1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tajuk: Hari Hak Azasi Manusia

Ulrike Mast-Kirschning8 Desember 2006

Apa yang disimpulkan berdasarkan pengalaman, nampaknya mulai terlupakan. Hak kebebasan kini terancam. Padahal HAM dapat menjadi orientasi yang berfungsi di era globalisasi.

https://p.dw.com/p/CPAV
Logo Dewan HAM PBB di Jenewa
Logo Dewan HAM PBB di JenewaFoto: AP

Bila Menlu Rusia Sergej Lavrov menuduh Organisasi Keamanan dan Kerja Sama Eropa (OSCE) terlalu mengutamakan HAM, mungkin ini dapat dikatakan sebagai pertanda baik. Karena bila kelalaian menyangkut kondisi HAM di negaranya didokumentasikan, termasuk di Kasachstan, terlihatlah sikap Rusia yang mudah tersinggung.

Kesensitifan, yang dalam bisnis politik jelas merosot sejak terjadinya serangan 11 September 2001. Bahkan di negara demokrasi seperti AS langkah-langkah yang diambil sering mengorbankan hak kebebasan dan menyebabkan timbulnya konflik dengan pemerintah.

Diabaikannya larangan melakukan penyiksaan, merupakan pelanggaran terberat bagi HAM. Bagi sebuah negara hukum, itu ibaratnya tanggul yang bobol dan menjurus pada kebiadaban seluruh wilayah, negara dan masyarakat. Bila dalam upaya menanggulangi teror, Komisi Baker di AS hendak kembali menggunakan diplomasi dan kewaspadaan sebagai ganti dari sarana militer dan pelanggaran HAM secara terorganisasi, maka ini merupakan pula pertanda yang baik.

Tidak peduli apakah itu menyangkut hak warga dalam soal politik, kebebasan berpendapat, kebebasan berdemonstrasi, pemilu yang bebas, hak keutuhan fisik dan larangan melakukan penyiksaan. Atau, menyangkut hak sosial ekonomi, seperti hak untuk memperoleh makanan, hak mendapatkan pendidikan, hak bermukim, atau juga menyangkut larangan melakukan diskriminasi berdasarkan warna kulit, keturunan etnis atau jenis kelamin, HAM dan pengalaman yang menjadi latar belakangnya, harus selalu menjadi pedoman bagi langkah yang diambil.

Sama pula halnya, apakah itu berkaitan dengan upaya penanggulangan teror, pemberantasan Aids, pengentasan kemiskinan atau menghapus kekerasan terhadap perempuan, yang menyuburkan kehidupan bersama di muka bumi ini adalah upaya mencari penyelesaian yang terbaik dan bukan persaingan menciptakan kebiadaban.

Dalam hal ini negara-negara yang memberikan contoh baik dan bersikap menjunjung tinggi HAM, dapat memungkinkan kelestarian dan kerja sama. Hanya mereka yang dapat menjamin martabat dan kebebasan bagi masing-masing individu, agar dapat tercipta struktur negara yang stabil dan menciptakan ruang gerak yang dibutuhkan untuk mencari penyelesaian damai di muka bumi ini.

Masalah yang ada cukup banyak, dan kekuatan pasar seperti daya saing, kekuasaan dan keuletan bukan jaminan bagi HAM, seperti yang terlihat pada Cina. Kekhawatiran pada Cina sebagai negara adidaya bukan hanya berkaitan dengan kekhawatiran akan prestasi ekonominya, melainkan juga pada dominasi norma-norma yang tidak setaraf dengan hak kebebasan seperti tercantum dalam piagam HAM.

Tetapi hanya piagam itu beserta perjanjian-perjanjian yang berkaitan dengannya lah yang merupakan kerangka dan orientasi bagi perkembangan dan kehidupan bersama antar-masyarakat di seluruh dunia. Melalaikan hal itu berarti mencabut landasan terbaik dan paling mendasar bagi kemanusiaan di era globalisasi.