1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Sistem Kesehatan Indonesia di Ujung Tanduk Hadapi Corona?

25 Maret 2020

Dengan jumlah tempat tidur di rumah sakit, staf medis, dan fasilitas perawatan intensif yang terbatas, pakar kesehatan memperingatkan bahwa Indonesia mungkin jadi episentrum baru pandemi corona.

https://p.dw.com/p/3a1R5
foto ilustrasi kapasitas rumah sakit di Indonesia
Foto: DW/J. Küng

Para pakar kesehatan mengatakan Indonesia menghadapi lonjakankasus infeksi virus corona SARS-CoV-2 karena lambannya respon pemerintah dan kurangnya transparansi terkait skala wabah di negara terpadat keempat di dunia ini.

Hingga Rabu (25/03) pemerintah telah mengonfirmasi adanya 686 kasus COVID-19, tetapi data ini dianggap sangat tidak mewakili kenyataan di lapangan karena rendahnya jumlah tes yang dilakukan dan tingginya rasio kematian. Indonesia telah melaporkan 55 kasus kematian akibat COVID-19, angka tertinggi di Asia Tenggara.

Sebuah studi oleh Pusat Pemodelan Matematika untuk Penyakit Menular yang berbasis di London yang dirilis hari Senin (23/03) memperkirakan bahwa hanya 2 persen darijumlah keseluruhan infeksi virus corona di Indonesia yang telah dilaporkan. Ini berarti angka sebenarnya bisa mencapai 34.300 kasus atau jauh lebih tinggi dari Iran. Pemodelan lain memproyeksikan bahwa dalam skenario terburuk, jumlah kasus dapat meningkat hingga 5 juta infeksi di ibu kota Jakarta pada akhir April 2020.

Presiden Jokowi berbicara di depan wartawan di Istana Bogor
Presiden Joko Widodo selama ini menolak opsi lockdown untuk meredam penyebaran Covid-19Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden/Muchlis Jr

Masih andalkan upaya "jaga jarak"

"Kita telah kehilangan kendali, (virus) itu telah menyebar ke mana-mana," ujar Ascobat Gani, seorang ekonom kesehatan masyarakat. "Mungkin kita akan seperti Wuhan atau Italia. Saya pikir kita berada di sekitar itu." Namun pemerintah mengatakan dampak virus tidak akan separah itu.

"Kita tidak akan sampai seperti itu," kata Achmad Yurianto, juru bicara pemerintah terkait wabah COVID-19, merujuk pada perbandingan wabah dengan Italia dan Cina. "Yang penting adalah kita mengerahkan orang-orang ... mereka harus menjaga jarak."

Bila dibandingkan dengan negara lain yang terpukul akibat virus ini, sistem kesehatan Indonesia termasuk sangat buruk. Menurut data Kementerian Kesehatan, dengan penduduk lebih dari 260 juta orang, Indonesia hanya memiliki 321.544 tempat tidur di rumah sakit. Ini artinya hanya tersedia 12 tempat tidur bagi 10.000 orang. Sedangkan menurut data Badan Kesehatan Dunia, WHO, Korea Selatan memiliki rasio 115 tempat tidur di rumah sakit bagi tiap 10.000 orang.

Pada tahun 2017, WHO mengungkapkan bahwa Indonesia hanya memiliki empat dokter untuk 10.000 orang. Italia memiliki jumlah dokter 10 kali lebih banyak berdasarkan per kapita, sedangkan Korea Selatan punya dokter enam kali lebih banyak. Achmad Yurianto mengatakan bahwa dengan langkah-langkah pencegahan seperti menjaga jarak yang aman, seharusnya Indonesia tidak akan memerlukan tempat tidur tambahan, dan staf medis yang tersedia dianggap cukup untuk menangani wabah ini.

unit gawat darurat di sebuah rumah sakit di Serang
Bagian unit gawat darurat di sebuah rumah sakit di SerangFoto: DW/J. Küng

Tenaga medis bertumbangan

Namun Budi Waryanto, ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia, mengatakan bahwa "rumah sakit tidak akan siap untuk menangani kasus-kasus yang mungkin terjadi. Perawatan akan terbatas."

Meskipun saat ini hanya ratusan orang yang dirawat di rumah sakit karena virus corona, para dokter mengatakan bahwa sistem kesehatan di Indonesia sudah mulai tegang. Banyak staf kesehatan tidak memiliki peralatan pelindung. Seorang dokter bahkan mengatakan ia terpaksa mengenakan jas hujan karena tidak tersedia baju pelindung.

Sebagai sinyal atas buruknya kontrol terhadap infeksi di rumah sakit dan klinik di Indonesia, dengan 686 kasus corona yang terkonfirmasi, telah ada delapan dokter dan satu perawat yang meninggal, menurut data Asosiasi Dokter Indonesia (IDI). Sebagai pembanding di Italia, di mana ada 6.077 kasus kematian akibat virus corona, dokter yang meninggal mencapai 23 orang.

Staf di sebuah rumah sakit di pinggiran Jakarta telah mengancam untuk tidak datang bekerja pada hari Selasa (25/03) karena kurangnya peralatan pelindung saat kerja, kata seorang dokter lain.

"Kami membawa masker sendiri, bawa pakaian kami sendiri yang mungkin tidak berkualitas standar," kata dokter tersebut dan meminta agar namanya dirahasiakan mengingat kepekaan masalah ini. "Teman-teman saya, satu per satu, terserang virus," ujarnya sambil menahan tangis.

Perlu penambahan fasilitas medis

Pemerintah mengatakan pekan ini bahwa mereka telah memasok 175.000 set peralatan pelindung baru untuk staf medis yang akan didistribusikan di seluruh negeri.

Rumah sakit darurat telah dibuka di Jakarta dengan kapasitas perawatan maksimal hingga 24.000 pasien. Dokter dan staf medis telah dijanjikan bonus, dan 500.000 alat tes cepat juga telah didatangkan dari Cina.

Kurangnya tempat tidur di unit perawatan intensif (ICU) juga membuat para ahli khawatir, terutama karena Indonesia tengah memasuki musim puncak demam berdarah, yang menambah permintaan untuk fasilitas ICU.

Sebuah studi dalam jurnal Critical Care Medicine pada Januari, membandingkan tempat perawatan intensif untuk orang dewasa di negara-negara Asia dengan menggunakan data 2017. Studi itu menemukan bahwa Indonesia memiliki 2,7 fasilitas ICU per 100.000 orang. Ini termasuk yang paling rendah di Asia.

"Jika orang sakit parah dan masuk ke ICU lalu memakai ventilator, kebanyakan orang akan selamat," kata Archie Clements, spesialis kesehatan masyarakat dari Universitas Curtin Perth, merujuk kepada orang yang terinfeksi virus corona. "Jika Anda tidak membawa mereka (pasien) ke ICU dan tidak memakaikan ventilator, maka mereka akan mati." ae/hp (reuters)