1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Situasi Keamanan di Pakistan dan Afghanistan

13 Oktober 2009

Serangan militan ke markas angkatan bersenjata Pakistan di Rawalpindi merupakan perkembangan mencemaskan.

https://p.dw.com/p/K5Qn

Harian Inggris Independent menulis:

Di masa lalu, kelompok militan Islam berhasil mempengaruhi haluan politik sektor birokrasi, militer dan dinas rahasia Pakistan. Ketika itu orang tidak terlalu peduli dan memberi kelompok Taliban ruang gerak yang cukup luas. Sekarang, situasinya berubah. Militer Pakistan dalam beberapa bulan terakhir terus menerus menggempur posisi Taliban di lembah Swat untuk mengusir mereka dari sana. Menurut laporan dinas rahasia, kekuatan Taliban sejak tahun 2006 sudah bertambah tiga kali lipat. Karena itu, upaya keras dinas rahasia dan militer di Pakistan saat ini untuk memerangi kelompok ekstrimis perlu disambut dan perlu dibantu.

Mengenai serangan kelompok militan ke markas militer Pakistan, harian Jerman Frankfurter Allgemeine Zeitung berkomentar:

Serangan terhadap markas besar militer di kota garnisun Rawalpindi secara moral dan politis merupakan serangan terparah. Militer Pakistan ternyata tidak mampu menjamin keamanannya sendiri. Pimpinan militer dulu cukup lama bersimpati pada kelompok militan Islam. Tentu saja sekarang muncul pertanyaan, sejauh mana angkatan bersenjata sudah disusupi oleh kelompok militan. Amerika Serikat dan Inggris memang tetap optimis, bahwa pemerintah Pakistan punya kendali penuh atas senjata atomnya. Tapi tidak ada orang yang mau bertaruh dalam hal itu. Tak diragukan lagi, Pakistan sedang menghadapi ancaman besar. Orang terlalu lama menutup mata terhadap bahaya yang makin besar ini.

Harian Denmark Information menyoroti situasi di Afghanistan dan sengketa manipulasi pemilu yang belum ada solusinya. Harian ini menulis:

Warga Afghanistan perlu pemilihan umum baru di bawah pengawasan PBB. Presiden Hamid Karzai selama ini menolak hal itu. Tapi perhatian pada keinginan Karzai seharusnya punya prioritas lebih rendah ketimbang resiko, bahwa delapan tahun misi militer menghadapi teror dan Taliban jadi percuma sama sekali. Pemilihan umum yang baru sebenarnya bisa dilaksanakan dengan beberapa cara. Jika tidak, alternatifnya bakal lebih buruk. Warga Afghanistan akan kehilangan kepercayaan pada pemerintahanya. Masyarakat internasional masih belum punya mitra yang legitim.

Harian Perancis Ouest-France menyoroti dilema politik Afghanistan yang dihadapi presiden Amerika Serikat Barack Obama, yang baru saja menerima anugerah nobel perdamaian. Harian ini menulis:

Berkaitan dengan Afghanistan, Barack Obama harus mengambil keputusan-keputusan pelik. Publik di dunia Barat sudah tidak mendukung misi militer di Afghanistan. Mayoritas warga Amerika Serikat juga berpendapat, sudah saatnya menarik pulang para serdadu. Sedangkan para jendral menuntut pengiriman 40.000 serdadu tambahan ke Afghanistan. Haruskah tuntutan itu dipenuhi dalam situasi politik seperti sekarang ini? Tapi Obama tidak bisa mengulur waktu lagi. Isyarat paling kecil mengenai penarikan serdadu bisa membahayakan keberadaan mereka dan membuat Afghanistan makin tidak stabil. Di lain pihak, penambahan pasukan sama sekali bukan jaminan kemenangan. Ini adalah dilema tragis bagi seorang penerima nobel perdamaian.

HP/DGL/dpa/afp