1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Smital : Warga Fukushima Korban Dua kali

Hao Gui10 Maret 2013

Greenpeace Jerman menegaskan paparan radiasi di Fukushima masih tinggi, dua tahun setelah bencana atom terjadi. Pakar fisika nuklir Heinz Smital dalam wawancara dengan DW, menegaskan bahayanya hidup di kawasan itu.

https://p.dw.com/p/17tjf
Heinz Smital, Greenpeace Germany nuclear expert. Heinz Smital, Atomexperte Greenpeace Deutschland e.V.. Foto wurde von Greenpeace Deutschland kosten- und rechtefrei zur Verfügung gestellt. BU: Heinz Smital, Kernphysiker und Atomexperte von Greenpeace Deutschland. Foto: Greenpeace
Heinz Smital GreenpeaceFoto: Axel Kirchhof/Greenpeace

DW : Pak Smital, anda baru-baru ini mengukur paparan radioaktif di Fukushima, bagaimana kesimpulannya?

Smital : Radioaktivitas di kawasan itu tetap tinggi. Kami masih menemukan di kota Fukushima, taman bermain anak yang tercemar berat radiasi. Pengukuran langsung di tanah, menunjukkan nilai paparan 200 kali lebih tinggi dibanding sebelum bencana atom. Di kota-kota yang kosong karena semua warganya diungsikan, yang lalu dibersihkan dengan susah payah, kami membuktikan paparan radiasi tidak menurun. Cemarannya terpateri dalam tanah. Memang pembersihan bisa menurunkan 20 - 50 persen radiasi. Tapi nilainya tetap terlalu tinggi, dan tidak memungkinkan warga memulai kembali kehidupan normal di sana.

DW : Jadi warga tidak boleh kembali ke kota asalnya.

Smital : Betul. Kami mengritik dikonsentrasikannya pembersihan di kawasan yang warganya diungsikan. Juga pengerahan energi besar-besaran untuk mengurangi radiasi di pinggiran hutan atau jalanan. Upaya semacam itu harusnya difokuskan di kawasan kota yang berpenghuni. Di sana hidup manusia. Di situlah cemaran radiasi harus dikurangi. Itu akan sangat membantu warga. Saya amat mencemaskan, warga akan kembali ke lokasi yang tercemar berat, dan mengatakan : "kami bisa hidup normal lagi di sini".

DW : Bagaimana reaksi warga di Fukushima?

Smital : Dari pembicaraan dengan banyak orang di sana, saya banyak belajar, bahwa warga Jepang sangat terikat dengan tanah miliknya. Di sana mereka hidup selama beberapa generasi. Namun warga Jepang juga amat tabah. Mereka tidak mengeluh, tapi kami tahu mereka sangat menderita akibat bencana itu. Warga tentu ingin kembali ke kehidupan lama, tapi sayangnya itu tidak mungkin.

DW : Apakah warga mendapat informasi cukup menyangkut risiko kesehatan akibat bencana atom itu?

Smital : Dalam hal ini, risiko kesehatan berusaha diremehkan. Karena ini juga tugas yang mustahil dituntaskan. Pemerintah tak akan mampu melakukan dekontaminasi seluruh areal, bukit, sungai dan kawasan pesisir. Kini diusahakan, mendorong warga untuk kembali bermukim di kawasan yang radiasinya tinggi. Untuk menenangkan warga, disebutkan bahwa hal itu tidak menimbulkan dampak negatif. Dalam hal ini, korban bencana menjadi korban untuk kedua kalinya.

DW : Menurut anda, apa pemerintah Jepang tidak cukup serius menangani masalah warganya?

Smital : Secara umum warga diterlantarkan. Saya melihat ada formulir setebal puluhan halaman yang harus diisi, jika warga hendak menuntut ganti rugi. Banyak warga menyerah, karena birokrasi berbelit-belit. Saya bertemu seorang warga yang memanggil pengacara, dan dalam dua tahun harus menulis 15.000 surat. Kebanyakan warga tidak punya energi untuk itu. Dengan begitu operator PLTN diuntungkan dan tidak perlu membayar ganti rugi.

DW : Berapa lama waktu yang diperlukan Fukushima, hingga memungkinkan lagi kehidupan normal di sana?

Smital : Ada pengalaman pasca bencana atom Chernobyl. Setelah beberapa dasawarsa radiasinya tidak berkurang. Penurunan kadar radiasi terkait waktu paruh unsur radioaktifnya. Artinya, radiasi akan turun separuhnya dalam 30 tahun. Kawasan Fukushima harus tetap memperhitungkan radiasi tinggi pada dasawarsa mendatang. Kita melihat, betapa tidak berdayanya manusia, menghadapi bencana sebesar itu. Kita juga melihat, betapa berbahayanya energi atom, serta betapa pentingnya mengakhiri secara global penggunaan energi nuklir.

Heinz Smital : pakar fisika nuklir dan pakar atom Greenpeace Jerman