1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Kriminalitas

Setya Novanto Divonis 15 Tahun Penjara

24 April 2018

Bekas Ketua DPR RI, Setya Novanto, divonis 15 tahun penjara setelah terbukti bersalah menyalahgunakan kekuasaannya untuk korupsi dalam proyek pengadaan e-KTP. Putusan hakim lebih rendah dari tuntutan jaksa KPK.

https://p.dw.com/p/2wXr2
Bekas Ketua DPR dan Golkar, Setya Novanto
Bekas Ketua DPR dan Golkar, Setya NovantoFoto: picture-alliance/AP Photo/T. Syuflana

Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memvonis bersalah bekas ketua DPR Setya Novanto dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP antara 2011 dan 2013. Untuk itu ia dikenakan hukuman penjara 15 tahun dan denda 500 juta Rupiah subsider 3 bulan kurungan.

Putusan hakim lebih ringan ketimbang tuntutan jaksa KPK yang meminta Novanto dihukum 16 tahun penjara dan denda Rp. 1 miliar Rupiah subsider 6 bulan kurungan.

Terpidana disebut menyalahgunakan kekuasaannya sebagai ketua fraksi Partai Golkar untuk mengintervensi proyek pengadaan e-KTP. Ia antara lain berusaha mencampuri proses penganggaran hingga lelang. Berkat manuver Novanto, proyek e-KTP akhirnya diloloskan pada 2011 silam dengan anggaran Rp. 2 triliyun.

Baca: Jejak Korupsi Setya Novanto - Dari Limbah Beracun Hingga e-KTP

Novanto diklaim bekerjasama dengan pengusaha Andi Agustinus. Atas jasanya itu terpidana antara lain menerima imbalan berupa uang senilai 7,3 juta Dollar AS dan sebuah jam tangan mewah senilai 1,3 miliar Rupiah dari Andi dan rekan bisnisnya, Johannes Marliem.

Majelis hakim menilai unsur menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan "telah terpenuhi menurut hukum", kata hakim Franky Tambuwun saat membacakan pertimbangan putusan di Pengadilan Tipikor seperti dilansir Kompas.

Setya Novanto merupakan kader Golkar yang mulai bergabung pada 1979. Sejak 1999 ia duduk sebagai anggota legislatif di Dewan Perwakilan Rakyat dan memenangkan enam pemilihan berturut-turut hingga kini.

rzn/ap (kompas, detik, merdeka)