1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KonflikTimur Tengah

Siapa yang Mampu Pimpin Mediasi Konflik Israel-Palestina?

Ian Bateson
18 Mei 2021

Kekerasan dalam konflik Israel dan Palestina berlarut-larut tanpa ada tanda-tanda gencatan senjata. Para pemimpin internasional telah menyerukan negosiasi perdamaian, tetapi siapa yang akan memimpin mereka?

https://p.dw.com/p/3tWmt
Sistem pertahanan udara Israel
Sistem pertahanan udara Iron Dome Israel diluncurkan untuk mencegat roket yang diluncurkan dari Jalur Gaza, di atas kota Ashdod di Israel selatan, pada Senin (17/5).Foto: Ahmad Gharabli/AFP/Getty Images

Saat kekerasan antara Israel-Gaza terus berlanjut hingga minggu kedua, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres telah menyerukan agar pihak-pihak yang bertikai segera mengakhiri pertempuran. Meski begitu, gencatan senjata dinilai tidak akan bertahan lama kecuali digabungkan dengan negosiasi yang lebih luas.

Pertanyaannya, badan atau pemerintah internasional mana yang dapat mengambil peran utama dalam pembicaraan semacam itu?

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)

Guterres mengatakan bahwa PBB "secara aktif melibatkan semua pihak menuju gencatan senjata" dan meminta pemerintah Israel dan organisasi Hamas "untuk mengizinkan mediasi guna mengintensifkan dan menyukseskan (upaya tersebut).‘‘

Tetapi, upaya PBB untuk menyelesaikan konflikIsrael-Palestina  secara diplomatis mengalami kesulitan karena Amerika Serikat (AS) masih ‘‘menahan diri‘‘ di Dewan Keamanan.

Pada pertemuan Minggu (16/5), anggota dewan mengutuk kekerasan yang terjadi, tetapi gagal menyetujui pernyataan publik. Cina, yang mengisi posisi presiden Dewan Keamanan saat ini, menyalahkan AS sebagai satu-satunya pihak yang menentang tindakan tersebut. Departemen Luar Negeri AS menolak berkomentar tentang masalah ini.

AS sebelumnya telah menggunakan hak veto dan posisinya di Dewan Keamanan untuk memblokir resolusi dan pernyataan tentang Israel. 

Israel-Gaza
Serangan udara oleh pasukan Israel di Kota Gaza pada Selasa (18 /5) dini hari. Rentetan kekerasan telah menewaskan lebih dari 200 orang dan mendorong para pemimpin dunia untuk meningkatkan mediasi.Foto: Mahmud Hams/AFP

Amerika Serikat

Israel adalah sekutu terdekat AS di Timur Tengah, dan AS adalah sumber penting bantuan dan peralatan militer bagi Israel. Hubungan itu selalu memberikan pengaruh yang signifikan terhadap AS saat membawa Israel ke meja perundingan ketika konflik meningkat.

Hubungan kedua pihak mencapai puncaknya selama kepresidenan Donald Trump. Ketika itu Trump melakukan tindakan yang memihak ke Israel, termasuk memindahkan kedutaan AS dari Tel Aviv ke Yerusalem. Proposal perdamaian Trump yang gagal pun dinilai sangat sesuai dengan ketentuan Israel, yang akan mengakui pemukiman di wilayah pendudukan sebagai bagian dari Israel.

Sementara pemerintahan Biden tampaknya terjebak oleh eskalasi konflik terbaru. Biden tidak menempatkan masalah itu sebagai prioritas setelah pemerintahan sebelumnya, termasuk di masa pemerintahan Obama, saat Biden menjadi wakil presiden, gagal membuat kemajuan. AS saat ini tidak memiliki duta besar di Israel.

Sebelumnya pada Sabtu (15/5), Biden telah berbicara secara terpisah dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Presiden Palestina Mahmoud Abbas. Utusannya, Wakil Asisten Sekretaris Urusan Israel-Palestina Hady Amr, juga tiba di Tel Aviv di hari yang sama.

Liga Arab telah meminta AS untuk mengambil peran lebih aktif dalam proses perdamaian Timur Tengah. Masih belum jelas seberapa cepat pemerintahan Biden dapat menghasilkan rencana yang layak untuk konflik tersebut, karena masalah ini tidak menjadi salah satu prioritasnya. 

Uni Eropa

Perwakilan tinggi Uni Eropa (UE), Josep Borrell, telah menyerukan diakhirinya kekerasan dengan segera di Israel dan wilayah Palestina. Menteri luar negeri UE akan bertemu pada hari ini Selasa (18/5) untuk membahas masalah tersebut.

Borrell mengatakan dia telah melakukan kontak dengan anggota Kuartet Timur Tengah, yakni PBB, AS, UE dan Rusia, untuk meredakan situasi.

UE tidak memainkan peran utama dalam negosiasi perdamaian Timur Tengah dan sebaliknya berfokus pada bantuan kemanusiaan. UE adalah donor tunggal terbesar untuk Otoritas Palestina. Melalui departemen bantuan kemanusiaannya, Komisi Eropa telah mengirimkan total € 700 juta (RP 12 triliun) ke Jalur Gaza dan Tepi Barat sejak tahun 2000.

"AS yang memainkan peran aktif," ujar Norbert Röttgen, ketua komite kebijakan luar negeri parlemen Jerman Bundestag, kepada media publik Deutschlandfunk pada Jumat (14/5).

 "Mereka segera mengirim perwakilan Departemen Luar Negeri untuk masalah ini." Dia mengatakan UE praktis tidak memainkan peran, namun dapat berkontribusi dengan terus memberikan bantuan kemanusiaan. 

Mesir

Badan intelijen di Mesir, yang berbatasan dengan Israel di barat, masih memiliki koneksi yang baik dengan kelompok Hamas. Selama akhir pekan lalu, Mesir berperan dalam upaya mediasi bersama dengan PBB dan Qatar untuk merundingkan gencatan senjata selama dua jam agar bahan bakar dapat diangkut ke satu-satunya fasilitas listrik di Gaza. Namun upaya itu gagal setelah Israel menyerang rumah kepala Hamas Yahya Sinwar.

Pada Rabu (12/5), delegasi Mesir bertemu dengan kelompok-kelompok Islam Palestina di Gaza sebelum pergi ke Tel Aviv pada Kamis (13/5). Para pemimpin Israel sejauh ini menolak perjanjian gencatan senjata, demikian menurut pemerintah Mesir.

Pada Minggu (16/5), Netanyahu semacam mengonfirmasi bahwa dia tidak akan mengupayakan gencatan senjata dengan segera. "Kami mencoba menurunkan kemampuan teroris Hamas dan menurunkan keinginan mereka untuk melakukan ini lagi," kata Netanyahu kepada media AS CBS. "Sehingga, butuh waktu. Saya harap tidak lama, tapi juga tidak segera,” ujarnya. (pkp/gtp)