1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Siasat Jokowi dan Prabowo Menjaring Suara Milenial

4 April 2019

Menjelang Pilpres 2019 Joko Widodo dan Prabowo Subianto semakin giat merayu pemilih muda lewat beragam gimmick dan strategi kampanye kekinian, tanpa menitikberatkan pada program kerja yang berpihak. Berhasilkah?

https://p.dw.com/p/3GDg0
Presiden Joko Widodo mengenakan baju kaus lengan panjang dan sepatu sneaker saat meresmikan jalur baru MRT di Jakarta, 24 Maret 2019.
Presiden Joko Widodo mengenakan baju kaus lengan panjang dan sepatu sneaker saat meresmikan jalur baru MRT di Jakarta, 24 Maret 2019.Foto: picture-alliance/AP Photo/D. Alangkara

"Mama, just killed a man," lantun Presiden Joko Widodo mengikuti lagu Bohemmian Rhapsody milik band ternama Queen saat menumpang kendaraan Boy William, seorang bintang Youtube Indonesia.

Jokowi yang berpakaian sederhana dengan jaket berwarna merah dan dipadu dengan celana jeans itu sedang tampil di acara #NebengBoy yang digandrungi kaum muda. Penampilannya saat ini sudah ditonton sebanyak tujuh juta kali, angka yang krusial di tengah kontestasi Pemilu Kepresidenan 2019.

Baca juga:Seakan Begitu Mudah Merebut Suara Generasi Milenial 

Adalah sebuah tim berisikan profesional muda berusia 20-an tahun yang menggiring sang presiden merayu pemilih milenial. Mereka berkantor di sebuah gedung jangkung berparas modern di pusat kota Jakarta. Di dalamnya mereka antara lain memonitor aktivitas media sosial terkait pemilu melalui layar LED raksasa, tulis kantor berita Reuters.

Seorang penasehat presiden bertutur, tim muda ini menggunakan data media sosial untuk menentukan referensi populer yang bisa digunakan Jokowi, mulai dari penggunaan analogi "Game of Thrones" dan "Avengers" saat membahas perang dagang internasional, atau pakaian kekinian yang dikenakan sang presiden saat tampil di hadapan pemilih muda.

Kaum milenial di Indonesia yang berusia antara 17 hingga 35 tahun saat ini mewakili sepertiga dari 193 juta jumlah pemilih. Suara kaum muda ini berpengaruh besar bagi elektabilitas dua paslon pada pilpres kali ini. "Dilihat dari ukuran basis pemilihnya saja, kaum milenial berperan besar menentukan arah pemilu," tutur Djayadi Hanan, peneliti lembaga riset Saiful Mudjani Research & Consulting.

Sebagian besar jajak pendapat menempatkan capres petahana di urutan teratas dengan perbedaan suara sebanyak dua dijit dari Prabowo Subianto. Survei yang dibuat Roy Morgan baru-baru ini bahkan menyimpulkan sebanyak 60% pemilih muda menjagokan Jokowi.

Baca juga:Milenial Indonesia di Jerman: "Yang Penting Lapangan Kerja dan Hidup Layak" 

Namun jajak pendapat tidak menjamin perolehan suara, terutama kaum muda. Kubu kedua paslon sepakat merayu kaum milenial yang kebanyakan bersikap apolitis bukan tugas yang mudah.

Jokowi misalnya memenangkan Pilpres 2014 lantaran karismanya sebagai warga biasa. Sosok yang bukan berasal dari lingkungan elite politik atau militer. Namun sejak menjabat, tutur penasihat yang enggan disebut namanya itu, pemilih muda "tidak lagi mengenali" sang presiden. Sebab itu dia didorong untuk tampil lebih santai.

"Karena dia harus menjadi lebih negarawan, narasi 'wong ndeso' tidak bisa dipakai lagi saat ini," kata penasihat kampanye senior Jokowi kepada Reuters.

Masalah ini lah yang coba dipecahkan oleh tim tersebut.

"Kami bisa melihat secara langsung apa yang berhasil atau apa yang memicu reaksi negatif. Hal ini kami sampaikan secara gamblang kepada presiden," kata sang penasihat, sembari menambahkan Jokowi setiap hari menerima laporan aktivitas media sosial terkait kampanyenya.

Maka ketika Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno lebih sering tampil rapih dengan kemeja dan sepatu pantofel, Jokowi seringkali hanya mengenakan baju kaus atau kemeja yang digulung, celana jeans dan sepatu snekaer berwarna cerah. Maret silam dia tampil dalam sebuah film animasi komik, di mana dia menemui Jokowi muda dan membahas pencapaian pemerintahannya.

Jokowi bahkan meniru jurus Perdana Menteri India Narendra Modi ketika menggunakan proyeksi holografi dirinya sendiri untuk berceramah di depan pemilih muda.

Baca juga:LSI: Ma'ruf Bikin Pemilih Nonmuslim dan Milenial Tinggalkan Jokowi 

Prabowo, sebaliknya, diyakini sulit menjaring suara milenial lantaran pencitraan orang kuat yang dia usung sebagai bekas Komandan Jendral Kopassus. Dia pun harus mengubah penampilannya agar lebih terlihat santai dengan bercanda atau menggunakan kacamata hitam model aviator. "Agak jarang melihat sisi santai Prabowo dan selera humornya. Kami berusaha menampilkan sisi lainnya ini," kata Dahnil Anzhar, Koordinator Jurubicara Prabowo-Sandiaga.

Prabowo mengandalkan wakilnya, Sandiaga Uno, buat menyaingi Jokowi berebut suara milenial. Pengusaha yang gemar berlari marathon itu misalnya berulangkali tampil saat berolahraga atau bahkan bergabung dalam koreografi sebuah grup breakdance di depan mahasiswa. Dahnil berujar popularitas Sandiaga di kalangan muda dan perempuan ikut mendongkrak elektabilitas Prabowo.

Namun konsep kampanye tidak banyak berpengaruh ketika dihadapkan pada permasalahan kaum muda. Tingkat pengangguran di kalangan milenial yang sebesar 5% misalnya tergolong yang paling tinggi di Asia Tenggara. Ironisnya kebanyakan pengangguran berasal dari sekolah vokasi, sebuah model pendidikan kejuruan yang justru ingin dibesarkan oleh petahana.

"Kekhawatiran terbesar kami adalah bagaimana mendapat pekerjaan setelah lulus dan siapa pemimpin yang bisa memberikan kita hal itu," kata Haliza Aulia Madina, mahasiswi berusia 19 tahun di Bandung. Sebab itu dia mengaku mendukung Prabowo.

rtr/as (Reuters)