1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Setahun Perang Gaza: "Tak Seorang pun Menolong Kami"

27 Desember 2009

27. 12. 2008 Israel lancarkan operasi militer terhadap organisasi radikal Palestina Hamas di Jalur Gaza. Selama tiga pekan, yang disebut operasi "Cast Lead" menewaskan sekitar 1.400 warga Palestina dan 13 warga Israel.

https://p.dw.com/p/LEPL
Perang GazaFoto: AP

Perang Gaza juga merusak berat rumah dan bangunan-bangunan pabrik. Tetapi hingga kini tidak ada pembangunan kembali akibat blokade Israel dan penduduk Jalur Gaza sangat kecewa. Reporter DW Clemens Verenkotte melaporkan:

Haktupha terletak di sebelah timur laut Gaza City, hanya dua kilometer dari perbatasan ke Israel. Rumah-rumah hancur dan lubang-lubang pada bangunan yang besarnya berbeda menunjukkan kaliber senjata berbeda yang menjadi penyebab lubang. Lahan-lahan luas yang diselingi dengan puing-puing bangunan beton atau kerangka-kerangka bangunan yang berdiri terpisah membentang sejauh pandangan mata. Walid al Shorafa mengatakan: "Di sini dulu semuanya pepohonan. Kemana pun anda melihat, semuanya pohon jeruk dan zaitun. Di sini, di sebelah utara, dulu ada rumah-rumah. Semuanya rusak. Tak satu rumah pun yang tersisa. Semuanya sudah rata dengan tanah."

Sasaran granat, artileri dan helikopter

Shorafa yang dulu kuliah Teknik Elektro di Berlin dan kini bekerja di perusahaan listrik Palestina, menunjukkan reruntuhan rumah abangnya. Pada 10 Januari 2009 granat-granat Israel menghantam rumah itu. Walid mengatakan bahwa pertempuran yang terhebat terjadi di kawasan itu. Untungnya, keluarga abangnya berhasil selamat. "Mereka meninggalkan rumah sehari sebelum serangan. Mereka melihat tank-rank bergerak menuju kawasan ini. Mereka langsung mengungsi ke pusat kota," ucapnya.

Kebanyakan warga kawasan rawan yang menjadi sasaran tank-tank, tembakan artileri dan helikopter selama Perang Gaza, mengungsi dan ditampung keluarga lainnya, teman-teman atau badan penampungan pengungsi PBB di Gaza UNWRA.

Krieg Gaza
Foto: AP

Lenyapnya peternakan ayam, pohon jeruk dan zaitun

Di sebuah lahan terbuka terlihat sebuah pondok darurat beratap seng. Pemiliknya, Nidal adalah seorang pria kurus berusia 40 tahun. Ia dan keluarganya kehilangan segalanya. "Di sini dulu berdiri rumah saya yang bertingkat tiga. Saya dulu punya peternakan ayam dan rumah tanaman, sebuah sumur dan dua mobil. Ini semuanya dihancurkan mereka," kata Nidal.

Dulu keluarga Nidal yang terdiri dari 15 orang memiliki ayam-ayam, pohon-pohon jeruk dan zaitun. Sumurnya dalam dan memberikan air bagi semua, manusia, binatang dan tanaman. Kini ia mendapatkan air dari pemerintah sekali sehari. Dengan uang sekitar 370 Euro ia harus membayar sewa apartemen kecil di Gaza City, tempat mereka sekarang tinggal.

Tak ada yang peduli

"Tak seorang pun di bumi ini, baik kaum demokrat maupun organisasi kemanusiaan yang ingat kepada kami dan menolong kami. Kami sangat, sangat kecewa. Tidak tahu apa lagi yang harus kami lakukan. Kami berharap, kami mati saja. Ini lebih baik ketimbang menderita di musim dingin dan di musim panas. Situasi kami sangat mengenaskan."

Nidal dalam hal ini tidak sendirian. Tetangga-tetangganya mengalami nasib yang sama. Kenapa setahun setelah berakhirnya Perang Gaza hampir tidak ada yang berubah dan tidak ada pembangunan kembali?

Abdullah, salah seorang penduduk dari sekitar 1,5 juta warga sipil di wilayah itu menjawab, "Ini semuanya karena blokade. Semua akses ke Gaza ditutup. Israel tidak mengizinkan suplai bahan-bahan bangunan. Ini sebabnya, mengapa sama sekali tidak ada yang dapat diperbaiki."

Krieg in Gaza
Foto: AP

Rasa kasihan yang munafik

Adnan Abu Hasna, juru bicara badan bantuan pengungsi PBB di Gaza(UNWRA)mengutarakan, "Keadaan semakin memburuk. Saat ini ada ribuan keluarga yang tidak punya rumah atau tinggal di tempat saudaranya yang masih memiliki tenda atau rumah tidak permanen. Kami tidak bisa berbicara tentang pembangunan kembali. Aktivitasnya nol."

Dr. Jehad Ghazal seorang internis mengatakan, "Di Gaza orang tidak habis pikir, kenapa sejak empat tahun ini, sejak kemenangan Hamas pada pemilu akhir Januari 2006, Israel diizinkan oleh dunia internasional untuk memblokade semua manusia di jalur pantai ini. Tak seorang pun berupaya untuk memaksa Israel atau meyakinkannya untuk menghapuskan blokade. Tak seorang pun. Kami masih saja menderita karena blokade ini. Saya cape selalu dikasihani, karena ini hanya dusta. Seluruh dunia sudah gila dan hanya melihat tanpa melakukan suatu apa pun juga."

Clemens Verenkotte/Christa Saloh

Editor: Luky Setyarini