1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

251109 D Frauen Gewalt

25 November 2009

Seperti negara lain Jerman juga ikut memperingati "Hari Internasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan". Pemerintah Jerman bersama sejumlah lembaga sosial berupaya membantu perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga.

https://p.dw.com/p/Kg4z
Plakat kampanye menentang kekerasan terhadp perempuanFoto: picture-alliance/ dpa

Tempat penampungan perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga pertama di Jerman dibangun tahun 1976 di kota besar Berlin, Köln dan Frankfurt. Tempat-tempat itu merupakan tempat berlindung bagi perempuan yang dianiaya oleh suaminya. Pelarian mereka sebagian dilatar belakangi sebuah kisah penderitaan yang sangat tragis.

Kini jumlah tempat penampungan itu di Jerman telah meningkat sampai sekitar 360 rumah. Sampai 40.000 perempuan setiap tahunnya, sebagian dengan anak-anaknya, mencari perlindungan di rumah-rumah itu.

Beberapa tahun lalu Kementerian Kesejahteraan Keluarga Jerman memperkenalkan sebuah studi representatif. Hasilnya, sekitar 25 persen perempuan berusia antara 16 sampai 85 tahun pernah mengalami kekerasan fisik atau seksual, atau bahkan keduanya, sekali atau lebih sering.

Bentuk kekerasan yang dialami perempuan-perempuan itu dapat berupa tamparan, siksaan dengan menggunakan senjata sampai pemerkosaan. Seringnya pelaku kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT melakukan kekerasan di bawah pengaruh alkohol. Terutama perempuan yang hendak pisah dari suami atau pacarnya atau di masa kecilnya sudah dianiaya, yang menjadi korban kekerasan. Mereka harus hidup dengan kebiasaan dengan dipukuli dan dicaci maki setiap hari.

Menteri Kesejahteraan Keluarga Jerman Ursula von der Leyen menekankan bahwa masalah ini bukan masalah sebuah lapisan masyarakat tertentu. "Kekerasan terhadap perempuan terjadi di semua lapisan. Tak terbayangkan jumlah kasus kekerasan di dalam rumah tangga terutama yang dilakukan oleh suami atau teman hidup. Namun perlu diperhatikan juga bahwa 60 persen dari kasus-kasus itu, anak-anak melihat dan mendengar bagaimana ibunya disiksa. Dan seringnya mereka itu terlibat langsung dalam pertengkaran orang-tuanya sehingga meninggalkan luka yang dalam seumur hidup,“ papar Ursula von der Leyen.

Namun tidak hanya anak-anak yang menderita akibat mengalami kekerasan secara langsung atau tidak langsung, akan tetapi juga perempuan korban kekerasan. Tidak jarang mereka menderita penyakit kronis.

Ketika tema KDRT sudah tidak mungkin diabaikan lagi atau dianggap sebagai kasus yang tidak penting, tahun 2002 pemerintah Jerman mengeluarkan undang-undang baru yang melindungi perempuan dari kekerasan dalam rumah tangga. Secara singkat dalam undang-undang itu tercantum, siapa yang memukul, dia harus pergi. Melalui pengadilan perempuan yang dianiaya dapat menuntut agar pelaku KDRT harus meninggalkan tempat tinggal mereka untuk jangka waktu tertentu atau selamanya.

Dalam memerangi kekerasan terhadap perempuan para dokter memainkan peranan khusus. Mereka adalah pihak pertama yang mendampingi korban. Atas inisiatif Kementerian Kesejahteraan Keluarga, kepekaan ahli medis terutama di praktek dokter umum dan dokter kebidanan dan kandungan terhadap kekerasan dalam rumah tangga ditingkatkan.

Namun, langkah pertama untuk keluar dari spiral kekerasan tetap harus dilakukan oleh perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga itu sendiri.

Petra Nicklis / Andriani Nangoy

Editor: Hendra Pasuhuk