1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Suu Kyi Minta Dukungan bagi Negaranya

22 Juni 2012

Dalam pidatonya di Parlemen Inggris, pemimpin oposisi Myanmar Aung Sann Suu Kyi meminta dukungan terhadap reformasi demokrasi di Myanmar.

https://p.dw.com/p/15JQd
Foto: Reuters

Aung San Suu Kyi mengimbau masyarakat internasional untuk menjadi pendamping negaranya dalam langkah menuju masa depan yang lebih baik. Dalam pidato bersejarah di depan ke dua majelis di Parlemen Inggris, ia mengatakan, proses demokrasi di Myanmar membutuhkan pengawas bukannya pemberi semangat. Negaranya tengah berada di awal sebuah perjalanan, yang diharapkan menuju masa depan yang lebih baik.

Kedatangan Suu Kyi di Parlemen Inggris, disambut hangat dengan tepuk tangan meriah, Juru bicara Majelis Rendah John Bercow memuji Suu Kyi sebagai “hati nurani negara dan pahlawan kemanusiaan“. Suu Kyi merupakan perempuan ke dua setelah Ratu Elizabeth II yang berkesempatan menyampaikan pidato pada pertemuan bersama Majelis Rendah dan Majelis Tinggi Parlemen Inggris. Kehormatan seperti ini biasanya hanya diberikan kepada kepala negara.

Inggris Akan Dukung Reformasi Myanmar

Sebelumnya, dalam konferensi pers bersama Perdana Menteri Inggris David Cameron, Aung San Suu Kyi menilai bahwa undangan Inggris kepada Presiden Myanmar Thein Sein sebagai sesuatu yang tepat. “Kami ingin memanfaatkan masa lalu untuk membangun masa depan,“ dikatakannya. Cameron menekankan, terdapat proses reformasi di Myanmar yang harus mendapatkan dukungan. Pada bulan April lalu, David Cameron merupakan pemimpin pemerintahan negara Barat pertama yang mengunjungi Myanmar sejak kudeta militer tahun 1962. Dalam kunjungannya di Myanmar, Cameron bertemu dengan Aung San Suu Kyi dan juga Presiden Tthein Sein.

Kunjungan Suu Kyi di Inggris merupakan salah satu dari rangkaian kunjungan dua minggu di Eropa. Selain melakukan pembicaraan dengan Cameron, Kamis (21/06), Suu Kyi juga bertemu dengan Ppangeran Charles dan istrinya Camilla. Hari Selasa (19/06), Suu Kyi mengunjungi Oxford, kota di mana ia pernah kuliah dan menetap bersama suami dan dua anaknya. Tahun 1988 ia kembali ke Myamar untuk merawat ibunya dan terjun dalam perjuangan demokrasi di negaranya.

yf (dapd/afp)