1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Sesudah Flu Burung Masuk Eropa

22 Februari 2006

Pertemuan para menteri pertanian Eropa tak menelurkan kesepakatan tunggal tentang langkah menghadapi penyebaran flu burung.

https://p.dw.com/p/CJeM
Foto: AP

Prancis dan Belanda, dua negara pengekspor ternak terbesar Eropa melangkah sendiri.Ternyata flu burung benar-benar memasuki daratan Eropa. Pernyataan Menteri Pertanian Jerman Horst Seehofer menggambarkan kepanikan yang muncul, sesudah virus maut flu burung H5N1 ditemukan di Rügen, sebuah pulau kecil di utara Jerman.

Horst Seehofer: "Pada Sabtu siang lalu, pejabat setempat mengatakan kepada saya di hadapan wartawan yang berkumpul bahwa situasinya terkendali. Tetapi, sehari kemudian, dia mengatakan, bahwa dia sebenarnya membutuhkan bantuan."

Sepertinya Menteri Pertanian Jerman kesal karena para pejabat di Pulau Rügen, sempat meremehkan masalah ini. Padahal masalahnya sangat serius bagi Jerman. Begitu seriusnya, sampai-sampai tentara Jerman pun diturunkan untuk mengatasi keadaan.

Sebelumnya, Eropa sangat cemas, ketika beberapa pekan lalu flu burung melanda Turki, yang sebagian wilayahnya berada di Eropa. Berbagai cara dikerahkan untuk membendung kemungkinan penyebaran virus maut itu. Kini, sudah tujuh negara anggota Uni Eropa yang terkena: Austria, Jerman, Yunani, Italia, Prancis, Slovenia, dan terakhir, Hungaria. Negara Eropa lain yang sudah terkena adalah Bosnia.

Kepanikan tampak jelas dalam pertemuan para menteri pertanian Uni Eropa di Brussel, Senin lalu. Pertemuan darurat itu tidak menghasilkan kesepakatan, terutama tentang usulan melakukan vaksinasi di peternakan-peternakan.

Prancis dan Belanda tetap pada rencana awal. Yakni melakukan vaksinasi terhadap unggas seperti bebek, angsa dan burung-burung peliharaan. Belgia pun pada akhirnya setuju. Tetapi Jerman dan sejumlah negara lain memandang skeptis langkah itu. Menteri Pertanian Jerman, Horst Seehofer mengatakan:

"Pembicaraan intensif yang melibatkan para ilmuwan, membuat kami melontarkan keragu-raguan terhadap langkah imunisasi itu. Terutama dampak yang akan ditimbulkan terhadap sektor ekonomi. Namun kami akan terus mendorong dan mengikuti proses diskusi ini."

Imunisasi memang diragukan keefektifannya sebagai cara mencegah penyebaran virus flu burung. Tapi masalahnya, belum ada alternatif terhadap kebijakan pengandangan unggas. Karena memang tidak mungkin mengandangkan unggas selama bertahun-tahun. Berkaitan dengan hal itu, Seehofer mengatakan:

"Kebijakan pengandangan hewan ternak memang memiliki dampak samping terhadap hewan-hewan yang dikandangkan. Maka semua pihak wajib untuk secara bersama memikirkan sebuah alternatif. Ini tentunya tidak dapat ditemukan dalam waktu singkat. Jadi kami sedang mengembangkan sebuah strategi imunisasi yang juga menjadi bagian dari penelitian."

Upaya vaksinasi itu didukung oleh kepala komisi pertanian di parlemen Eropa, Friedrich Wilhelm Gräfe zu Baringdorf.

"Saya mendukung langkah vaksinasi itu. Memang bukan solusi satu-satunya, tapi imunisasi unggas sebagai sebuah metode pencegahan penyebaran wabah bisa sangat berguna. Seperti sebuah lingkaran vaksinasi yang mengelilingi unggas-unggas liar, agar virus yang menjangkiti hewan liar tersebut tidak menular ke hewan ternak. Karena jika virus H5N1 itu menjangkiti hewan ternak, akan muncul bahaya mutasi dan pada akhirnya akan menular ke manusia."

Di pihak lain, Helmut Born, Sekretaris Jenderal Serikat Petani Jerman, mendesak pemerintah agar memberikan uang kompensasi kepada para peternak yang menderita kerugian akibat wabah flu burung.

Helmut Born: "Di sini hewan-hewan yang sehat terpaksa secepatnya dibunuh demi menghindari wabah flu burung. Jadi, pemerintah negara bagian dan pemerintah Jerman serta Uni Eropa harus menetapkan kebijakan yang tidak meninggalkan para petani sendirian dalam menghadapi masalah ini. Uni Eropa memiliki anggaran bencana untuk menanggulangi penyebaran flu burung, dan kami sangat berharap bahwa dengan dana itu Uni Eropa dapat membantu para peternak kecil."