1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Singa Terkuat dari Kamerun

27 Mei 2010

Sejak usia 14 tahun Samuel Eto'o telah merumput untuk timnas Kamerun. Sejak saat itu posisinya di skuad Lions Indomptables tidak tergantikan. Penyerang berusia 29 tahun itu kini siap menjadi legenda sepak bola Afrika

https://p.dw.com/p/NYiI
Kapten timnas Kamerun, Samuel Eto'o (ki.) saat melawan Mesir di Piala AfrikaFoto: AP

Nkongmondo, sebuah pemukiman di Doula, bekas ibukota yang kini menjadi pusat perekonomian Kamerun. Di kota inilah sang bintang dilahirkan dan dipuja layaknya dewa. Ketika masih bermain untuk FC Barcelona, warga Nkongmondo membuat patung perungu Samuel Eto'o, lengkap dengan bola dan kostum Barca yang berwarna merah dan biru.

Samuel Eto'o tidak diragukan lagi adalah bintang sepak bola terbesar Kamerun yang layak menjadi pewaris sejati legenda sepak bola Roger Milla yang terkenal dengan tarian Lambada-nya di tiang bendera di sudut lapangan.

Eto'o memang tidak punya tradisi khusus dalam merayakan gol, tapi kebanyakan gol yang ia lesakkan ke gawang lawan tercipta pada momentum spesial yang tidak jarang membuahkan kemenangan bagi timnya. Sembilan gol dari 11 pertandingan selama di babak kualifikasi Piala Dunia jelas bukan hasil yang bisa diremehkan.

Bagi Eto'o, ini merupakan Piala Dunia ketiga bersama Kamerun (1998 dan 2002). "Kamerun bermimpi bisa sukses di Piala Dunia dan saya pun juga. Untuk itu saya akan mengerahkan semuanya."

Padahal sepanjang karirnya, Eto'o bisa dibilang telah meraih segalanya. Dengan Kamerun ia memenangkan Piala Afrika dua kali berturut-turut (2006, 2009) dan tiga kali juara liga Spanyol (2005, 2006, 2009), terakhir Eto'o berhasil membawa klubnya Inter Milan merengkuh tiga gelar sekaligus, yakni di Serie A, Piala Liga Italia dan Liga Champions Eropa.

Eto´o Sang "Spiritus Rector"

Pada Piala Dunia 2006 lalu Kamerun gagal menembus putaran final. Pada pertandingan terpenting babak kualifikasi melawan mesir, Pierre Womme gagal mengeksekusi tendangan penalti yang dihadiahi wasit di menit-menit terakhir. Eto'o dan segenap warga Kamerun tenggelam dalam kemuraman.

Namun kini di Afrika Selatan pasukan Lions Indomptables telah bersiap menghadapi persaingan ketat. "Kami memiliki tim yang bagus dengan perpaduan yang tepat antara pemain muda dan pemain berpengalaman. Saya sangat optimis kami akan mampu membuat kejutan," ujar Eto'o.

Postur tubuhnya yang mencapai 1,80 meter tidak menghalangi Eto'o untuk bergerak lincah di lapangan. Wajahnya yang muda justru memancarkan ketenangan, seperti yang diungkapkan Otto Pfister, bekas pelatih timnas Kamerun. "Eto'o adalah Spiritus Rector di timnas. Jika ia berbicara semua langsung mendengarkan, " ujarnya.



Flash-Galerie WM-Stars Samuel Eto'o
Samuel Eto'o merayakan golnya di Serie A. Bersama Inter Milan Eto'o berhasil menjuarai tiga gelar, termasuk di antaranya gelar juara Liga Champions ketiga untuknya.Foto: picture-alliance/dpa

Politis dan Extravaganz

Namun Eto'o juga dikenal keras kepala, nyentrik dan cendrung nekat. Hal itu bisa dilihat dari makian terhadap bekas klubnya Real Madrid pada tahun 2005. Eto'o, yang saat itu bermain untuk Barcelona, harus membayar denda dan meminta maaf di depan publik.

Kepergiannya ke Inter Milan pada musim 2009 juga menjadi santapan media. Eto'o yang saat itu merupakan penyerang tersubur di Barcelona, harus rela ditukar dengan penyerang Swedia Zlatan Ibrahimovic di tambah uang transfer tambahan sebesar 45 juta Euro bagi Inter Milan.

Di kampung halamannya semua manusia dianggap sama. Di sini ia dihormati bukan hanya karena prestasinya yang luar biasa di dunia di sepak bola. Sejak dulu Eto'o aktif membela hak-hak warga hitam. "Saya sebenarnya hanya seorang pemain dan diperlakukan sepantasnya. Semua kamera diarahkan kepada saya, kepada Samuel Eto'o, sang bintang sepak bola. Tapi di balik lapangan terdapat banyak warga hitam yang berjuang melawan rassisme dan tidak ada yang memberitakannya."

Tidak lain adalah karirnya juga yang membentuk sikap kerasnya terhadap rasisme. Tahun 2006 ia mengalami sendiri di lapangan sepak bola ketika bertandang ke kandang Real Zaragossa bersama klubnya Barcelona. Ketika memasuki lapangan para pendukung tim tuan rumah meneriaki Eto'o sambil menirukan suara gorila.

Eto'o yang kesal berencana meninggalkan lapangan, namun berubah pikiran setelah berbicara dengan wasit, pelatih dan rekan-rekan setimnya. Eto'o sendiri tetap mengajukan kewarganegaraan Spanyol yang didapatnya pada 2007. Namun yang jelas gol-golnya pada Piala Dunia hanya disumbangkan untuk Kamerun. "Saya hidup di Eropa tapi tidur di Afrika," pungkasnya.

Felix Hoffmann/Rizki Nugraha
Editor: Yuniman Farid