1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Soal Yerusalem, Indonesia Tunda Perjanjian Dagang Australia

9 November 2018

Indonesia dikabarkan bakal menunda ratifikasi perjanjian dagang dengan Australia selama PM Scott Morrison belum mengurungkan niatnya memindahkan kedutaan besar ke Yerusalem. Kini tekanan terhadap Morrison kian menguat.

https://p.dw.com/p/37w0P
Perdana Menteri Scott Morrison bersama Presiden Joko Widodo saat kunjungan kenegaraan di Istana Negara, Bogor.
Perdana Menteri Scott Morrison bersama Presiden Joko Widodo saat kunjungan kenegaraan di Istana Negara, Bogor.Foto: picture-alliance/dpa/AAP/L. Coch

Indonesia mempertimbangkan akan perjanjian dagang dengan Australia kecuali pemerintahan Scott Morrison membatalkan niatnya memindahkan kedutaan besar ke Yerusalem, Israel. Hal ini dilaporan harian SBS News yang mengutip lingkaran diplomat Australia yang terlibat dalam proses perundingan.

Menurut laporan SBS, Indonesia akan urung menandatangani perjanjian yang telah digodok selama hampir satu dekade tersebut tanpa kepastian pembatalan pemindahan kedutaan dan pengakuan Yerusalem sebagai ibukota resmi Israel.

Sedianya kesepakatan dagang itu akan ditandatangani pekan depan, namun kini ratifikasi menjadi tidak pasti menyusul perkembangan politik teranyar di Jakarta. 

Baca juga: Indonesia dan Australia Tandatangani Kesepakatan Kerjasama Ekonomi Baru

Niat memindahkan kedutaan diungkapkan Perdana Menteri Morrison di hadapan parlemen pertengahan Oktober silam. "Kita berkomitmen pada solusi dua negara. Tapi sejujurnya kebijakan tersebut tidak banyak membuahkan terobosan dan Anda tidak ingin melakukan hal yang sama berulang-ulang dan menginginkan hasil yang berbeda," kata dia seperti dikutip dari the Australian.

Saat itu Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengecam pernyataan Morrison dan menilai pemindahan kedutaan akan mengubur proses damai di Timur Tengah.

Meski demikian kedua pihak tetap menginginkan perjanjian ditandatangani sebelum akhir tahun. Kesepakatan antara kedua negara ditaksir bernilai hingga Rp. 173 triliun atau lebih dari 16 miliar dolar Australia.

Eksistensi Kangguru Australia Terancam

PM Morrison sendiri meyakini ketegangan terkait Yerusalem tidak akan menghalangi ratifikasi. "Ada komunikasi langsung antara saya dan Presiden Indonesia serta antara menteri luar negeri kami dan menteri perdagangan,” ujar Morrison seperti dilansir Reuters awal November silam. Namun tekanan  dari dalam negeri terhadap niat Morrison kian menguat.

Kritik antara lain datang dari Ketua Umum Partai Buruh Australia, Bill Shorten, yang menanggapi sikap gamang Indonesia terkait perjanjian dagang dan kebijakan pemerintah Canberra terhadap Israel.

"Batalkan saja rencananya," kata dia kepada kanal berita 9News, "bukan karena Indonesia menilainya buruk, tetapi karena idenya dari awal memang buruk." Kritik terhadap rencana Morrison juga datang dari bekas Perdana Menteri Kevin Rudd dan Malcolm Turnbull. Pemerintah Australia hingga kini belum menentukan tenggat kapan pemindahan kedutaan akan dilakukan.

Baca juga: Meski Indonesia Geram, Australia Tetap Akan Tanda Tangani Perjanjian Dagang Dengan Indonesia

Pengakuan terhadap Yerusalem sebagai ibukota Israel menjadi sumber ketegangan teranyar di Timur Tengah. Sejak Presiden AS Donald Trump mengumumkan rencananya memindahkan kedutaan dari Tel Aviv, sejumlah negara mulai mempertimbangkan hal serupa, antara lain Australia dan Brazil.

Namun kedua negara mulai mendapat tekanan dari negara-negara bermayoritaskan muslim terkait rencana tersebut. Presiden terpilih Brazil Jair Bolsonaro misalnya mempertimbangkan ulang rencana kepindahan setelah terlibat dalam cekcok diplomatik dengan Mesir. Pemerintah Kairo sebelumnya membatalkan kunjungan kenegaraan Presiden Abdel Fattah el-Sisi ke Brasilia.

rzn/hp (sbs, theaustralian, 9news, rtr, haaretz, jpost)