Selebihnya 23,4 persen mahasiswa dan 23,3 persen pelajar menyatakan siap berjihad untuk menegakkan negara Islam atau khilafah.

"Ini menunjukkan ajaran intoleran telah merasuki universitas dan sekolah," tulis Alvara dalam laporannya. "Pemerintah dan organisasi Islam moderat harus mengambil langkah untuk mengantisipasi dan memperkuat kehadiran di lingkaran pelajar dan mahasiswa dengan bahasa yang mudah dipahami."

Dalam jajak pendapat tersebut Alvara juga menanyakan persepsi mahasiswa dan pelajar muslim tentang pemimpin non-muslim dan penerapan Syariah Islam di daerah. "Persentase mahasiswa dan pelajar yang tidak mendukung pemimpin nonmuslim cukup besar, secara berturut-turut 29,5 persen dan 29,7 persen," kata Direktur Alvara, Hasanuddin Ali, seperti dilansir Tempo.

Sementara soal Perda Syariah, sebanyak 19,6 persen mahasiswa dan 21,9 persen pelajar mendukung penerapan hukum Islam di tata pemerintahan.

Besarnya animo mahasiswa terhadap kekhalifahan Islam diduga antara lain berkat kegiatan dakwah sejumlah organisasi fundamentalis, seperti Hizbut Tahrir Indonesia. Kepada Tempo, Mantan Wakil kepala Badan Intelijen Negara (BIN) As'ad Said Ali mengatakan HTI telah memanfaatkan kampus sebagai lahan dakwah sejak awal 1980an.

"Kemudian mereka menyebar ke Bandung, Malang, dan kota-kota lainnya."

Hal ini diakui sendiri oleh Jurubicara HTI, Ismail Yusanto. "Bukan hanya HTI, mereka yang memahami dakwah pasti akan melakukan dakwah kemana pun, selama dakwah itu bisa menjangkau manusia, apalagi muslim dan muslim itu ada di mana-mana, termasuk di sekolah dan kampus," jelasnya.

Tokoh NU dan pembina Mata Air Foundation, Nusron Wahid, mengaku terkejut dengan hasil survei tersebut. "Saya sebetulnya speechless, karena satu orang saja melakukan bom bunuh diri atas nama pejihad di Indonesia sudah menyusahkan banyak orang. Apalagi di level mahasiswa dan pelajar mencapai angka 23%," katanya.


rzn/yf (rtr, tempo, kompas)