1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tajuk: Jerman di DK PBB, Dua Tahun Anggota Tidak Tetap

13 Oktober 2010

Jerman dapat kursi anggota tidak tetap dalam DK PBB. Itu diputuskan Selasa (12/10) dalam putaran pertama pemilihan oleh sidang umum PBB. Berikut komentar Christina Bergmann.

https://p.dw.com/p/PdEi
Logo kampanye Jerman untuk menjadi anggota tidak tetap DK PBB

Jerman tidak mungkin dapat menciptakan mujizat dalam DK PBB. Struktur badan tersebut sudah mencegahnya. Hanya lima anggota tetap DK PBB, yaitu AS, Rusia, Cina, Perancis dan Inggris yang secara de facto dapat memberikan keputusan. Tetapi Menlu Jerman Guido Westerwelle punya alasan untuk bergembira.

Ketika Jerman terakhir kali duduk dalam DK PBB, AS berusaha memberikan legitimasi bagi perang Irak, dan mereka gagal, antara lain karena sikap skeptis dan penolakan Jerman. Anggota-anggota tidak tetap bukannya tidak memiliki arti sama sekali. Resolusi hanya dapat diputuskan jika sembilan dari lima belas anggota menyetujui.

Di samping itu Jerman juga punya andil di DK PBB, karena Jerman sebagai negara besar sudah memiliki infrastuktur yang menunjang peran tersebut. Jika keanggotaan bekas Jerman Timur atau DDR juga dihitung, maka Jerman tahun depan sudah enam kali memiliki kursi dalam dewan itu. Diplomat Jerman di New York, terutama Duta Besar Peter Wittig, juga tidak perlu belajar lagi bagaimana cara menjalankan politik di PBB. Mereka sudah lama tidak hanya aktif di belakang layar.

Sebagai anggota DK PBB, Jerman dapat memberikan aksen tertentu. Yang bagus misalnya di bidang perubahan iklim. Bagi banyak negara pulau ini adalah masalah hidup dan mati. Inilah yang digunakan Jerman dalam upaya memperoleh kursi.

Inilah kesempatan untuk memasukkan tema perubahan iklim ke dalam agenda DK PBB. Karena sejumlah negara pulau sudah menyatakan tuntutan agar dewan tersebut menangani masalah ini. Jika banjir dan kekeringan mengancam, jika warga terpaksa meninggalkan kampung halaman mereka, perubahan iklim menjadi masalah keamanan nasional bagi banyak negara.

Tahun 2012 akan ada kesempatan bagi Jerman untuk menempatkan tema-tema lain yang sangat penting bagi menteri luar negerinya dalam agenda DK PBB. Yaitu pengurangan senjata dan pengakhiran konflik Timur Tengah. Dalam sebuah konferensi akan dibicarakan pendirian zona bebas nuklir di Timur Tengah. Ini jadi masalah pelik, karena seluruh dunia memperkirakan, Israel memiliki senjata nuklir dan tidak mau mengakuinya. Lagipula Israel adalah salah satu dari tiga negara yang tidak menandatangani perjanjian non proliferasi nuklir.

Jika perkiraan itu benar, apa yang akan terjadi dalam konflik nuklir dengan Iran, hanya dapat diduga saja. Dalam hal ini Jerman sekarang sudah berunding dengan lima anggota tetap yang memiliki hak veto, tetapi sejauh ini tanpa hasil. Namun demikian, setidaknya dalam dua tahun ke depan Jerman juga dapat memberikan suara dalam pengambilan keputusan soal resolusi.

Untuk itu, juga baik jika Jerman merembukkan semua keputusan penting dengan negara-negara Eropa lain. Karena kursi untuk seluruh Uni Eropa, seperti yang tercantum dalam kesepakatan pemerintahan koalisi Jerman antara Partai CDU/CSU dan FDP, dalam waktu dekat tidak akan tercapai, dan itu bagus. Dalam situasi krisis Dewan Keamanan harus mampu mengambil keputusan dengan cepat. Sementara Uni Eropa sekarang belum mampu untuk mengirimkan seorang wakil yang dapat melakukan itu.

Memang Jerman menipu diri sendiri, jika berpikir kursi sebagai anggota tidak tetap akan memperbesar kemungkinan Jerman untuk menjadi anggota tetap. Reformasi DK PBB mandeg. Negara-negara yang memiliki hak veto tidak tertarik untuk mengurangi pengaruhnya.

Jadi dalam dua tahun ke depan Jerman harus mengkonsentrasikan diri hanya pada hal-hal yang dapat dilaksanakan, dan tidak menempatkan diri sebagai negara tanpa kekuatan kolonial tetapi membela kepentingan Afrika, Amerika Latin dan Asia, yang tidak terwakili. Dengan melakukan itu, kursi di dewan tertinggi PBB akan bermanfaat baik bagi Jerman.

Christina Bergmann
Christina Bergmann

Christina Bergmann/Marjory Linardy

Editor: Asril Ridwan