1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Serangan Bom di Pusat Kota Bagdad

25 Oktober 2009

Gelombang serangan bunuh diri paling berdarah yang terjadi Minggu (25/10) kemarin di Irak, menewaskan sekurangnya 136 orang. Sekitar 600 lainnya cedera. Dua serangan teror itu bertujuan membuat Irak tidak stabil.

https://p.dw.com/p/KF4e
Kerusakan pada Kementrian Kehakiman Irak.Foto: AP

Ledakan dahsyat mula-mula terjadi di depan gedung Kementrian Kehakiman Irak, tak lama kemudian di samping gedung Dewan Provinsi. Di mana-mana terlihat genangan darah, korban tewas, potongan anggota badan dan korban cedera. Serangan kali ini lebih besar dampaknya dari pada yang terjadi tanggal 19 Agustus, juga di Bagdad. Ketika itu serangan ganda serupa, juga merenggut nyawa sekitar seratus orang.

Pemerintah Irak mempersalahkan jaringan teror Al Qaida dan para pendukung Partai Baath yang berkuasa di zaman Saddam Hussein. Yang jelas mereka memilih sasaran dan waktunya dengan sangat cermat. Terlihat jelas negara tidak mampu melindungi lembaga-lembaganya sendiri di pusat ibukota, menjelang pengambilan keputusan politik yang penting. Rupanya itulah perhitungan di pelaku. Mohammad al-Rubai, dari Dewan Kota Bagdad mengemukakan: "Pelaku menyerang gedung pemerintahan secara berturut-turut. Ini jelas merupakan serangan terhadap sistem politik secara keseluruhan."

Sedangkan Mahmud Othman, anggota parlemen Irak lewat televisi menganggap ada dua motif serangan di Bagdad, yaitu pesan untuk dalam dan luar negeri. Dikatakannya: "Yang pertama berlaku bagi konferensi para investor di Irak yang kini sedang berembuk di Washington. Yaitu agar mereka tidak datang ke Irak, karena masih tetap tidak aman. Kira-kira itulah peringatannya. Dan pesan yang kedua kemungkinan ditujukan bagi Dewan Keamanan Nasional, yang Minggu sore hendak berusaha menyelesaikan masalah-masalah seputar UU pemilu."

Tanggal 16 Januari mendatang akan diselenggarakan pemilihan parlemen Irak. Tetapi itu dapat batal, karena tidak ada UU pemilu yang memungkinkan warga mengambil keputusan. Pokok sengketa adalah, haruskah partai-partai menuliskan nama-nama calon mereka dalam daftar, atau tidak. Pemerintahan Nuri al-Maliki menginginkan keterbukaan, tetapi partai-partai keagamaan Syiah, tidak mau. Sedianya Minggu sore kemarin akan diambil keputusan, tetapi enam jam sebelumnya, dua bom maut meledak.

Bagi AS insiden itu merupakan sebuah dilema. Presiden Barack Obama melihat bahwa rencana penarikan pasukan AS terancam gagal, bila pemilu tidak dapat diselenggarakan atau harus ditangguhkan. Sejak tanggal 1 Juli, pasukan-pasukan AS tidak menampakkan diri lagi di kota-kota Irak, dan sampai bulan Agustus tahun depan, satuan-satuan tempur rencananya sudah akan meninggalkan negara itu. Kemudian, sampai akhir tahun 2011 seluruh pasukan AS sudah akan ditarik.

Kekerasan di jalan menuju pemilu hanya membenarkan kekhawatiran yang sudah ada di kalangan militer AS. Yaitu, bahwa pemerintah Irak tidak mampu menjamin keamanan bagi penduduknya sendiri, walaupun selalu menandaskan, mampu melakukannya. Mahmud Othman, anggota parlemen Irak mengemukakan satu tujuan. Hanya saja sejak penyerbuan militer AS enam setengah tahun lalu tujuan itu tidak kunjung terwujud. Kata Mahmud Othman: "Stabilitas politik sangat penting bagi kondisi keamanan. Bila politik tetap tidak stabil, maka keamanan pun tidak berfungsi. Parlemen dan pemerintah dituntut untuk menyelesaikan masalah ini secepatnya. Ini jelas masih tetap belum ditangani."

Di salah satu lokasi kejadian PM Irak Nuri al-Maliki memang menjelaskan bahwa serangan pengecut itu tidak akan membuat rakyat Irak berpaling dari jalan yang ditempuhnya. Tetapi serangan-serangan serupa itu pasti akan memperlemah dirinya. Pimpinan militer sudah meresahkan bahwa bila pemilu ditangguhkan, maka kekerasaan akan terus meningkat dan membahayakan stabilitas di Irak.

Ulrich Leidholdt / Dewi Gunawan-Ladener
Editor: Rizki Nugraha