1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tajuk: AS Butuh Strategi Baru dalam Menghadapi Pakistan

5 Oktober 2010

Ketegangan terbaru antara Amerika Serikat dan Pakistan kembali menunjukkan kesulitan politik Amerika menghadapi negara tersebut.

https://p.dw.com/p/PVlh
Kendaraan NATO dibakar pemberontak PakistanFoto: AP

Kita tidak tahu pasti apakah pertemuan antara Presiden Pakistan Asif Ali Zardari dan penasihat keamanan Barack Obama, James Jones, bulan Mei lalu berjalan seperti yang ditulis oleh reporter Washington Post Bob Woodward dalam bukunya 'Obama's Wars'. Yang jelas, itu masuk akal. Jones dan pimpinan CIA Leon Panetta berkunjung ke Pakistan setelah penangkapan Faisal Shahzad. Warga Amerika keturunan Pakistan berusia 30 tahun ini merencanakan serangan bom di Times Square New York. Ia dikatakan dilatih di Pakistan.

Menurut Woodward, Jones menegaskan kepada Zardari bahwa Obama harus bereaksi jika benar-benar terjadi serangan teror di Amerika Serikat yang berkaitan dengan Pakistan. Walau tidak mengungkapnya secara langsung, ada rencana di Washington untuk melakukan serangan bom terhadap 150 kamp pelatihan kelompok militan di Pakistan. Zardari kemudian dikatakan bertanya apakah Amerika tetap akan menjadi mitra negaranya. Jawabannya "Tidak!".

Pertemuan ini ciri khas masalah yang dialami Amerika Serikat dengan Pakistan dan kepemimpinan dalam perang anti teror. Pertama, pemerintah Amerika memperlakukan mitra mereka di Islamabad seperti pengikut, yang bisa diperintah begitu saja, mengingat banyaknya bantuan keuangan dan militer yang diberikan kepada Pakistan. Kedua, logika militer dalam kasus yang tidak jelas juga didahulukan oleh Barack Obama. Ada situasi dimana tidak ada pilihan lain, selain 'menyerang'.

Dalam sembilan tahun terakhir, ini sama sekali tidak berfungsi. Tekanan dan ancaman juga lah yang membuat Presiden Pervez Musharraf memihak Amerika Serikat setelah peristiwa 11 September. Tetapi Musharraf berwajah dua. Ia membiarkan pimpinan Al Qaida dan Taliban menarik diri ke Pakistan. Taliban juga mendirikan markas utama di Quetta dan mempersiapkan serangan terhadap pasukan NATO di wilayah suku sepanjang perbatasan Afghanistan.

Hingga kini tidak banyak yang berubah. Militer Pakistan kerap memulai serangan terhadap Taliban Pakistan, yang juga melakukan 'jihad' mereka terhadap pemerintahan Pakistan. Amerika Serikat dan Pakistan memiliki kepentingan yang berbeda dengan Afghanistan. Karena Pakistan menganggap Karzai dengan sekutu India dan Taliban semacam jaminan yang tidak akan mengurangi kepentingan di negara tetangga. Semakin banyak pasukan yang Amerika Serikat kirim ke Afghanistan untuk melemahkan Taliban, semakin sering Pakistan akan berusaha untuk memperkuat mereka. Apalagi mereka tahu, bahwa pasukan Amerika Serikat tidak akan lama bertahan disana. Masalah ini hanya bisa diselesaikan secara politis. Tidak dengan serangan militer ke kawasan Pakistan. Ini hanya akan menyebabkan timbulnya atmosfir anti Amerika.

Menstabilkan Pakistan dan melepaskan pasukan keamanan yang kuat dari sekutu dengan militan Islam adalah tugas raksasa yang menuntut keterlibatan jangka panjang. Dibutuhkan dukungan berkesinambungan dari lembaga demokratis. Tetapi ini tidak bisa dicapai, jika pemerintah direndahkan menjadi pihak yang menjalankan perintah Amerika Serikat dan dalam keadaan ragu juga kembali bekerja sama dengan militer. Pakistan sangat membutuhkan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial. Negara ini juga membutuhkan perdamaian dengan India dan peran regional yang sepadan, supaya militer tidak kerap membenarkan posisi khusus mereka berdasarkan peringatan akan adanya ancaman dari luar. Pemerintah Obama telah mengenali hal tersebut. Sehingga sangat mengecewakan, bahwa politiknya tidak berhasil mengatasinya dan kerap menghalang-halangi rencananya sendiri.

Thomas Bärthlein / Vidi Legowo-Zipperer

Editor : Ziphora Robina